Senin, 18 Januari 2016

Pembukaan Pintu "Pemahaman Ilahi" (Makrifat Ilahi) Melalui Al-Quran & Pembukaan "Pintu Nalar" (Pintu Logika)



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


  Pembukaan Pintu Pemahaman Ilahi (Makrifat Ilahi) Melalui   Al-Quran & Pembukaan  Pintu Nalar (Logika)


Bab 12


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya    Masih Mau’ud a.s. menulis      mengenai berbagai mukjizat eksternal Al-Quran, selanjutnya beliau menjelaskan mengenai dibukakan-Nya “pintu pemahaman Ilahi” (makrifat Ilahi) melalui  Al-Quran, sehingga Nabi Besar Muhammad saw.   – walau pun seorang rasul Allah yang ummiy (butahuruf)   --    hanya dalam waktu 23 tahun telah berhasil melakukan revolusi dalam bidang akhlak dan ruhani serta intelektual   -- bangsa Arab jahiliyah menjadi “umat terbaik” bagi kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata,    وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar  (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Tiga “Pintu Pemahaman” yang Dibukakan Al-Quran:   (1) Pintu Nalar (Logika)

     Sehubungan dengan keberhasilan 4 tugas utama Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ --  “membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata,”  Masih Mau’ud a.s. bersabda:
    “Kitab Suci Al-Quran membukakan 3 pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu pertama, adalah pintu nalar atau logika. Daya nalar manusia secara sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri (Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan metoda argumentasi sehingga masalah-masalah yang sulit telah bisa dipecahkan.
   Metoda ini luar biasa dan merupakan mukjizat penalaran. Para filosof terkenal yang menemukan logika dan meletakkan dasar-dasar dari filosofi serta menyibukkan diri mereka dengan fisika dan astronomi, nyatanya tidak sanggup memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk mendukung keimanan mereka. Tidak juga mereka mampu memperbaiki kesalahan mereka atau memasukkan kemaslahatan keagamaan kepada yang lainnya.
    Bahkan sebagian besar dari mereka malah menjadi Atheis (tak mempercayai adanya Tuhan) atau lemah keimanannya, sedangkan mereka yang mempercayai adanya Tuhan lalu mencampur-adukkan kesalahan dengan kebenaran, yang tidak suci dengan yang najis, sehingga akhirnya mereka juga tersesat. Dengan demikian merupakan suatu mukjizat bahwa logika Ilahi ini tidak ada mengandung kesalahan serta memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan mulia yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya.
   Merupakan bukti yang cukup bahwa pernyataan-pernyataan Al-Quran tentang eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an dan Sifat-sifat sempurna lainnya bersifat demikian komprehensif (lengkap), sehingga tidak mungkin diungguli dan tidak juga manusia akan mampu memberikan argumentasi baru lainnya. Jika ada yang meragukan hal ini, dipersilakan yang bersangkutan mengajukan penalaran intelektual yang mendukung eksistensi atau Ketauhidan Ilahi, dimana kami nanti akan menunjukkan bahwa argumentasinya sudah ada di dalam Al-Quran atau bahkan lebih baik lagi.
    Pernyataan dan pujian atas Kitab Suci Al-Quran ini tidak semata-mata hanya omongan saja, tetapi sesungguhnya merupakan kenyataan dimana tidak akan ada seorang pun yang akan mampu mengajukan argumentasi baru yang belum diungkapkan di dalam Al-Quran. Di banyak tempat, Al-Quran sendiri menyatakan sifat komprehensifitas dirinya sendiri.

(2)  Pintu “Mutiara Hikmah Intelektual

   Pintu kedua pemahaman Ilahi yang dibuka lebar oleh Al-Quran adalah mutiara hikmah intelektual yang karena sifatnya yang luar biasa bisa dianggap sebagai mukjizat intelektual. Bentuknya ada berbagai macam:
   Pertama, pengetahuan mengenai wawasan keimanan, dengan pengertian bahwa semua wawasan luhur yang berkaitan dengan keimanan dan semua kebenaran sucinya serta mutiara hikmah pengetahuan tentang Ilahi yang dibutuhkan di dunia guna penyempurnaan batin manusia, semuanya ada tersedia di dalam Al-Quran.
     Begitu juga dengan semua keburukan batin yang merangsang munculnya  keinginan melakukan dosa dan nafsu yang melambarinya serta cara-cara pensucian batin berikut semua tanda-tanda, karakteristik dan sifat-sifat dari  akhlak luhur. Tidak ada seorang pun yang akan mampu mengemukakan kebenaran, hikmah Ke-Ilahi-an, cara-cara mencapai Tuhan, bentuk atau disiplin suci ibadah Ilahi lainnya yang belum termaktub di dalam Kitab Suci Al-Quran.
      Kedua, di dalamnya juga terkandung pengetahuan mengenai tentang sifat-sifat batin dan tentang psikologi yang terdapat secara komprehensif dalam firman ajaib ini,  sehingga mereka yang mau berfikir akan sampai pada kesimpulan bahwa Kitab ini bukanlah hasil kerja siapa pun kecuali Allah Yang Maha Perkasa.
      Ketiga, di dalamnya terkandung ilmu mengenai awal dunia, mengenai akhirat dan hal-hal tersembunyi lainnya yang merupakan bagian pokok dari firman Allah Yang Maha Mengetahui tentang hal-hal yang tersembunyi sehingga hati manusia akan tenteram jadinya.  Semua pengetahuan demikian akan bisa ditemui banyak sekali dan secara rinci di dalam Kitab Suci Al-Quran sehingga tidak ada Kitab Samawi lainnya yang akan mampu menyamainya.
    Disamping itu Al-Quran juga mengungkapkan pengetahuan keimanan dari subyek lainnya dengan cara yang indah. Dalam hal ini, Kitab tersebut tetap memperhatikan logika, fisika, filosofi, astronomi, psikologi, medikal, matematika dan pengetahuan tentang komposisi yang digunakan untuk menguraikan dan menjelaskan pengetahuan tentang keimanan, guna memudahkan pemahamannya, menarik konklusi darinya,  atau untuk menyangkal keberatan dari orang-orang yang bodoh.
    Dengan kata lain, semua subyek ini dikemukakan Kitab Suci Al-Quran bagi kepentingan keimanan manusia dengan cara sedemikian rupa,  sehingga setiap bentuk intelektualitas manusia akan dapat menyerap kemaslahatannya.

(3)  Pintu “Pemahaman Ilahi

    Pintu ketiga mengenai pemahaman Ilahi yang telah dibukakan Al-Quran adalah pintu keberkatan ruhani yang dapat disebut sebagai mukjizat ikutan. Setiap orang yang berfikir mengetahui bahwa negeri kelahiran Hadhrat Rasulullah Saw. adalah sebuah semenanjung kecil bernama Arabia yang letaknya terisolasi dari negeri-negeri lainnya.
    Seorang lawan yang fanatik pun tidak akan bisa menyangkal bahwa sebelum kedatangan Hadhrat Rasulullah Saw. bangsa Arab di negeri ini hidup secara liar seperti hewan dan sama sekali tidak mengerti mengenai agama, keimanan, hak-hak Tuhan, hak-hak manusia dan bahwa selama berabad-abad mereka itu tenggelam dalam penyembahan berhala dan ajaran-ajaran kotor lainnya, serta telah mencapai puncak kerusakan dalam kelakuan mereka seperti perzinahan, mabuk minuman keras, perjudian dan segala bentuk kejahatan lainnya.
      Mereka ini tidak menganggap sebagai perbuatan dosa pelanggaran atas hak-hak manusia lainnya seperti tindakan pencurian, perampokan, pembunuhan anak-anak atau memakan hak anak yatim. Dengan kata lain, segala bentuk kejahatan, kegelapan batin serta ketidak-acuhan telah menyelimuti hati bangsa Arab.

Revolusi Akhlak dan Ruhani di Kalangan Bangsa Arab Jahiliyah

      Kemudian setelah itu, mereka para lawan Islam  juga harus mengakui, bahwa bangsa yang bodoh, liar dan tidak beriman tersebut lalu memeluk agama Islam dan beriman kepada Kitab Suci Al-Quran, dimana mereka selanjutnya mengalami perubahan secara drastis dan menyeluruh.
    Efektivitas dari  firman Ilahi dan kedekatan dengan sosok suci sang Nabi telah mengubah total hati mereka dalam jangka waktu yang singkat, dimana setelah periode kebodohan (jahiliyah) itu mereka lalu mengalami pengkayaan batin dengan wawasan-wawasan keimanan dan meninggalkan kecintaan terhadap dunia.
     Mereka itu demikian fananya (tenggelam) dalam kecintaan kepada Allah Swt., sehingga mereka bersedia meninggalkan rumah dan keluarga yang dikasihi, kehormatan kedudukan sosial dan ketentraman mereka demi memperoleh ridha Allah Yang Maha Agung.
   Kedua gambaran tentang keadaan awal dan setelah memperoleh kehidupan baru yang didapat dengan menganut agama Islam, semuanya jelas diungkapkan dalam Al-Quran, sehingga seorang yang bertakwa  dan saleh akan berlinang air mata membacanya.
  Apakah sebenarnya yang telah menarik mereka dari suatu dunia untuk memasuki dunia lain dalam waktu demikian cepat? Untuk itu ada dua hal,  yaitu pertama,  Hadhrat Rasulullah Saw. sangat efektif dalam menerapkan kekuatan suci beliau sedemikian rupa,  sehingga tidak mungkin bisa dipadani oleh yang lainnya. Kedua, adalah pengaruh ajaib dan luar biasa   firman suci Allah Yang Maha Hidup dan Maha Kuasa yang telah menarik ribuan manusia dari kegelapan kepada pencerahan.
   Tidak bisa diragukan bahwa pengaruh Al-Quran ini merupakan mukjizat karena manusia tidak akan bisa menemukan contoh lain pengaruh sebuah Kitab samawi yang sama efektifnya. Siapakah yang dapat memberikan bukti bahwa ada Kitab Samawi lain yang dapat membawa perubahan dan pembaharuan demikian besar seperti yang telah dibawa oleh Kitab Suci Al-Quran?
   Ratusan ribu orang yang telah mengalami bahwa dengan mengikuti Kitab Suci Al-Quran maka rahmat Ilahi telah turun ke kalbu mereka dan kemudian tercipta hubungan yang indah dengan Tuhan mereka. Nur dan wahyu Ilahi turun ke dalam hati mereka, sedangkan wacana wawasan dan mutiara-mutiara hikmah meluncur dari bibir mereka.
   Mereka memperoleh kepercayaan, kepastian serta kenikmatan cinta kepada Tuhan yang dihidupi oleh kegembiraan pertemuan dengan Wujud tersebut. Jika raga mereka misalnya lumat di giling dalam kancah bencana dan dikempa dalam tekanan yang amat kuat, inti pokok yang tersisa dari mereka adalah tetap kecintaan kepada Allah Swt..
   Dunia tidak mengenal mereka, sedangkan martabat mereka berada jauh di atas dunia. Perlakuan Tuhan terhadap mereka sungguh luar biasa. Mereka telah memperoleh bukti kalau Tuhan itu benar eksis (ada) dan bahwa Dia itu Maha Esa. Bila mereka berdoa kepada-Nya maka Dia mendengarkan, dan ketika mereka memohon pertolongan maka Dia menolong mereka. Ketika mereka memohon perlindungan kepada-Nya maka Dia berlari menghampiri.
    Dia mencintai mereka lebih dari cinta seorang ayah kepada anaknya. Dia menurunkan hujan rahmat di atas rumah-rumah mereka. Mereka itu menjadi dikenal karena bantuan yang terbuka dan tersembunyi, duniawi atau pun ruhaniah yang diberikan oleh-Nya. Dia membantu mereka di semua bidang karena mereka itu adalah milik-Nya dan Dia itu milik mereka. Semua hal ini bisa dibuktikan.” (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. II, hlm.  72-79, London, 1984).

Ulil ‘Albāb (Orang-orang yang Berakal)

    Sehubungan dengan pembukaan pintu nalar (logika)  dalam penjelasan  tersebut  Masih Mau’ud a.s.  bersabda:
    “Kitab Suci Al-Quran membukakan 3 pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu pertama, adalah pintu nalar atau logika. Daya nalar manusia secara sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri (Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan metoda argumentasi sehingga masalah-masalah yang sulit telah bisa dipecahkan.”
     Sabda   Masih Mau’ud a.s. tersebut  mengenai pembukaan     pintu nalar atau logika  tersebut sesuai dengan  firman Allah Swt.  berikut ini   mengenai “orang-orang yang mempergunakan akalnya” dengan baik:
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,  yaitu orang-orang yang  mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil  berbaring atas rusuk mereka, dan mereka memikirkan mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi  seraya berkataرَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ      -- “Ya  Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini  sia-sia, سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ --     Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ  --  Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ  -- dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun” (Āli ‘Imran [3]:191-193).
      Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan seluruh  langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang ialah: manusia diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani dan jasmani. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa terang benderang dan kebahagiaan.
  Tatanan agung alam semesta jasmani yang dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam ini telah dijadikan untuk menghidmati manusia, tentu saja kejadian manusia sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yaitu itu menyembah Allah Swt., yaitu  Tuhan Pencipta seluruh langit dan bumi (QS.51:57-59), sebab manusia merupakan “khalifah Allah”  (wakil Allah) di muka bumi (QS.2:31; QS.17:71).
      Apabila  orang merenungkan tentang kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu, ia akan begitu terkesan dengan mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا --  “Ya   Rabbana (Tuhan kami), sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia.”
      Bahkan, nalarnya (logikanya) terus berkembang  merambah dunia keruhanian yang terdapat dalam Kitab suci mengenai nubuatan kedatangan seorang pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sebab  tanda-tanda kedatangannya antara lain   merebaknya berbagai bentuk “kobaran api kemarahan” Allah Swt.    berupa berbagai bentuk bala bencana:    سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ --     Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ  --  Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ  -- dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.”

Mengenal dan Beriman kepada Rasul Allah yang Dijanjikan   

      Itulah sebabnya “orang-orang yang mempergunakan akalnya” (nalar/logika) tersebut akan mengenal  kebenaran pendakwaan seorang penyeru dari Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), firman-Nya:
رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata:  "Berimanlah kamu kepada Rabb Tuhan (kamu)" maka kami telah beriman. Wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  dan hapuskanlah dari kami kesalah-an-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.  Wahai Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Eng-kau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.” (Āli ‘Imran [3]:194-195).
       Orang-orang yang “mempergunakan akalnya” secara benar itulah yang  dalam firman Allah Swt. berikut ini disebut ‘ulama (orang-orang berilmu) yang hakiki:, firman-Nya:
اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّ اللّٰہَ  اَنۡزَلَ مِنَ  السَّمَآءِ  مَآءً ۚ فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ  مُّخۡتَلِفًا  اَلۡوَانُہَا ؕ وَ مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ  بِیۡضٌ وَّ حُمۡرٌ  مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ ﴿﴾  وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ  کَذٰلِکَ ؕ اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat  bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan yang beraneka warnanya. Dan di gunung-gunung ada garis-garis putih, merah dengan beraneka macam warnanya, dan ada yang sehitam burung gagak?  Dan demikian juga di antara manusiahewan berkaki empat dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا  -- Sesungguhnya  dari antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah adalah ‘ulama (orang-orang berilmu).  اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ --   Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Fāthir [35]:28-29).
       Ayat 28  bermaksud mengatakan, bahwa bila hujan turun di atas tanah yang kering dan gersang, maka air hujan itu menimbulkan aneka ragam tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang warna-warni serta aneka cita rasa  dan bentuk serta corak yang berlainan.
      Air hujannya sama tetapi tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang dihasilkan sangat berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat dalam Al-Quran telah diibaratkan air — turun kepada suatu kaum, maka wahyu Ilahi itu – terutama wahyu Al-Quran  -- menimbulkan berbagai-bagai akibat pada bermacam-macam manusia menurut keadaan “tanah” (hati) mereka dan cara mereka menerimanya.
     Keragaman yang indah sekali dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan dalam ayat sebelumnya tidak hanya terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas dan ternak. Kata an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) dapat juga melukiskan manusia dengan bermacam-macam kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami.

‘Ulama yang Hakiki &  Perumapamaan “Keledai Pemikul Buku-buku Tebal

      Ungkapan ayat selanjutnya: اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا  --  “Sesungguhnya dari antara hamba-hambanya yang takut kepada Allah dari  adalah   ulama (orang-orang yang berilmu)” memberikan bobot arti kepada pandangan bahwa ketiga kata itu   -- an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) --  menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara mereka itu hanya mereka yang dikaruniai ilmu (‘ulama) saja yang takut kepada  Allah Swt.,Tuhan Pencipta alam semesta.
      Akan tetapi di sini ilmu itu tidak seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian atau ilmu agama,   tetapi juga pengetahuan  hukum alam.  Sebab penyelidikan yang seksama terhadap alam semesta  dan hukum-hukumnya niscaya membawa orang kepada makrifat mengenai kekuasaan Maha Besar Allah Ta’ala,  dan sebagai akibatnya mereka merasa kagum dan takzim terhadap Tuhan, sebagaimana dikemukakan dalam Surah Ali ‘Imran 191-195 sebelumnya.
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  tanda-tanda lainnya dari ‘ulama yang hakiki tersebut:.
اِنَّ الَّذِیۡنَ یَتۡلُوۡنَ  کِتٰبَ اللّٰہِ  وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اَنۡفَقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ سِرًّا وَّ عَلَانِیَۃً  یَّرۡجُوۡنَ  تِجَارَۃً  لَّنۡ تَبُوۡرَ ﴿ۙ ﴾  لِیُوَفِّیَہُمۡ  اُجُوۡرَہُمۡ وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ  اِنَّہٗ  غَفُوۡرٌ  شَکُوۡرٌ ﴿﴾ 
Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah,   mendirikan shalat, dan membelanjakan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan pernah  gagal.   Supaya Dia menyempurnakan kepada mereka ganjaran mereka sepenuhnya dan Dia menambahkan kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya  Dia Maha Pengampun, Maha Menghargai  (Al-Fāthir [35]:30-31).
       Ayat-ayat ini memberi gambaran mengenai   ‘ulama (orang-orang yang dilimpahi ilmu) tersebut dalam ayat sebelumnya.  Mereka bukanlah jenis ‘ulama yang diumpamakan seperti  “keledai yang di punggungnya penuh dengan tumpukan buku-buku tebal” dalam firman-Nya berikut ini, karena   mereka bukan saja tidak mampu membaca “Tanda-tanda zaman dan tanda-tanda alam” mengenai kebenaran pendakwaan  seorang “penyeru dari Allah” yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. dalam Kitab-kitab suci dan para rasul Allah sebelumnya, tetapi juga mereka  gagal membaca  Ayat-ayat Allah atau nubuatan-nubuatan yang tercantum dalam  Kitab-kitab suci serta buku-buku agama   tersebut,  dan  bahkan mereka menjadi  orang-orang yang paling depan dalam melakukan pendustaan serta penentangan terhadap Rasul Allah yang  kedatangannya  dijanjikan Allah Swt. tersebut, firman-Nya:
 مَثَلُ  الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا  التَّوۡرٰىۃَ  ثُمَّ  لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ  الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ مَثَلُ  الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Misal (perumpamaan)  orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya, adalah semisal keledai yang memikul ki-tab-kitab. Sangat  buruk misal kaum yang mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kaum yang zalim. (Al-Jumu’ah [62]:6).
       
Kepengecutan dan  Keburukan “Suara Keledai”

      Kemudian Allah Swt. berfirman  lagi mengenai “kebodohan”  orang-orang yang seperti “keledai” tersebut:
فَمَا لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ  مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ۙ﴾  کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾  فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾  بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً ﴿ۙ﴾  کَلَّا ؕ بَلۡ  لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہٗ  تَذۡکِرَۃٌ﴿ۚ﴾  فَمَنۡ  شَآءَ  ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Maka apakah yang terjadi dengan mereka hingga mereka berpaling dari peringatan,  seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan,    lari dari singa?      بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً   -- Bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka.        Sekali-kali tidak! Bahkan me-reka tidak takut pada akhirat.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan,      maka barangsiapa menghendaki, hendaklah ia memperhatikannya.   Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah meng-hendaki.  Dia memberi ketakwaan dan Dia memberi ampunan. (Al-Muddatstsīr [74]:50-57).
     Jika  serombongan keledai dalam keadaan ketakutan  ketika bertemu dengan singa,  binatang bodoh  yang pengecut tersebut bukan hanya  akan kabur berpencar tidak keruan, tetapi juga akan mengeluarkan “suara-suara keras yang buruk” didengar telinga, sebagaimana nasihat Nabi Luqman a.s. kepada anaknya, firman-Nya:
یٰبُنَیَّ  اَقِمِ الصَّلٰوۃَ  وَ اۡمُرۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ انۡہَ  عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ اصۡبِرۡ عَلٰی مَاۤ اَصَابَکَ ؕ اِنَّ  ذٰلِکَ مِنۡ عَزۡمِ  الۡاُمُوۡرِ ﴿ۚ﴾  وَ لَا تُصَعِّرۡ  خَدَّکَ  لِلنَّاسِ وَ لَا  تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  لَا  یُحِبُّ  کُلَّ مُخۡتَالٍ  فَخُوۡرٍ ﴿ۚ﴾  وَ اقۡصِدۡ فِیۡ  مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ ؕ اِنَّ  اَنۡکَرَ  الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ ﴿٪﴾
“Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan cegahlah orang berbuat kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpa engkau. Sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang telah ditetapkan. وَ لَا تُصَعِّرۡ  خَدَّکَ  لِلنَّاسِ وَ لَا  تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا --  Dan janganlah engkau me-malingkan pipi engkau dari orang-orang dengan angkuh,  dan  jangan berjalan di bumi dengan sombong. اِنَّ  اللّٰہَ  لَا  یُحِبُّ  کُلَّ مُخۡتَالٍ  فَخُوۡرٍ --  Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak dan sombong. وَ اقۡصِدۡ فِیۡ  مَشۡیِکَ     --  Dan berjalanlah engkau dengan sederhana, وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ  -- dan rendahkanlah suara engkau, اِنَّ  اَنۡکَرَ  الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ     -- Sesungguhnya yang paling tidak menyenangkan di antara suara-suara adalah  suara keledai.” (Luqman [31]:19-20).
     Benar bahwa menurut Al-Quran “suara yang paling buruk” adalah “suara keledai”, tetapi lebih buruk lagi “suara-suara fitnah” dan “hujatan-hujatan  buruk” yang senantiasa diteriakan para penentang  Rasul Allah di setiap zaman   -- terutama terhadap Nabi Besar Muhammad saw.  --  termasuk di Akhir Zaman ini.
     Jadi, bagi   orang-orang yang seperti “keledai-keledai” yang pengecut dan bersuara buruk tersebut   sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai peran Al-Quran berkenaan  pembukaan pintu nalar (logika) tidak memberikan manfaat apa pun:
Kitab Suci Al-Quran membukakan 3 pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu pertama, adalah pintu nalar atau logika. Daya nalar manusia secara sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri (Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan metoda argumentasi sehingga masalah-masalah yang sulit telah bisa dipecahkan.
   Metoda ini luar biasa dan merupakan mukjizat penalaran. Para filosof terkenal yang menemukan logika dan meletakkan dasar-dasar dari filosofi serta menyibukkan diri mereka dengan fisika dan astronomi, nyatanya tidak sanggup memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk mendukung keimanan mereka. Tidak juga mereka mampu memperbaiki kesalahan mereka atau memasukkan kemaslahatan keagamaan kepada yang lainnya.
    Bahkan sebagian besar dari mereka malah menjadi Atheis (tak mempercayai adanya Tuhan) atau lemah keimanannya, sedangkan mereka yang mempercayai adanya Tuhan lalu mencampur-adukkan kesalahan dengan kebenaran, yang tidak suci dengan yang najis, sehingga akhirnya mereka juga tersesat. Dengan demikian merupakan suatu mukjizat bahwa logika Ilahi ini tidak ada mengandung kesalahan serta memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan mulia yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya.
    Merupakan bukti yang cukup bahwa pernyataan-pernyataan Al-Quran tentang eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an dan Sifat-sifat sempurna lainnya bersifat demikian komprehensif (lengkap), sehingga tidak mungkin diungguli dan tidak juga manusia akan mampu memberikan argumentasi baru lainnya. Jika ada yang meragukan hal ini, dipersilakan yang bersangkutan mengajukan penalaran intelektual yang mendukung eksistensi atau Ketauhidan Ilahi, dimana kami nanti akan menunjukkan bahwa argumentasinya sudah ada di dalam Al-Quran atau bahkan lebih baik lagi.
      Pernyataan dan pujian atas Kitab Suci Al-Quran ini tidak semata-mata hanya omongan saja, tetapi sesungguhnya merupakan kenyataan dimana tidak akan ada seorang pun yang akan mampu mengajukan argumentasi baru yang belum diungkapkan di dalam Al-Quran. Di banyak tempat, Al-Quran sendiri menyatakan sifat komprehensifitas dirinya sendiri.” (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. II, hlm.  72-74, London, 1984).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   15 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar