Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran adalah
kotak besar yang berisi batu ratna mutu-manikam, namun manusia tidak
menyadarinya”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”.
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Makrifat Ilahi Hakiki Hanya Bersumber dari Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad Saw. & Al-Quran
Merupakan Khātamul-Kutub
Bab 3
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan
mengenai kemerosotan
umat Islam di Hindustan. Agar permasalahannya dimengerti mengapa Mirza Ghulam Ahmad a.s. --
Pendiri Jemaat Muslim
Ahmadiyah -- atau Masih Mau’ud a.s. dalam buku-buku beliau banyak menyinggung ajaran atau Kitab-kitab suci agama-agama selain Islam, karena pada masa beliau wilayah Hindustan -- yang dari segi keagamaan dikuasai oleh agama
Hindu, Buddha dan Sikh, serta menjadi target gerakan Kritenisasi sejalan dengan bercokolnya kekuasaan Kerajaan Inggris Raya -- yang
dalam Bible dan Al-Quran dinubuatkan sebagai penyebaran
Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) di di Akhir
Zaman, setelah mengalami masa “pemenjaraan” selama 1000 tahun (Wahyu 20:7-10; QS.18:94-100; QS.21:97).
Di benua
alit India (Hindustan) setelah jatuhnya masa kejayaan kerajaan Moghul yang beragama Islam (1526 - 1857) ke
tangan kekuasaan kaum Sikh, keadaan
umat Islam di Hindustan benar-benar sangat
memprihatinkan, sehingga
membuat Masih Mau’ud a.s. sangat sedih
melihat kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) serta kesucian
akhlak dan ruhani Nabi
Besar Muhammad saw. menjadi mangsa
penghinaan keji dan kezaliman dari
para pemuka agama-agama lainnya, tanpa sedikit pun mampu memberikan perlawanan
atau jawaban, sebab dalam
masa kemunduran selama 1000 tahun setelah mengami masa kejayaan yang pertama 300 tahun (QS.32:6; QS.17:86-89; QS.25:46-47) umat Islam telah memperlakukan Al-Quran sebagai sesuatu
yang telah dicampakkan (QS.25:31-21),
firman-Nya:
وَ قَالَ
الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. Dan demikianlah Kami telah
menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah
Rabb (Tuha)n engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:32-33).
Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat
dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang
Muslim tetapi telah menyampingkan
Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah
terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran
demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
Ada sebuah hadits Nabi Besar
Muhammad saw. yang
mengatakan: “Satu saat akan datang kepada
kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari
Al-Quran melainkan kata-katanya” (Baihaqi,
Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa Akhir
Zaman sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.
Pentingnya Memiliki Makrifat
Ilahi yang Hakiki dari Al-Quran
Dalam masa kemunduran Islam yang sangat parah
itulah Allah Swt. mengutus Mirza Ghulam
Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s.
sekaligus sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. di
wilayah Hindustan, dalam rangka
mewujudkan kejayaan Islam yang kedua
kali di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaf
[61]:10).
Kebanyakan ahli
tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau
semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai kesempurnaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia (QS.2:186) agar mereka yang mengamalkannya dapat “bertemu”
dan “berkomunikasi”
dengan Allah Swt. dalam kehidupan di dunia ini juga (QS.84:7; QS.89:28-31):
“Keselamatan dan kebahagiaan
abadi manusia adalah karena bisa
bertemu dengan Tuhan-nya, dan hal ini tidak
akan mungkin dapat dicapai tanpa
mengikuti Kitab Suci Al-Quran. Kalau
saja aku bisa mengharapkan bahwa umat manusia sanggup melihat apa yang telah aku lihat dan bisa mendengar apa yang telah aku dengar
serta meninggalkan dongeng-dongeng
mereka dan mau beralih mencari
realitas yang nyata, sarana
untuk mendapatkan pengetahuan sempurna
guna bisa bertemu dengan Tuhan,
memperoleh air pencuci batin yang melarutkan semua keraguan serta cermin yang melaluinya seseorang bisa memandang Wujud Yang Maha
Luhur tersebut, adalah melalui cara
bercakap-cakap dengan Tuhan,
sebagaimana telah aku sebutkan tadi. Ia yang jiwanya haus akan kebenaran sewajarnya bangkit dan mencarinya.
Sesungguhnya aku menyatakan,
bahwa jika jiwa diilhami dengan pencaharian yang haqiqi dan kalbu memang merasa kehausan yang sebenarnya
maka pasti manusia akan meneliti
dan mencari jalan ini. Aku ingin meyakinkan para pencari kebenaran bahwa hanya
Islam saja yang bisa memberikan
kabar gembira mengenai jalan
tersebut karena umat lainnya sudah
lama sekali menutup pintu turunnya wahyu.
Sesungguhnya pintu itu tidak
dikunci mati oleh Allah Swt., namun karena manusia telah meluputkan
dirinya dari anugrah tersebut
maka ia mencari helah atau alasan atas ketiadaannya. Karena kita tidak
akan mungkin bisa melihat tanpa
adanya mata, tak akan mungkin bisa mendengar tanpa telinga serta tidak akan
bisa berbicara tanpa adanya lidah,
begitu jugalah kita tidak akan mungkin
akan sanggup memandang Wujud Yang Maha Terkasih tanpa adanya Kitab Suci Al-Quran.
Dahulu aku berusia muda dan
sekarang sudah tua, namun aku belum
ada menemukan orang yang bisa menikmati pemahaman sempurna tanpa
adanya sumber mata air yang suci ini.” (Islami
Usul ki Philosophy, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld.
X, hlm. 442-443, London, 1984).
Melalui Al-Quran Masih Mau’ud a.s. Menghambat Pesatnya Gerakan
Kritenisasi di Hindustan
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s.
mengemukakan kenyataan mengenai keberhasilan “jihad dengan pena” yang beliau laksanakan
dalam upaya membendung gerakan Kristenisasi di di Hindustan:
“Jalan yang lurus dan sarana
utama yang sarat dengan Nur
kepastian serta pedoman yang sempurna bagi kesejahteraan keruhanian dan kemampuan
intelektual kita adalah Kitab Suci
Al-Quran, yang juga merupakan pamungkas
dalam perbandingan antar agama di
dunia.
Kitab ini berisi banyak sekali air
kehidupan serta mengandung permata
yang tidak ternilai tersembunyi di dalamnya. Kitab ini merupakan batu
ujian terbaik dalam membedakan
kebenaran dari kedustaan. Ia
adalah obor tunggal bercahaya terang yang menerangi jalan kebenaran.
Tidak diragukan lagi kalau hati mereka yang cenderung kepada jalan yang lurus pasti akan tertarik kepada Al-Quran.
Allah Swt. telah membentuk
hati mereka agar mereka cenderung
kepada Yang Maha Tercinta
sebagaimana laiknya kekasih, dan mereka tidak akan menemukan ketentraman di tempat lain.
Mereka jika mendengar petunjuk-Nya
yang jelas dan nyata, maka mereka tidak akan mendengar kepada yang
lainnya lagi. Mereka beriman
dengan suka cita pada setiap kebenaran yang dikandung di dalamnya. Kitab tersebut menjadi sarana pencerahan hati yang menerangi nurani serta menjadi pengungkapan hal-hal yang luar biasa. Kitab ini membimbing
manusia kepada kemajuan sejalan
dengan kemampuan mereka.
Mereka yang bertakwa
merasakan kebutuhan berjalan di bawah Nur Al-Quran.
Setiap kali Islam harus
berbenturan dengan agama lain --
karena pengaruh keadaan di setiap
zaman -- maka instrumen tajam dan efektif yang bisa diraih segera adalah Al-Quran. Begitu juga setiap kali ada pemikiran filosofis yang menentangnya maka Al-Quran akan menghancurkan
tanaman beracun tersebut dengan pandangan
filosofi sejati yang terkandung di dalamnya.
Di zaman modern ini ketika missionaris umat Kristen mulai berpropaganda dan berusaha menarik orang-orang yang bodoh dan tidak terpelajar dari Ketauhidan Ilahi untuk beralih kepada penyembahan seorang makhluk yang lemah serta menggunakan segala macam dandanan menutupi dogma
mereka yang diragukan, sehingga menciptakan badai di India, adalah Kitab Suci Al-Quran yang telah mengalahkan mereka. Kini mereka tidak lagi mempunyai muka untuk
menghadapi orang-orang yang terpelajar
dimana apologia[1] mereka telah remuk sebagaimana halnya secarik
kertas.” (Izalah Auham, Amritsar, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld. III, hlm. 381-382, London, 1984).
Keindahan dan Kesempurnaan
Al-Quran & Makna Gelar “Khātaman Nabiyyīn” dan Al-Quran Sebagai Khātamul
Kutub
Kecintaan Masih Mau’ud a.s. terhadap keindahan dan kesempurnaan Al-Quran tergambar dalam sabdanya
berikut ini:
“Kitab Suci Al-Quran
merupakan mutiara yang langka. Bagian luarnya adalah Nur, bagian dalamnya juga Nur, begitu pula bagian atas dan bawahnya
adalah Nur semata serta Nur di setiap kata di dalamnya. Kitab
ini merupakan taman ruhani yang rangkaian buahnya mudah dijangkau
dan melaluinya mengalir banyak sungai.
Semua bentuk kemaslahatan
bisa ditemukan di dalamnya dan setiap obor
penunjuk jalan dinyalakan dariya. Nur
Kitab ini telah menembus hatiku
dan aku tidak akan mungkin memperolehnya dengan cara lain. Jika tidak ada
Al-Quran maka aku tidak akan menemukan kegembiraan
hidup. Keindahannya jauh
melampaui ketampanan 100.000 Nabi Yusuf.
Aku amat cenderung kepadanya dan meresapkan
rahmatnya ke dalam hati. Kitab ini telah menghidupkan aku sebagaimana laiknya sebuah embrio dihidupi, dan betapa indah pengaruhnya atas kalbuku.
Kecantikannya telah menarik keluar jiwaku. Dalam sebuah kasyaf dikemukakan kepadaku bahwa taman kesucian itu diairi oleh Al-Quran
yang merupakan gelombang samudra air
kehidupan. Barangsiapa yang meminum
darinya akan menjadi hidup dan
membawa kehidupan kepada manusia lainnya.” (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld.
V, hlm. 545-546, London, 1984).
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan hubungan
antara gelar Khātaman Nabiyyīn Nabi Besar Muhammad saw. dengan kesempurnaan Al-Quran
yang diwahyukan kepada beliau saw.:
“Sebutan Khātaman Nabiyyīn yang dikenakan kepada Hadhrat
Rasulullah Saw. mengharuskan bahwa Kitab
yang diwahyukan kepada beliau adalah
juga kitab yang paling sempurna
dibanding semua kitab-kitab Samawi
lainnya serta merangkum keseluruhan keluhuran ajaran ruhani. Ketentuannya
adalah sebagaimana tingkat derajat kekuatan ruhani dan kesempurnaan batin dari sosok yang menerima wahyu Allah, begitu pulalah derajat kekuatan dan keagungan
dari firman bersangkutan.
Mengingat kekuatan ruhani dan
kesempurnaan batin Hadhrat Rasulullah Saw. adalah dari tingkat yang paling luhur, yang tidak akan mungkin disamai atau dilampaui oleh orang lain, demikian jugalah derajat Kitab Suci Al-Quran yang keluhurannya tidak akan bisa dicapai
oleh Kitab-kitab samawi terdahulu.
Kemampuan dan kekuatan ruhani Hadhrat Rasulullah Saw.
adalah yang tertinggi dari semuanya,
dimana semua bentuk kesempurnaan
telah mencapai puncaknya dalam diri beliau. Karena itu Kitab Suci Al-Quran yang diwahyukan
kepada beliau adalah juga Kitab yang sempurna dimana keluhuran dari mukjizat firman mencapai titik
tertinggi di dalamnya. Dengan demikian beliau
itu adalah Khātaman Nabiyyīn dan Kitab beliau menjadi Khātamal Kutub.
Dari sudut pandang setiap aspek suatu firman Tuhan, Kitab Suci Al-Quran
menempati derajat tertinggi.
Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran
bisa diamati dimana keajaiban
rangkumannya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi keindahan
komposisi, dari urutan pokok
pembahasan, dari ajaran yang tercantum serta dari kesempurnaan buah ajarannya.
Karena itulah Al-Quran tidak
memerlukan padanannya dari sudut pandang apa pun, bahkan Kitab ini melontarkan tantangan umum mempertanyakan apakah ada yang mampu menyamainya dalam segi apa pun. Dari sudut
mana pun manusia memilih untuk memandangnya,
Kitab ini merupakan mukjizat.” (Malfuzat, jld. II,
hlm. 36-37).
Keserasian Kesempurnaan Al-Quran dengan Tatanan Alam Semesta
Pernyataan Allah Swt.
berikut ini mengenai kesempurnaan tatanan
alam semesta jasmani merupakan dalil
bagi kesempurnaan tatanan Kitab suci Al-Quran, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ
لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی
فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾ ثُمَّ
ارۡجِعِ الۡبَصَرَ
کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
تَبٰرَکَ
الَّذِیۡ بِیَدِہِ الۡمُلۡکُ
-- Maha Berbarkat Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرُ
-- dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu Yang menciptakan kematian dan kehidupan,
supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang terbaik amalnya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun, الَّذِیۡ خَلَقَ
سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا -- Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ
مِنۡ تَفٰوُتٍ
-- Engkau tidak akan melihat di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah ketidakselarasan, فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ
-- maka lihatlah berulang-ulang,
apakah engkau melihat sesuatu cacat? ثُمَّ
ارۡجِعِ الۡبَصَرَ
کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ -- Kemudian pandanglah
untuk kedua kali, penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dengan tunduk dan ia letih.
(Al-Mulk [67]:1-5)
Kata thibāq dalam
ayat الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا
-- Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit
dengan serasi” bersamaan arti dengan thabāq dan dengan
jamaknya athbāq. Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq
bagi sesuatu itu, yakni sesuatu ini berpasangan dengan itu
atau sejenis itu dalam ukuran atau mutunya, dan sebagainya. Thibāq berarti juga tingkat (Lexicon Lane).
Sungguh
menakjubkan tatanan alam semesta ciptaan Allah Swt. itu. Tatasurya
yang di didalamnya bumi kita hanya
merupakan anggota kecil itu sangat luas, bermacam-macam dan teratur susunannya,
namun demikian tatasurya itu hanyalah
merupakan salah satu dari milyaran tatasurya yang beberapa di antaranya jauh
lebih besar lagi daripada tatasurya kita
ini.
Namun demikian milyaran matahari
dan bintang itu begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di mana-mana
menimbulkan keserasian dan keindahan. Tertib yang menutupi dan meliputi seluruh alam itu, jelas nampak kepada mata tanpa bantuan alat apa
pun dan tersebar jauh melewati jangkauan pandangan yang dibantu oleh segala
macam alat dan perkakas yang dunia ilmu dan teknik telah mampu menciptakannya.
Kenyataan tersebut merupakan bukti yang tidak terbantahkan bahwa hanya Allah
Swt. sajalah Tuhan Pencipta tatanan
alam semesta (Rabb-al-‘ālamīn – QS.1:2) yang tatanannya sangat sempurna tersebut, sebagaimana
firman-Nya:
اَمِ اتَّخَذُوۡۤا اٰلِہَۃً مِّنَ الۡاَرۡضِ ہُمۡ
یُنۡشِرُوۡنَ ﴿﴾ لَوۡ کَانَ فِیۡہِمَاۤ اٰلِہَۃٌ اِلَّا اللّٰہُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبۡحٰنَ اللّٰہِ رَبِّ الۡعَرۡشِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ لَا
یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ
وَ ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ ﴿ ﴾
Ataukah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi ini yang dapat menghidupkan yang mati? Seandainya
di dalam keduanya yakni langit
dan bumi ada tuhan-tuhan selain Allah
pasti binasalah kedua-duanya, maka Maha
Suci Allah Tuhan ‘Arasy itu, jauh di atas segala yang mereka sifatkan. لَا
یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ
وَ ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ -- Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan, sedangkan mereka akan ditanya (Al-Anbiya
[21]:22-24).
Kesempurnaan Tatanan Alam Semesta Menolak Kemusyrikan
Ayat 23
merupakan dalil
yang jitu dan pasti untuk menolak kemusyrikan.
Bahkan mereka yang tidak percaya kepada
Tuhan pun tidak dapat menolak, bahwa suatu tertib yang sempurna melingkupi dan meliputi seluruh alam raya. Tertib
ini menunjukkan bahwa ada hukum yang
seragam mengaturnya, dan keseragaman
hukum-hukum membuktikan ke-Esa-an Pencipta dan Pengatur
alam raya.
Seandainya ada Tuhan lebih
dari satu tentu lebih dari satu hukum
akan mengatur alam — sebab adalah
perlu bagi suatu wujud tuhan untuk
menciptakan alam-semesta dengan peraturan-peraturannya yang khusus — dan
dengan demikian sebagai akibatnya kekalutan
dan kekacauan niscaya akan terjadi
yang tidak dapat dielakkan, serta seluruh
alam akan menjadi hancur berantakan.
Karena itu sungguh janggal ajaran Paulus yang mengatakan bahwa tiga tuhan yang sama-sama sempurna dalam segala segi, bersama-sama
merupakan pencipta dan pengawas bagi alam raya.
Ayat 24:
لَا یُسۡـَٔلُ
عَمَّا یَفۡعَلُ وَ
ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ -- “Dia
tidak akan ditanya mengenai apa yang
Dia kerjakan, sedangkan mereka
akan ditanya” menunjuk
kepada sempurnanya dan lengkapnya tata-tertib alam raya, sebab itu
mengisyaratkan kepada kesempurnaan
Pencipta dan Pengaturnya, dan
mengisyaratkan pula kepada ke-Esa-an-Nya. Ayat ini berarti bahwa kekuasaan Allah Swt. mengatasi segala
sesuatu, sedang semua wujud dan barang lainnya tunduk kepada kekuasaan-Nya.
Hal ini merupakan dalil lain yang menentang
kemusyrikan.
Pendek kata, sebagaimana halnya kesempurnaan tatanan alam semesta jasmani demikian pula halnya dengan kesempurnaan Al-Quran karena keduanya
bersumber dari Tuhan yang sama, yaitu
Allah Swt, sehingga tidak mungkin ada
pertentangan antara kesempurnaan
tatanan alam semesta dengan kesempurnaan
Al-Quran, firman-Nya:
اَفَلَا
یَتَدَبَّرُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ ؕ وَ لَوۡ
کَانَ مِنۡ عِنۡدِ غَیۡرِ اللّٰہِ لَوَجَدُوۡا فِیۡہِ اخۡتِلَافًا
کَثِیۡرًا ﴿﴾
Maka tidakkah
mereka ingin merenungkan Al-Quran? Dan seandainya Al-Quran ini berasal dari sisi yang bukan-Allah, niscaya mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa
[4]:83).
“Pertentangan” tersebut dapat pula mengacu
kepada pertentangan-pertentangan
dalam teks Al-Quran dan ajaran-ajaran yang terkandung di
dalamnya; atau kepada ketidakadaan
persesuaian antara nubuatan-nubuatan
yang tersebut dalam Al-Quran dengan
hasil atau penggenapan nubuatan-nubuatan
itu.
Al-Quran Sumber Khazanah
Ilmu Pengetahuan yang Tidak terbatas
Keserasian sempurna Al-Quran
dan tatanan alam semesta tersebut
bukan hanya dari segi fisik saja
tetapi juga dari segi ruhani berupa ilmu pengetahuan yang tidak terbatas,
firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ
کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ
الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah:
"'Seandainya lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Rabb-ku (Tuhan-ku), niscaya lautan
itu akan habis sebelum kalimat-kalimat
Rabb-ku (Tuhan-ku) habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi
sebagai tambahannya. (Al-Kahf
[18]:110).
Firman-Nya
lagi:
وَ لَوۡ
اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ
اَقۡلَامٌ وَّ الۡبَحۡرُ
یَمُدُّہٗ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ
سَبۡعَۃُ اَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ
کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan seandainya pohon-pohon di bumi ini
menjadi pena dan laut
ditambahkan kepadanya sesudahnya tujuh laut menjadi tinta, kalimat
Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Luqman [31]:28). Bilangan “7” dan “70”
digunakan dalam bahasa Arab adalah
menyatakan jumlah besar, dan bukan
benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim. Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan
diri atas penemuan-penemuan dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka
dikuasai anggapan keliru bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia
takhliq (penciptaan) itu sendiri.
Hal itu hanya pembualan yang
sia-sia belaka, sebab rahasia-rahasia
Tuhan tidak ada habisnya dan
tidak dapat diselami sehingga apa
yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan
dengan segala susah payah, jika
dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah
Swt. belumlah merupakan setitik air dalam samudera.
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. sebelum ini mengenai kesempurnaan tatanan alam semesta ciptaan-Nya: ثُمَّ ارۡجِعِ
الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ
اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ
حَسِیۡرٌ
-- Kemudian pandanglah untuk kedua kali,
penglihatan engkau akan kembali
kepada engkau dengan tunduk
dan ia letih (Al-Mulk
[67]:5).
Kesempurnaan Ruang-lingkup Tekad
dan Kecerdasan
Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw.
Sehubungan dengan kesempurnaan Al-Quran dalam segala seginya tersebut lebih lanjut Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Kitab Suci Al-Quran merupakan sebuah mukjizat yang kapan pun tidak ada dan tidak akan pernah ada padanannya.
Gerbang rahmat dan berkatnya selalu tetap terbuka serta tetap cemerlang dan nyata di setiap zaman,
sebagaimana keadaannya ketika di masa
Hadhrat Rasulullah Saw..
Kiranya kita ada memperhatikan bahwa bicara seseorang itu umumnya sejalan
dengan ketetapan hatinya. Tambah
tinggi ketetapan hati, tujuan serta tekad si pembicara,
begitu pulalah mutu dari hasil bicaranya. Demikian juga wahyu samawi pun mengikuti pola
yang sama. Bertambah tinggi ketetapan hati dari sosok yang menerima wahyu Ilahi maka akan bertambah
tinggi juga nilai dari wahyu bersangkutan.
Mengingat ruang lingkup dari ketetapan hati, kapasitas dan tekad Hadhrat
Rasulullah Saw. memang sangat luas,
maka wahyu yang turun kepada beliau
juga bersifat sama. Tidak akan
pernah ada lagi manusia yang bisa mencapai
derajat ketetapan hati dan keberanian seperti beliau, mengingat ajaran beliau tidak terbatas pada suatu kurun
waktu atau bangsa tertentu saja,
sebagaimana halnya yang terjadi pada nabi-nabi
sebelum beliau.
Mengenai beliau yang dikemukakan
sebagai sosok yang luhur ada
terdapat dalam ayat:
قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ
اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا
Katakanlah: “Hai manusia,
sesungguhnya aku Rasul kepada kamu
sekalian” (Al-‘Arāf [7]:159),
serta ayat lain:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ
Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat (Al-Anbiya [21]:108).
Siapakah yang dapat menyamai
beliau dengan ruang lingkup kenabian
dan maksud kedatangan yang demikian luasnya? Sekarang ini kalau pun ada salah satu ayat Al-Quran
yang diwahyukan kepada seseorang,
aku yakin bahwa ruang lingkup wahyu tersebut tidak
akan seluas sebagaimana ketika
diterima Hadhrat Rasulullah Saw..” (Malfuzat, jld. III, hlm. 57).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 4 Januari
2016
[1]
Apologia adalah alihbahasa dari apologetics yang merupakan cabang
dari theologi yang 1mencoba mempertahankan secara intelektual kebenaran agama
Kristen. Di abad pertengahan, apologetics d itujukan untuk menyatakan super
ioritas agama Kristen di a tas agama Yahudi dan Islam. Di abad modern,
apologetics diarahkan kepada pembenaran agama Kristen sebagai pemenuhan
kebutuhan eksistensi manusia mengingat sulit mencari bukti kebenaran historis
daripada Kitab Injil. (Penterjemah/Khalid
A. Qoyum).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar