Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)
Nubuatan Kehancuran Kekuasaan Duniawi Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) & Empat Mukjizat Abadi Kitab Suci Al-Quran
Bab 10
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan mengenai keprihatinan besar Masih Mau’ud a.s. ketika menyaksikan merebaknya “fitnah Dajjal” akibat
pelepasan Ya’juj (Gog) – Ma’juj (Magog) dari pemenjaraannya
selama 1000 tahun (Wahyu 20:7-10; QS.18:95:102;
QS.21:97) -- di Akhir Zaman ini, yang telah mencengkram
baik kehidupan jasmani (duniawi) mau pun dunia keagamaan, termasuk umat
Islam, dan bahaya besar yang ditimbulkannya, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ عَلٰی عَبۡدِہِ الۡکِتٰبَ وَ لَمۡ یَجۡعَلۡ لَّہٗ عِوَجًا ؕ﴿ٜ﴾ قَیِّمًا لِّیُنۡذِرَ بَاۡسًا شَدِیۡدًا مِّنۡ لَّدُنۡہُ وَ یُبَشِّرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا حَسَنًا ۙ﴿﴾ مَّاکِثِیۡنَ فِیۡہِ اَبَدًا ۙ﴿﴾ وَّ یُنۡذِرَ
الَّذِیۡنَ قَالُوا اتَّخَذَ
اللّٰہُ وَلَدًا ٭﴿﴾ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ
عِلۡمٍ وَّ لَا لِاٰبَآئِہِمۡ ؕ کَبُرَتۡ
کَلِمَۃً تَخۡرُجُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ ؕ اِنۡ یَّقُوۡلُوۡنَ اِلَّا کَذِبًا ﴿﴾ فَلَعَلَّکَ بَاخِعٌ
نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ اِنۡ لَّمۡ
یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَسَفًا ﴿﴾ اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَی الۡاَرۡضِ زِیۡنَۃً لَّہَا لِنَبۡلُوَہُمۡ اَیُّہُمۡ
اَحۡسَنُ
عَمَلًا ﴿﴾ وَ اِنَّا لَجٰعِلُوۡنَ مَا
عَلَیۡہَا صَعِیۡدًا جُرُزًا ؕ﴿﴾
Aku
baca dengan nama Allah Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Segala
puji bagi Allah Yang telah
menurunkan kepada hamba-Nya Kitab Al-Quran ini dan Dia tidak menjadikan padanya kebengkokan.
Sebagai penjaga untuk memberi peringatan mengenai siksaan yang dahsyat dari hadirat-Nya, dan memberikan kabar gembira kepada
orang-orang beriman yang beramal
saleh bahwa sesungguhnya bagi mereka
ada ganjaran yang baik, mereka menetap
di dalamnya selama-lamanya. وَّ یُنۡذِرَ الَّذِیۡنَ قَالُوا اتَّخَذَ اللّٰہُ وَلَدًا -- Dan
supaya memperingatkan orang-orang yang berkata: "Allah
mengambil seorang anak laki-laki.
مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ وَّ لَا لِاٰبَآئِہِمۡ -- Mereka
sekali-kali tidak memiliki
pengetahuan mengenainya, dan tidak
pula bapak-bapak mereka memilikinya. کَبُرَتۡ کَلِمَۃً تَخۡرُجُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ -- Sangat
besar keburukan perkataan yang keluar dari mulut mereka, اِنۡ یَّقُوۡلُوۡنَ اِلَّا کَذِبًا -- mereka
tidak mengucapkan kecuali kedustaan.
فَلَعَلَّکَ
بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ اِنۡ لَّمۡ یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَسَفًا -- Maka sangat
mungkin engkau akan membinasakan
diri engkau karena sangat sedih sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini. اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَی الۡاَرۡضِ زِیۡنَۃً لَّہَا لِنَبۡلُوَہُمۡ اَیُّہُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا -- Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi perhiasan baginya
supaya Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. وَ اِنَّا لَجٰعِلُوۡنَ مَا عَلَیۡہَا صَعِیۡدًا جُرُزًا -- Dan sesungguhnya Kami niscaya akan menjadikan segala yang
ada di atasnya menjadi tanah-rata yang tandus. (Al-Kahf [18]:1-9).
Nubuatan Hancurnya Kekuasaan Duniawi Ya’juj
dan Ma’juj
Ayat 9
mengandung suatu kabar gaib (nubuatan) bahwa bangsa-bangsa Kristen dari Barat – yakni Gog (Ya’juj dan Magog
(Maj’juj) atau “fitnah Dajjal” --sesudah memperoleh kekayaan, kekuatan,
kekuasaan, dan sesudah mendapat penemuan-penemuan besar dalam bidang
duniawi, akhirnya akan membuat bumi
Allah itu penuh dengan kedosaan dan keburukan, seperti yang dituturkan oleh Bible, firman-Nya:
وَ حَرٰمٌ
عَلٰی قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَاۤ اَنَّہُمۡ لَا
یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ حَتّٰۤی اِذَا
فُتِحَتۡ یَاۡجُوۡجُ وَ مَاۡجُوۡجُ وَ ہُمۡ مِّنۡ
کُلِّ حَدَبٍ یَّنۡسِلُوۡنَ ﴿﴾ وَ اقۡتَرَبَ الۡوَعۡدُ الۡحَقُّ فَاِذَا ہِیَ
شَاخِصَۃٌ اَبۡصَارُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
ؕ یٰوَیۡلَنَا قَدۡ کُنَّا فِیۡ غَفۡلَۃٍ
مِّنۡ ہٰذَا بَلۡ کُنَّا
ظٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّکُمۡ وَ مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
حَصَبُ جَہَنَّمَ ؕ اَنۡتُمۡ لَہَا
وٰرِدُوۡنَ ﴿﴾ لَوۡ کَانَ ہٰۤؤُلَآءِ اٰلِہَۃً مَّا وَرَدُوۡہَا ؕ
وَ کُلٌّ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ فِیۡہَا زَفِیۡرٌ وَّ
ہُمۡ فِیۡہَا لَا یَسۡمَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan terlarang bagi penduduk suatu negeri
yang telah Kami binasakan bahwa
sesungguhnya mereka itu tidak mungkin
kembali. حَتّٰۤی اِذَا فُتِحَتۡ یَاۡجُوۡجُ وَ مَاۡجُوۡجُ وَ
ہُمۡ مِّنۡ کُلِّ
حَدَبٍ یَّنۡسِلُوۡنَ -- Hingga apabila
dibukakan pintu pemenjaraan Ya’juj dan Ma’juj dan mereka turun dengan cepat dari setiap
ketinggian. Sudah
mendekat janji yang benar maka
sekonyong-konyong akan terbelalak mata
orang-orang kafir, mereka berseru, “Aduhai, celaka kami! Sungguh kami
dalam kelalaian mengenai hal ini, bahkan kami adalah orang yang zalim!” Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu
sembah selain Allah adalah bahan bakar
Jahannam, kamu akan mendatanginya. Seandainya mereka
itu tuhan-tuhan, mereka sekali-kali
tidak akan masuk mendatanginya, dan semuanya
akan kekal di dalamnya. Mereka di dalamnya merintih, dan mereka
di dalamnya tidak mendengar kabar
gembira. (Al-Anbiyā[21]:96-101).
Bahwa orang
mati sekali-kali tidak akan dikembalikan lagi ke dunia, merupakan hukum Ilahi yang tidak dapat dielakkan
dan dihindarkan. Mereka yang meninggalkan dunia ini meninggalkannya untuk selama-lamanya (QS.23:100-101). Jika ayat 97
mengenai Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) dibaca bersama-sama
dengan ayat yang mendahuluinya, maka maksud ayat ini ialah bahwa hukum alam bekerja demikian rupa,
sehingga sekali bila suatu kaum —
sesudah mencapai puncak kejayaan dan kemuliaannya — mengalami kebinasaan dan kehancuran mereka tidak mendapatkan kembali kejayaan mereka yang hilang itu.
Demikian pula Ya’juj dan Ma’juj pun -- yakni bangsa-bangsa Non-Muslim dari barat -- dengan kejayaan
dan kemuliaan besar dalam kebendaan tidak dapat mengelakkan diri
dari hukum alam tersebut. Mereka akan
jatuh dan tidak akan bangkit kembali untuk selama-lamanya.
Ya’juj dan
Ma’juj atau bangsa-bangsa Kristen barat mulai dari abad ke 17 Masehi telah mencapai
segala puncak kekuasaan politik dan
telah menyebar ke seluruh dunia. Ungkapan Al-Quran وَ ہُمۡ مِّنۡ
کُلِّ حَدَبٍ یَّنۡسِلُوۡنَ -- “dan
mereka turun dengan cepat dari setiap ketinggian ” berarti, bahwa mereka akan menempati
setiap ujung yang membawa keuntungan
dan akan menguasai seluruh dunia.
Kekuasaan Ya’juj
(Gog) dan Ma’juj (Magog) akan
diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang
membawa bencana di dunia, yang
akhirnya akan menyebabkan kejayaan dan kemenangan
Islam (QS.61:10) dan menjadi sebab kekuatan-kekuatan
kepalsuan dan kebendaan yang
menjelma dalam wujud Ya’juj dan Ma’juj atau fitnah Dajjal itu musnah.
Mewujudkan Kejayaan Islam Kedua Kali & Kebenaran dan Keunggulan Al-Quran
Bila
sesudah kehancuran Ya’juj-Ma’juj
secara mutlak, maka Islam melalui perjuangan Rasul
Akhir Zaman atau Masih Mau’ud a.s.
dan Jamaah beliau yang dipimpin oleh para Khalifatul Masih akan memperoleh kembali kejayaan dan kemuliaannya
seperti sediakala (QS.61:10), mereka
yang telah berputus-asa mengenai kebangkitan kembali mata kepala mereka sendiri hampir-hampir tidak dapat
mempercayainya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
menyukai (Ash-Shaf [61]:10).
Akibat fitnah Dajjal tersebut kemurkaan Allah akan bangkit, dan sesuai
dengan nubuatan-nubuatan yang
diucapkan oleh mulut para nabi Allah,
di dalam Perjanjian Lama maupun
di dalam Perjanjian Baru, Al-Quran
dan hadits,
bencana-bencana luar-biasa akan
menimpa bumi secara meluas, serta segala kemajuan
yang tadinya telah dicapai oleh mereka dan semua buah tangan mereka, gedung-gedung mereka yang tinggi megah, keindahan negeri mereka, serta segala
kemuliaan, kemegahan, dan keagungan mereka sama sekali akan menjadi hancur berantakan.
Dengan demikian
terjadinya Perang Dunia I dan Perang Dunia II pun merupakan bagian dari nubuatan dan peringatan
yang dikemukakan Al-Quran, sedangkan Perang Dunia III atau Perang Nuklir hanya tinggal menunggu waktunya yang akan terjadi secara tiba-tiba (QS.18:33-45 & 98-102; QS.20:103-112).
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan kebenaran
dan keunggulan Al-Quran
yang abadi atas Kitab-kitab
yang diwahyukan sebelumnya:
“Bukti eksternal kebenaran dan superioritas Al-Quran
ada 4 macam. Pertama, adalah yang
berkaitan dengan hal-hal yang perlu
diperbaharui; kedua, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus disempurnakan; ketiga, yang berkaitan dengan hal-hal alamiah, dan keempat, yang
berkaitan dengan hal-hal yang
tersembunyi. Adapun
bukti internal kebenaran dan keunggulan Al-Quran berkaitan dengan hal-hal alamiah.
Hal-hal yang harus diperbaharui
adalah akidah-akidah salah yang
dianut manusia -- sebagai pengganti akidah
haqiqi -- yang telah melenceng
dengan berjalannya waktu dimana penyelewengan itu telah meluas sedemikian rupa, sehingga Tuhan
menganggap perlu memperbaharuinya.
Hal-hal yang perlu disempurnakan
mencakup ajaran-ajaran yang dianggap
berkekurangan (tidak lengkap) dalam
semua Kitab-kitab yang diwahyukan
terdahulu, dimana kekurangan dan ketidak-lengkapannya
itu menjadi jelas jika dibandingkan dengan ajaran yang sempurna, sehingga memerlukan adanya suatu Kitab baru yang diwahyukan untuk memperbaikinya.
Hal-hal yang bersifat alamiah
terdiri lagi dari 2 macam. Pertama,
yang bersifat eksternal yaitu segala
hal yang diciptakan Allah Swt. tanpa
adanya campur-tangan manusia, dimana Dia telah memboboti setiap dzarah benda
dimaksud dengan keagungan, keunikan dan kebesaran sistem penciptaan yang menakjubkan fikiran.
Kedua, yang bersifat internal, seperti keindahan bentuk komposisi
serta isi Kitab yang diwahyukan, yang tidak mungkin dipadani
oleh kemampuan akal manusia. Karena sifat tanpa tanding dan keunikan tersebut maka manusia akan
merasa digiring kepada Wujud Yang Maha Esa dan Maha Kuasa tersebut sehingga Kitab itu menjadi cermin yang menunjukkan refleksi (pantulan) Tuhan.
Adapun yang dimaksud dengan hal-hal
tersembunyi adalah segala hal yang lahir keluar dari lidah seorang manusia
dimana diyakini bahwa sebenarnya
pernyataan seperti itu berada di luar
kemampuan dirinya. Kalau kita membandingkan perkataan-perkataan itu dengan keadaan manusia bersangkutan,
sebenarnya jelas bahwa hal itu di luar
kemampuan yang bersangkutan dan tidak
mungkin dapat diperoleh melalui perenungan
atau pengamatan sendiri atau pun
berasal dari orang lain yang
dikenalnya.
Pada orang-orang lain hal
demikian mungkin tidak menjadi suatu hal yang mustahil -- karena misalnya memang telah memiliki pengetahuan dan dasar pendidikan yang cukup -- dengan demikian hal seperti itu
menjadi bersifat relative, yaitu pada seseorang tertentu hal demikian dianggap sebagai suatu yang tersembunyi
tetapi pada orang lain tidaklah demikian.” (Brahin-i-
Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld. I, hlm. 143-145, London, 1984).
Pemansukhan (Pembatalan) Syariat Lama dengan Syariat
Terakhir dan Tersempurna
Mengisyaratkan kepada
pentingnya proses penyempumaan hukum-hukum
syariat sebelumnya dalam bentuk Al-Quran -- yang merupakan syariat dan kitab suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) -- itulah firman Allah Swt. berikut ini:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا
نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا
ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni
batalkan atau Kami biarkan terlupa,
maka Kami datangkan yang lebih baik
darinya atau yang semisalnya.
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
Ayah berarti, pesan, tanda, perintah
atau ayat Al-Quran (Lexicon Lane).
Ada kekeliruan dalam mengambil
kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat
Al-Quran telah dimansukhkan
(dibatalkan). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat
Al-Quran karena Allah Swt. menjamin pemeliharaan Al-Quran dalam segala
seginya (QS.15:10).
Dalam ayat sebelum dan sesudahnya
telah disinggung mengenai Ahlul Kitab
dan kedengkian mereka terhadap wahyu baru yang
menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh (batal) menunjuk kepada wahyu-wahyu terdahulu. Dijelaskan bahwa Kitab Suci terdahulu mengandung dua macam perintah:
(a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah
dan karena keuniversilan wahyu baru
itu menghendaki pembatalan;
(b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti
dengan perintah-perintah baru dan
pula menegakkan kembali perintah-perintah
yang sudah hilang, maka Allah Swt.
menghapuskan beberapa bagian wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan
lagi bagian-bagian yang hilang dengan
yang sama. Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran.
Al-Quran telah membatalkan
semua Kitab Suci sebelumnya, sebab —
mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula
kepada seluruh umat manusia dari semua zaman, karena itu ajaran yang lebih rendah dengan lingkup
tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas universal, yakni Al-Quran.
Dalam ayat ini kata nansakh
(Kami membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik),
dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā
(yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah Swt. menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik, dan bila untuk
sementara waktu Dia membiarkan sesuatu
dilupakan orang, Dia menghidupkannya
kembali pada waktu yang lain.
Diakui oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan
ke Babil oleh Nebukadnezar (QS.2:260;
QS.17:5-6), seluruh Taurat (lima
Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang sebab
ketika itu terjadi penghancuran kota Yerusalem termasuk rumah
ibadah yang didirikan oleh Nabi
Sulaiman a.s. (Encyclopaedia Biblica).
Empat Mukjizat
Al-Quran yang Abadi: Mukjizat
Pertama Berupa Azab Ilahi
Kemudian masih tentang mukjizat dan nubuatan, selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:
“Beberapa
mukjizat dan nubuatan Kitab Suci Al-Quran
bersifat sedemikian rupa, sehingga
hal-hal itu tetap menjadi suatu hal yang mengagumkan
manusia sekarang ini dan suatu hal
yang tidak bisa disangkal. Mukjizat tanda penghukuman yang diperlihatkan
kepada golongan kafir pada masa itu,
pada saat ini pun bisa kita saksikan
karena hal itu merupakan konsekwensi
sewajarnya dari suatu premis (dasar
fikiran) yang pasti dan tidak bisa dibantah siapa pun.
Premis yang pertama adalah
bahwa tanda-tanda [azab] tersebut dituntut oleh golongan kafir ketika Hadhrat
Rasulullah Saw. beserta sahabat-sahabat
beliau sedang dianiaya golongan
kafir dengan berbagai macam cara di Mekkah. Saat itu Islam
berada dalam keadaan sangat lemah
sehingga golongan kafir di Mekkah mengolok-olok umat Muslim dan mengatakan: “Jika kalian
memang benar, lalu mengapa kalian menderita demikian rupa di tangan kami
dan Tuhan yang kalian sembah nyatanya tidak menolong kalian, serta mengapa jumlah kalian demikian sedikit
sehingga mudah dihancurkan? Kalau
kalian memang benar, lalu mengapa
kami tidak dihukum?”
Apa yang disampaikan kepada orang-orang kafir itu sebagai jawaban ada terdapat di berbagai tempat
dalam Al-Quran dan hal itu menjadi premis kedua sebagai pengakuan dari keagungan nubuatan ini. Masa itu merupakan periode pahit dimana nyawa
Hadhrat Rasulullah Saw. beserta para
sahabat selalu berada dalam keadaan terancam, dan bayangan kekalahan tampak dari segala jurusan.
Pada masa demikian, sebagai jawaban
atas tuntutan orang-orang kafir
mengenai tanda penghukuman, secara lugas dinyatakan bahwa mereka pasti akan segera melihat tanda-tanda kemenangan Islam serta hukuman bagi mereka sendiri.
Dikatakan bahwa Islam yang
tampak sebagai sebuah benih kecil
pada saat itu, nantinya akan memanifestasikan
wujudnya sebagai sebuah pohon besar,
sedangkan mereka yang meminta tanda
penghukuman suatu hari nanti akan takluk
berada di bawah ujung pedang serta seluruh jazirah Arab akan dibersihkan dari kekafiran.
Kekuasaan atas tanah Arab
akan beralih ke tangan umat Muslim
dan Allah Yang Maha Kuasa akan menegakkan Islam sedemikian kokohnya di tanah Arab, sehingga penyembahan
berhala akan hapus
selama-lamanya dan rasa ketakutan umat
Muslim akan menjadi ketenteraman.
Islam akan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang amat besar dan berkuasa, sehingga negeri-negeri
lain akan masuk dalam bayangan
kemenangannya, yang akan meluas
ke daerah-daerah yang jauh serta munculnya kerajaan-kerajaan yang akan bertahan sampai dengan akhir dunia nanti.
Kalau sekarang manusia mau merenungi kedua premis itu dan memperhatikan bahwa saat dibuatnya nubuatan
bersangkutan adalah ketika suasana
sedang amat menyedihkan bagi umat Muslim, dimana nubuatan yang dikemukakan tersebut bertentangan dengan kondisi saat itu dan terlihat sebagai suatu hal yang mustahil, lalu selanjutnya menelaah sejarah Islam dan melihat bagaimana nubuatan itu dipenuhi
secara sempurna dan menggetarkan
hati, karena manifestasinya
demikian dahsyat ke seluruh timur dan barat, maka ia akan mengakuinya
sebagai suatu mukjizat yang tidak diragukan sama sekali.
Mukjizat Kedua: Revolusi Akhlak dan Ruhani &
Mukjizat Ketiga: Kesempurnaan Ajaran Al-Quran
Mukjizat kedua dari Al-Quran
yang bisa kita saksikan adalah perubahan
luar biasa pada diri sahabat-sahabat
Hadhrat Rasulullah Saw., karena karunia
berkat dari mengikuti Kitab Suci Al-Quran dan karena kedekatan dengan beliau. Kalau kita perhatikan bagaimana sifat dan kelakuan
mereka sebelum dan setelah menganut Islam, akan terlihat
bagaimana berkat mengikuti Al-Quran dan berkat kedekatan dengan Hadhrat Rasulullah Saw. nyatanya telah mengubah mereka dari keadaan akhlak yang hina menjadi orang-orang dengan keimanan, akhlak, perilaku, cara bicara dan lain-lainnya yang amat luhur.
Kita harus mengakui, bahwa perubahan akbar dari kepribadian yang demikian berkarat menjadi sosok-sosok segar yang dikaruniai
Nur dan kecemerlangan keimanan
adalah suatu transformasi
(perubahan) luar biasa yang diwujudkan oleh kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. Transformasi ini demikian luar
biasa sehingga patut dianggap sebagai suatu mukjizat.
Mukjizat ketiga Kitab Suci Al-Quran yang bisa kita
saksikan sendiri adalah kebenaran, wawasan serta mutiara hikmah yang memenuhi
komposisinya yang demikian sempurna. Mukjizat
ini nyata sekali dalam Al-Quran sebagaimana difirmankan:
قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ
الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا
یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ
Katakanlah: “Seandainya manusia dan jin berhimpun
bersama-sama untuk mendatangkan yang
sama seperti Al-Quran ini, tidaklah
mereka akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini” (Bani Israil [17]:89).
Mukjizat ini menjadi nyata
karena selama 1300 tahun terakhir ini tidak ada satu pun yang berani menanggapi tantangan tersebut
meskipun Kitab ini sudah dicetak di
berbagai negeri di dunia. Hal itu membuktikan bahwa kemampuan manusia sama sekali tidak
memadai untuk bersaing dengan
Al-Quran.
Mustahil bagi manusia untuk menghasilkan satu saja padanan keluhuran
Al-Quran yang berjumlah ratusan
itu. Sebagai contoh, salah satu keluhuran Al-Quran adalah karena Kitab ini merangkum seluruh wawasan
keagamaan dan tidak ada kebenaran
dan kebijaksanaan suatu agama yang tidak ditemukan di dalamnya.
Mampukah manusia menghasilkan
kitab dengan sifat-sifat seperti
ini? Bila ada yang meragukan kenyataan
bahwa Kitab Suci Al-Quran telah merangkum kebenaran semua agama maka peragu tersebut -- apakah ia
itu seorang Kristiani, penganut Arya, Brahmo atau pun seorang atheis
-- dipersilakan untuk menelaah masalah ini dengan caranya
sendiri.
Jika ia memang seorang pencahari
kebenaran maka kami akan mengambil tanggung
jawab untuk memuaskan hatinya.
Semua kebenaran suci yang terkandung di dalam Kitab Injil, atau kata-kata bijak yang kita temui dalam buku para filosof, atau kebenaran yang secara kebetulan bisa dijumpai dalam Kitab Veda, atau pun semua kebijakan dan pengertian yang terdapat pada ratusan buku-buku kaum Sufi, semuanya
itu ada terangkum di dalam Al-Quran.
Penelitian yang kami lakukan
selama 30 tahun terakhir telah mengemukakan secara konklusif dan pasti bahwa tidak ada kebenaran
ruhaniah yang bermanfaat bagi penyempurnaan jiwa serta pengembangan intelektual dan kalbu, yang tidak terdapat dalam Al-Quran.
Hal ini bukan semata pengalaman diriku
semata tetapi juga merupakan pengakuan
Al-Quran sendiri yang telah diuji
dan dibenarkan oleh ribuan ulama dan orang-orang suci dari sejak awal.
Mukjizat Keempat: Pengabulan
Doa dan Pertolongan Ilahi
Mukjizat
keempat dari Kitab Suci Al-Quran
adalah pengaruh keruhanian yang
merupakan suatu hal yang inheren
(melekat) dalam dirinya sejak awal.
Berarti bahwa para penganutnya akan diridhai Allah Swt. dan dikaruniai
kesempatan berbicara dengan Tuhan.
Permohonan mereka dikabulkan Allah Yang Maha Kuasa dan Dia menjawab mereka dengan kasih dan rahmat-Nya serta memberitahukan
kepada mereka misteri-misteri
tersembunyi sebagaimana Dia telah memberitahukannya
kepada para nabi.
Dia membedakan mereka dari orang kebanyakan dengan mengaruniakan
kepada mereka tanda-tanda pertolongan
dan bantuan-Nya. Hal ini merupakan
suatu tanda yang akan berlanjut terus di antara umat Muslim sampai dengan Hari Penghisaban.
Tanda ini telah dimanifestasikan sepenuhnya dan tetap ada saat ini pun. Sekarang ini
pun di antara umat Muslim ada yang dikaruniai Allah Yang Maha Agung dengan
wahyu dan kasyaf berkaitan dengan hal-hal
yang tersembunyi. Wahai kalian para pencahari
kebenaran yang lapar dan haus akan tanda-tanda haqiqi, pertimbangkanlah secara jujur dengan pandangan
yang bersih, betapa luhurnya tanda-tanda
yang telah dikemukakan Allah Swt.
di dalam Kitab Suci Al-Quran, dan
bagaimana tanda-tanda itu mewujud dan terlihat di setiap zaman.
Adapun mukjizat dari para nabi terdahulu sekarang ini hanya
tinggal sebagai cerita dongeng saja
yang tidak bisa diukur seberapa
tinggi derajat kebenarannya.” (Tasdiqin Nabi, hlm. 20-23 dan
Maktubati
Ahmadiyah, jld. III, hlm. 49-53).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 13
Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar