Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran adalah
kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)
Pembukaan Pintu Pemahaman Ilahi (Makrifat Ilahi) Melalui Al-Quran & Pembukaan Pintu Nalar (Logika)
Bab 12
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya Masih Mau’ud a.s. menulis mengenai berbagai mukjizat eksternal Al-Quran,
selanjutnya beliau menjelaskan mengenai dibukakan-Nya “pintu pemahaman Ilahi” (makrifat Ilahi) melalui Al-Quran,
sehingga Nabi Besar Muhammad saw. –
walau pun seorang rasul Allah yang ummiy (butahuruf) --
hanya dalam waktu 23 tahun telah berhasil melakukan revolusi dalam bidang akhlak
dan ruhani serta intelektual -- bangsa Arab jahiliyah menjadi “umat terbaik” bagi kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan juga akan membangkitkannya
pada kaum lain dari antara mereka,
yang belum bertemu dengan mereka.
Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia Allah,
Dia menganugerahkannya kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Tiga “Pintu
Pemahaman” yang Dibukakan Al-Quran:
(1) Pintu Nalar (Logika)
Sehubungan dengan
keberhasilan 4 tugas utama Nabi Besar
Muhammad saw. dalam ayat یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ
وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا
مِنۡ قَبۡلُ لَفِیۡ ضَلٰلٍ
مُّبِیۡنٍ ۙ
-- “membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam
kesesatan yang nyata,” Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Kitab Suci Al-Quran membukakan 3 pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu
pertama, adalah pintu nalar atau
logika. Daya nalar manusia secara
sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya
dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri
(Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar
tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan metoda
argumentasi sehingga masalah-masalah
yang sulit telah bisa dipecahkan.
Metoda ini luar biasa dan merupakan mukjizat penalaran. Para filosof terkenal yang menemukan logika dan meletakkan dasar-dasar dari filosofi serta menyibukkan diri mereka dengan fisika dan astronomi,
nyatanya tidak sanggup memanfaatkan
pengetahuan tersebut untuk mendukung
keimanan mereka. Tidak juga mereka mampu memperbaiki kesalahan mereka atau memasukkan kemaslahatan keagamaan kepada yang lainnya.
Bahkan sebagian besar dari
mereka malah menjadi Atheis (tak
mempercayai adanya Tuhan) atau lemah
keimanannya, sedangkan mereka yang mempercayai
adanya Tuhan lalu mencampur-adukkan
kesalahan dengan kebenaran, yang
tidak suci dengan yang najis, sehingga akhirnya mereka juga tersesat. Dengan demikian merupakan
suatu mukjizat bahwa logika Ilahi ini tidak ada mengandung kesalahan serta memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan mulia yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya.
Merupakan bukti yang cukup bahwa pernyataan-pernyataan
Al-Quran tentang eksistensi Tuhan
dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an dan Sifat-sifat
sempurna lainnya bersifat demikian komprehensif
(lengkap), sehingga tidak mungkin
diungguli dan tidak juga manusia akan mampu memberikan argumentasi baru lainnya. Jika ada yang meragukan hal ini, dipersilakan yang bersangkutan mengajukan penalaran intelektual yang mendukung eksistensi atau Ketauhidan Ilahi, dimana kami nanti akan menunjukkan bahwa argumentasinya sudah ada di dalam Al-Quran atau bahkan lebih
baik lagi.
Pernyataan dan pujian atas Kitab Suci Al-Quran ini tidak semata-mata hanya omongan saja, tetapi sesungguhnya
merupakan kenyataan dimana tidak
akan ada seorang pun yang akan mampu
mengajukan argumentasi baru yang belum diungkapkan di dalam Al-Quran. Di banyak tempat, Al-Quran
sendiri menyatakan sifat komprehensifitas
dirinya sendiri.
(2) Pintu “Mutiara
Hikmah Intelektual”
Pintu kedua pemahaman Ilahi yang dibuka lebar oleh Al-Quran adalah mutiara hikmah intelektual yang karena sifatnya yang luar biasa bisa dianggap sebagai mukjizat intelektual. Bentuknya ada berbagai macam:
Pertama, pengetahuan mengenai wawasan
keimanan, dengan pengertian bahwa semua wawasan luhur yang berkaitan dengan keimanan dan semua kebenaran
sucinya serta mutiara hikmah
pengetahuan tentang Ilahi yang
dibutuhkan di dunia guna penyempurnaan
batin manusia, semuanya ada tersedia
di dalam Al-Quran.
Begitu juga dengan semua keburukan batin yang merangsang munculnya keinginan
melakukan dosa dan nafsu yang
melambarinya serta cara-cara pensucian
batin berikut semua tanda-tanda,
karakteristik dan sifat-sifat dari akhlak
luhur. Tidak ada seorang pun yang akan mampu
mengemukakan kebenaran, hikmah Ke-Ilahi-an, cara-cara mencapai
Tuhan, bentuk atau disiplin suci
ibadah Ilahi lainnya yang belum
termaktub di dalam Kitab Suci
Al-Quran.
Kedua, di dalamnya juga terkandung pengetahuan
mengenai tentang sifat-sifat batin
dan tentang psikologi yang terdapat
secara komprehensif dalam firman ajaib ini, sehingga mereka yang mau berfikir akan sampai pada kesimpulan
bahwa Kitab ini bukanlah hasil kerja siapa pun kecuali Allah Yang Maha Perkasa.
Ketiga, di dalamnya terkandung ilmu
mengenai awal dunia, mengenai akhirat dan hal-hal tersembunyi lainnya yang merupakan bagian pokok dari firman
Allah Yang Maha Mengetahui tentang hal-hal
yang tersembunyi sehingga hati
manusia akan tenteram
jadinya. Semua pengetahuan demikian akan bisa ditemui banyak sekali dan secara
rinci di dalam Kitab Suci Al-Quran
sehingga tidak ada Kitab Samawi
lainnya yang akan mampu menyamainya.
Disamping itu Al-Quran juga
mengungkapkan pengetahuan keimanan
dari subyek lainnya dengan cara yang indah. Dalam hal ini, Kitab tersebut tetap memperhatikan logika, fisika, filosofi, astronomi, psikologi, medikal, matematika dan pengetahuan tentang komposisi
yang digunakan untuk menguraikan dan
menjelaskan pengetahuan tentang keimanan, guna memudahkan pemahamannya, menarik konklusi darinya, atau untuk
menyangkal keberatan dari
orang-orang yang bodoh.
Dengan kata lain, semua subyek
ini dikemukakan Kitab Suci Al-Quran
bagi kepentingan keimanan manusia
dengan cara sedemikian rupa, sehingga
setiap bentuk intelektualitas manusia
akan dapat menyerap kemaslahatannya.
(3) Pintu “Pemahaman
Ilahi”
Pintu ketiga mengenai pemahaman
Ilahi yang telah dibukakan Al-Quran adalah pintu keberkatan ruhani yang dapat disebut sebagai mukjizat ikutan. Setiap orang yang berfikir mengetahui bahwa negeri kelahiran Hadhrat Rasulullah Saw. adalah sebuah semenanjung kecil bernama Arabia
yang letaknya terisolasi dari
negeri-negeri lainnya.
Seorang lawan yang fanatik
pun tidak akan bisa menyangkal bahwa sebelum
kedatangan Hadhrat Rasulullah Saw. bangsa
Arab di negeri ini hidup secara liar
seperti hewan dan sama sekali tidak mengerti mengenai agama, keimanan, hak-hak Tuhan,
hak-hak manusia dan bahwa selama berabad-abad mereka itu tenggelam dalam penyembahan berhala dan ajaran-ajaran
kotor lainnya, serta telah mencapai puncak
kerusakan dalam kelakuan mereka
seperti perzinahan, mabuk minuman keras, perjudian dan segala bentuk kejahatan
lainnya.
Mereka ini tidak menganggap
sebagai perbuatan dosa pelanggaran
atas hak-hak manusia lainnya seperti
tindakan pencurian, perampokan, pembunuhan anak-anak atau memakan
hak anak yatim. Dengan kata lain, segala bentuk kejahatan, kegelapan batin
serta ketidak-acuhan telah
menyelimuti hati bangsa Arab.
Revolusi Akhlak dan Ruhani di Kalangan Bangsa
Arab Jahiliyah
Kemudian setelah itu, mereka
para lawan Islam juga harus mengakui, bahwa bangsa
yang bodoh, liar dan tidak beriman
tersebut lalu memeluk agama Islam
dan beriman kepada Kitab Suci Al-Quran, dimana mereka
selanjutnya mengalami perubahan
secara drastis dan menyeluruh.
Efektivitas
dari firman Ilahi dan kedekatan
dengan sosok suci sang Nabi telah mengubah total hati mereka dalam jangka
waktu yang singkat, dimana setelah periode kebodohan (jahiliyah) itu
mereka lalu mengalami pengkayaan batin
dengan wawasan-wawasan keimanan dan
meninggalkan kecintaan terhadap dunia.
Mereka itu demikian fananya (tenggelam) dalam kecintaan kepada Allah Swt., sehingga
mereka bersedia meninggalkan rumah
dan keluarga yang dikasihi, kehormatan kedudukan sosial dan ketentraman mereka demi memperoleh
ridha Allah Yang Maha Agung.
Kedua gambaran tentang keadaan
awal dan setelah memperoleh kehidupan
baru yang didapat dengan menganut agama
Islam, semuanya jelas diungkapkan dalam Al-Quran, sehingga seorang
yang bertakwa dan saleh akan berlinang air mata membacanya.
Apakah sebenarnya yang telah menarik mereka dari suatu dunia untuk memasuki dunia lain dalam waktu demikian cepat?
Untuk itu ada dua hal, yaitu pertama, Hadhrat
Rasulullah Saw. sangat efektif
dalam menerapkan kekuatan suci beliau
sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin
bisa dipadani oleh yang lainnya.
Kedua, adalah pengaruh ajaib dan luar biasa
firman suci Allah Yang Maha
Hidup dan Maha Kuasa yang telah menarik ribuan manusia dari kegelapan kepada pencerahan.
Tidak bisa diragukan bahwa pengaruh
Al-Quran ini merupakan mukjizat
karena manusia tidak akan bisa menemukan contoh
lain pengaruh sebuah Kitab samawi yang sama efektifnya. Siapakah yang dapat memberikan bukti bahwa ada Kitab Samawi lain yang dapat membawa perubahan dan pembaharuan demikian besar
seperti yang telah dibawa oleh Kitab
Suci Al-Quran?
Ratusan
ribu orang yang telah mengalami bahwa dengan mengikuti Kitab Suci Al-Quran maka rahmat Ilahi telah turun ke kalbu
mereka dan kemudian tercipta hubungan
yang indah dengan Tuhan mereka. Nur dan wahyu Ilahi turun ke dalam hati
mereka, sedangkan wacana wawasan dan
mutiara-mutiara hikmah meluncur dari
bibir mereka.
Mereka memperoleh kepercayaan,
kepastian serta kenikmatan cinta kepada Tuhan
yang dihidupi oleh kegembiraan pertemuan dengan Wujud tersebut. Jika raga mereka misalnya lumat di giling dalam kancah
bencana dan dikempa dalam tekanan
yang amat kuat, inti pokok yang
tersisa dari mereka adalah tetap kecintaan
kepada Allah Swt..
Dunia tidak mengenal mereka, sedangkan martabat mereka berada jauh
di atas dunia. Perlakuan Tuhan
terhadap mereka sungguh luar biasa.
Mereka telah memperoleh bukti kalau Tuhan itu benar eksis (ada) dan bahwa Dia
itu Maha Esa. Bila mereka berdoa
kepada-Nya maka Dia mendengarkan, dan ketika mereka memohon pertolongan maka Dia
menolong mereka. Ketika mereka memohon
perlindungan kepada-Nya maka Dia
berlari menghampiri.
Dia mencintai mereka lebih
dari cinta seorang ayah kepada anaknya. Dia menurunkan hujan
rahmat di atas rumah-rumah
mereka. Mereka itu menjadi dikenal
karena bantuan yang terbuka dan tersembunyi, duniawi
atau pun ruhaniah yang diberikan
oleh-Nya. Dia membantu mereka di
semua bidang karena mereka itu adalah
milik-Nya dan Dia itu milik mereka.
Semua hal ini bisa dibuktikan.” (Surma
Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak
dalam Ruhani
Khazain, jld.
II, hlm. 72-79, London, 1984).
Ulil ‘Albāb (Orang-orang yang Berakal)
Sehubungan dengan pembukaan pintu nalar (logika) dalam penjelasan tersebut Masih
Mau’ud a.s. bersabda:
“Kitab Suci Al-Quran membukakan 3
pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu pertama, adalah pintu nalar atau logika. Daya nalar manusia secara sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan
dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri (Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan
metoda argumentasi sehingga masalah-masalah yang sulit telah bisa dipecahkan.”
Sabda Masih Mau’ud a.s. tersebut mengenai pembukaan pintu
nalar atau logika tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini
mengenai “orang-orang yang mempergunakan akalnya” dengan baik:
اِنَّ فِیۡ
خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ
لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ
یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ قِیٰمًا وَّ
قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ
الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ
اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
Sesungguhnya
dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil
berbaring atas rusuk mereka,
dan mereka memikirkan mengenai
penciptaan seluruh langit dan bumi seraya berkata: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ -- “Ya
Rabb
(Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia, سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ -- Maha
Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ
فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ
-- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, وَ مَا
لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ -- dan sekali-kali
tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun” (Āli ‘Imran [3]:191-193).
Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan seluruh langit dan bumi dan dalam pergantian
malam dan siang ialah: manusia
diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani
dan jasmani. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti
akan diikuti oleh masa terang benderang dan
kebahagiaan.
Tatanan
agung alam semesta jasmani yang
dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan
tertentu, dan karena seluruh alam
ini telah dijadikan untuk menghidmati
manusia, tentu saja kejadian manusia
sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yaitu itu menyembah
Allah Swt., yaitu Tuhan Pencipta seluruh langit dan bumi (QS.51:57-59), sebab manusia
merupakan “khalifah Allah” (wakil Allah) di muka bumi (QS.2:31;
QS.17:71).
Apabila orang merenungkan
tentang kandungan arti keruhanian yang
diserap dari gejala-gejala fisik di
dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu,
ia akan begitu terkesan dengan
mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya)
lalu dengan serta-merta terlontar
dari dasar lubuk hatinya seruan: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا -- “Ya Rabbana (Tuhan kami), sekali-kali tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia.”
Bahkan, nalarnya (logikanya) terus
berkembang merambah dunia keruhanian
yang terdapat dalam Kitab suci mengenai nubuatan kedatangan seorang pemberi
kabar gembira dan pemberi peringatan, sebab tanda-tanda kedatangannya antara lain merebaknya berbagai bentuk “kobaran api
kemarahan” Allah Swt. berupa berbagai
bentuk bala bencana: سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ -- Maha
Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ
فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ
-- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, وَ مَا
لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ -- dan sekali-kali
tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.”
Mengenal dan Beriman kepada Rasul Allah yang Dijanjikan
Itulah sebabnya “orang-orang yang mempergunakan akalnya”
(nalar/logika) tersebut akan mengenal kebenaran pendakwaan
seorang penyeru dari Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), firman-Nya:
رَبَّنَاۤ
اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا
ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ رَبَّنَا وَ اٰتِنَا
مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ
لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru
menyeru kami kepada keimanan seraya
berkata: "Berimanlah kamu kepada Rabb Tuhan (kamu)" maka kami telah beriman. Wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, dan hapuskanlah
dari kami kesalah-an-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama
orang-orang yang berbuat kebajikan. Wahai Rabb
(Tuhan) kami, karena itu berikanlah
kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan
rasul-rasul Eng-kau, dan janganlah
Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi
janji.” (Āli ‘Imran [3]:194-195).
Orang-orang yang “mempergunakan akalnya” secara benar
itulah yang dalam firman Allah Swt.
berikut ini disebut ‘ulama
(orang-orang berilmu) yang hakiki:,
firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ
اَنَّ اللّٰہَ اَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ
مَآءً ۚ فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ
مُّخۡتَلِفًا اَلۡوَانُہَا ؕ وَ
مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ بِیۡضٌ وَّ
حُمۡرٌ مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ
سُوۡدٌ ﴿﴾ وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ
مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ کَذٰلِکَ ؕ
اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ
الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ
غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan yang beraneka warnanya. Dan di gunung-gunung ada garis-garis
putih, merah dengan beraneka macam warnanya, dan ada yang sehitam burung gagak? Dan demikian juga di antara manusia, hewan berkaki empat dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. اِنَّمَا یَخۡشَی
اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ الۡعُلَمٰٓؤُا -- Sesungguhnya dari
antara hamba-hamba-Nya yang takut
kepada Allah adalah ‘ulama
(orang-orang berilmu). اِنَّ اللّٰہَ
عَزِیۡزٌ غَفُوۡرٌ -- Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Pengampun. (Al-Fāthir [35]:28-29).
Ayat 28
bermaksud mengatakan, bahwa bila hujan
turun di atas tanah yang kering dan gersang, maka air hujan itu menimbulkan aneka
ragam tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan
yang warna-warni serta aneka cita rasa dan bentuk
serta corak yang berlainan.
Air hujannya sama tetapi
tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang dihasilkan sangat berbeda satu sama lain.
Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah
dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat
dalam Al-Quran telah diibaratkan air — turun kepada suatu kaum, maka wahyu Ilahi itu – terutama wahyu
Al-Quran -- menimbulkan
berbagai-bagai akibat pada
bermacam-macam manusia menurut keadaan “tanah”
(hati) mereka dan cara mereka menerimanya.
Keragaman yang indah sekali dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan
dalam ayat sebelumnya tidak hanya terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas dan ternak.
Kata an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām
(binatang ternak) dapat juga melukiskan manusia
dengan bermacam-macam kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami.
‘Ulama yang Hakiki &
Perumapamaan “Keledai Pemikul
Buku-buku Tebal”
Ungkapan ayat selanjutnya: اِنَّمَا یَخۡشَی
اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ الۡعُلَمٰٓؤُا -- “Sesungguhnya dari antara hamba-hambanya yang takut kepada Allah dari
adalah ‘ulama
(orang-orang yang berilmu)” memberikan bobot
arti kepada pandangan bahwa ketiga
kata itu -- an-nās (manusia),
ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) -- menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara mereka itu hanya mereka yang dikaruniai ilmu (‘ulama) saja yang takut kepada Allah
Swt.,Tuhan Pencipta alam semesta.
Akan tetapi di sini ilmu itu
tidak seharusnya selalu berarti ilmu
keruhanian atau ilmu agama, tetapi
juga pengetahuan hukum alam. Sebab penyelidikan
yang seksama terhadap alam semesta dan hukum-hukumnya
niscaya membawa orang kepada makrifat mengenai kekuasaan Maha Besar Allah Ta’ala, dan sebagai akibatnya mereka merasa kagum
dan takzim terhadap Tuhan, sebagaimana dikemukakan dalam
Surah Ali ‘Imran 191-195 sebelumnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tanda-tanda
lainnya dari ‘ulama yang hakiki tersebut:.
اِنَّ
الَّذِیۡنَ یَتۡلُوۡنَ کِتٰبَ
اللّٰہِ وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اَنۡفَقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ سِرًّا وَّ
عَلَانِیَۃً یَّرۡجُوۡنَ تِجَارَۃً
لَّنۡ تَبُوۡرَ ﴿ۙ ﴾ لِیُوَفِّیَہُمۡ اُجُوۡرَہُمۡ وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ
ؕ اِنَّہٗ غَفُوۡرٌ
شَکُوۡرٌ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang membaca Kitab Allah, mendirikan shalat, dan membelanjakan
sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan
kepada mereka dengan sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan, mereka
itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan pernah gagal. Supaya Dia menyempurnakan kepada mereka ganjaran mereka sepenuhnya dan Dia menambahkan kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun, Maha Menghargai (Al-Fāthir [35]:30-31).
Ayat-ayat
ini memberi gambaran mengenai ‘ulama
(orang-orang yang dilimpahi ilmu) tersebut dalam ayat sebelumnya. Mereka bukanlah jenis ‘ulama yang diumpamakan
seperti “keledai yang di punggungnya penuh dengan tumpukan buku-buku tebal”
dalam firman-Nya berikut ini, karena mereka bukan saja tidak mampu membaca “Tanda-tanda
zaman dan tanda-tanda alam”
mengenai kebenaran pendakwaan seorang “penyeru
dari Allah” yang kedatangannya dijanjikan
Allah Swt. dalam Kitab-kitab suci dan
para rasul Allah sebelumnya, tetapi
juga mereka gagal membaca Ayat-ayat Allah atau nubuatan-nubuatan yang tercantum dalam Kitab-kitab
suci serta buku-buku agama tersebut,
dan bahkan mereka menjadi orang-orang
yang paling depan dalam melakukan pendustaan
serta penentangan terhadap Rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan Allah Swt. tersebut,
firman-Nya:
مَثَلُ
الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا
التَّوۡرٰىۃَ ثُمَّ لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ
مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ لَا
یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Misal
(perumpamaan) orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka
tidak memikulnya, adalah semisal
keledai yang memikul ki-tab-kitab.
Sangat buruk misal kaum yang
mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah
tidak akan memberi petunjuk kaum yang zalim. (Al-Jumu’ah [62]:6).
Kepengecutan dan Keburukan
“Suara Keledai”
Kemudian Allah Swt. berfirman lagi mengenai “kebodohan” orang-orang yang
seperti “keledai” tersebut:
فَمَا
لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ مُعۡرِضِیۡنَ
﴿ۙ﴾ کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾ فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾ بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ
اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً ﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ بَلۡ
لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾ کَلَّاۤ
اِنَّہٗ تَذۡکِرَۃٌ﴿ۚ﴾ فَمَنۡ
شَآءَ ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ
ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Maka apakah yang terjadi
dengan mereka hingga mereka berpaling
dari peringatan, seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan, lari
dari singa? بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ
امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً -- Bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka. Sekali-kali tidak! Bahkan me-reka tidak takut pada akhirat. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu
adalah peringatan, maka barangsiapa menghendaki, hendaklah ia memperhatikannya. Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali
jika Allah meng-hendaki. Dia memberi
ketakwaan dan Dia memberi ampunan.
(Al-Muddatstsīr
[74]:50-57).
Jika serombongan keledai dalam keadaan ketakutan ketika bertemu dengan singa, binatang bodoh yang pengecut
tersebut bukan hanya akan kabur berpencar tidak keruan, tetapi juga
akan mengeluarkan “suara-suara keras yang
buruk” didengar telinga, sebagaimana nasihat
Nabi Luqman a.s. kepada anaknya, firman-Nya:
یٰبُنَیَّ اَقِمِ الصَّلٰوۃَ وَ اۡمُرۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ انۡہَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ اصۡبِرۡ عَلٰی مَاۤ
اَصَابَکَ ؕ اِنَّ ذٰلِکَ مِنۡ
عَزۡمِ الۡاُمُوۡرِ ﴿ۚ﴾ وَ لَا تُصَعِّرۡ
خَدَّکَ لِلنَّاسِ وَ لَا تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ کُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرٍ ﴿ۚ﴾ وَ اقۡصِدۡ فِیۡ
مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ ؕ اِنَّ اَنۡکَرَ
الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ ﴿٪﴾
“Wahai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan
cegahlah orang berbuat kemungkaran,
dan bersabarlah atas apa yang menimpa
engkau. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah dari perkara-perkara yang telah ditetapkan. وَ لَا
تُصَعِّرۡ خَدَّکَ لِلنَّاسِ وَ لَا تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا -- Dan janganlah engkau me-malingkan pipi engkau
dari orang-orang dengan angkuh, dan jangan
berjalan di bumi dengan sombong. اِنَّ
اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
کُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرٍ -- Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak
dan sombong. وَ اقۡصِدۡ
فِیۡ مَشۡیِکَ -- Dan
berjalanlah engkau dengan sederhana,
وَ اغۡضُضۡ
مِنۡ صَوۡتِکَ -- dan rendahkanlah
suara engkau, اِنَّ اَنۡکَرَ الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ -- Sesungguhnya yang paling tidak menyenangkan di antara suara-suara adalah suara
keledai.” (Luqman [31]:19-20).
Benar bahwa menurut Al-Quran “suara yang paling buruk” adalah “suara
keledai”, tetapi lebih buruk lagi “suara-suara fitnah” dan
“hujatan-hujatan buruk” yang senantiasa diteriakan para penentang Rasul Allah di
setiap zaman -- terutama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. --
termasuk di Akhir Zaman ini.
Jadi, bagi
orang-orang yang seperti “keledai-keledai”
yang pengecut dan bersuara buruk tersebut sabda Masih
Mau’ud a.s. mengenai peran Al-Quran
berkenaan pembukaan pintu nalar (logika) tidak memberikan manfaat apa pun:
“Kitab Suci Al-Quran membukakan 3 pintu bagi pemahaman kebenaran. Pintu
pertama, adalah pintu nalar atau
logika. Daya nalar manusia secara
sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan Sifat-sifat-Nya
dalam Penciptaan, Ke-Esa-an, Kekuasaan, Rahmat dan Sifat tegak dengan Dzat-Nya Sendiri
(Al-Qayyum). Dalam penggunaan daya nalar
tersebut ikut berperan logika, fisika, medikal, astronomi, matematika, filosofi dan metoda
argumentasi sehingga masalah-masalah
yang sulit telah bisa dipecahkan.
Metoda ini luar biasa dan merupakan mukjizat penalaran. Para filosof terkenal yang menemukan logika dan meletakkan dasar-dasar dari filosofi serta menyibukkan diri mereka dengan fisika dan astronomi,
nyatanya tidak sanggup memanfaatkan
pengetahuan tersebut untuk mendukung
keimanan mereka. Tidak juga mereka mampu memperbaiki kesalahan mereka atau memasukkan kemaslahatan keagamaan kepada yang lainnya.
Bahkan sebagian besar dari
mereka malah menjadi Atheis (tak
mempercayai adanya Tuhan) atau lemah
keimanannya, sedangkan mereka yang mempercayai
adanya Tuhan lalu mencampur-adukkan
kesalahan dengan kebenaran, yang
tidak suci dengan yang najis, sehingga akhirnya mereka juga tersesat. Dengan demikian merupakan
suatu mukjizat bahwa logika Ilahi ini tidak ada mengandung kesalahan serta memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan mulia yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya.
Merupakan bukti yang cukup bahwa pernyataan-pernyataan
Al-Quran tentang eksistensi Tuhan
dan Sifat-sifat-Nya dalam Penciptaan, Ke-Esa-an dan Sifat-sifat
sempurna lainnya bersifat demikian komprehensif
(lengkap), sehingga tidak mungkin
diungguli dan tidak juga manusia akan mampu memberikan argumentasi baru lainnya. Jika ada yang meragukan hal ini, dipersilakan yang bersangkutan mengajukan penalaran intelektual yang mendukung eksistensi atau Ketauhidan Ilahi, dimana kami nanti akan menunjukkan bahwa argumentasinya sudah ada di dalam Al-Quran atau bahkan lebih
baik lagi.
Pernyataan dan pujian atas Kitab Suci Al-Quran ini tidak semata-mata hanya omongan saja, tetapi sesungguhnya
merupakan kenyataan dimana tidak
akan ada seorang pun yang akan mampu
mengajukan argumentasi baru yang belum diungkapkan di dalam Al-Quran. Di banyak tempat, Al-Quran
sendiri menyatakan sifat komprehensifitas
dirinya sendiri.” (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. II, hlm. 72-74, London, 1984).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 15
Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar