Minggu, 03 Januari 2016

"Makrifat Ilahi" Hakiki Hanya Bersumber dari Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad Saw. & Al-Quran Merupakan "Khaatamul- Kutub"




Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu-manikam, namun manusia tidak menyadarinya” 

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”.

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Makrifat Ilahi  Hakiki  Hanya Bersumber dari Al-Quran  dan Nabi Besar Muhammad Saw. & Al-Quran Merupakan Khātamul-Kutub

Bab 3


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma



D

alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan mengenai  kemerosotan umat Islam di Hindustan.  Agar permasalahannya dimengerti mengapa Mirza Ghulam Ahmad a.s.  --  Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah   -- atau Masih Mau’ud a.s.  dalam  buku-buku beliau banyak menyinggung ajaran atau Kitab-kitab suci agama-agama selain Islam, karena pada masa beliau wilayah Hindustan  --    yang dari segi keagamaan dikuasai oleh agama Hindu, Buddha dan Sikh, serta menjadi target gerakan Kritenisasi  sejalan dengan bercokolnya kekuasaan Kerajaan Inggris Raya -- yang  dalam Bible dan Al-Quran dinubuatkan sebagai  penyebaran Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) di di Akhir Zaman,  setelah mengalami masa “pemenjaraan” selama 1000 tahun   (Wahyu 20:7-10; QS.18:94-100; QS.21:97).

     Di  benua alit  India (Hindustan)  setelah jatuhnya masa kejayaan  kerajaan Moghul yang beragama Islam  (1526 - 1857) ke tangan  kekuasaan kaum Sikhkeadaan umat Islam di Hindustan benar-benar sangat memprihatinkan,  sehingga  membuat Masih Mau’ud a.s. sangat sedih melihat kesempurnaan  agama Islam (Al-Quran) serta kesucian  akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  menjadi  mangsa penghinaan keji dan kezaliman  dari   para pemuka agama-agama lainnya, tanpa sedikit pun mampu memberikan perlawanan atau jawaban, sebab  dalam  masa kemunduran selama 1000 tahun   setelah mengami masa kejayaan yang pertama 300 tahun (QS.32:6; QS.17:86-89; QS.25:46-47) umat Islam    telah memperlakukan Al-Quran sebagai sesuatu yang telah dicampakkan (QS.25:31-21), firman-Nya:

وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾ 

Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.   Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuha)n engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:32-33).

     Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.

     Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.   yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa Akhir Zaman sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.



Pentingnya Memiliki Makrifat Ilahi yang Hakiki dari Al-Quran



      Dalam masa kemunduran Islam yang sangat parah itulah Allah Swt. mengutus Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s.  sekaligus sebagai Al-Masih Mau’ud a.s.  di wilayah Hindustan, dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini, firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾

Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).

   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai kesempurnaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia (QS.2:186) agar mereka yang mengamalkannya dapat “bertemu” dan  berkomunikasi” dengan Allah Swt. dalam kehidupan di dunia ini juga (QS.84:7; QS.89:28-31):

       Keselamatan dan kebahagiaan abadi manusia adalah karena bisa bertemu dengan Tuhan-nya, dan hal ini tidak akan mungkin dapat dicapai tanpa mengikuti Kitab Suci Al-Quran. Kalau saja aku bisa mengharapkan bahwa umat manusia sanggup melihat apa yang telah aku lihat dan bisa mendengar apa yang telah aku dengar serta meninggalkan dongeng-dongeng mereka dan mau beralih mencari realitas yang nyata, sarana untuk mendapatkan pengetahuan sempurna guna bisa bertemu dengan Tuhan, memperoleh air pencuci batin yang melarutkan semua keraguan serta cermin yang melaluinya seseorang bisa memandang Wujud Yang Maha Luhur tersebut, adalah melalui cara bercakap-cakap dengan Tuhan,  sebagaimana telah aku sebutkan tadi. Ia yang jiwanya haus akan kebenaran  sewajarnya bangkit dan mencarinya.

   Sesungguhnya aku menyatakan, bahwa jika jiwa diilhami dengan pencaharian yang haqiqi dan kalbu memang merasa kehausan yang sebenarnya  maka pasti manusia akan meneliti dan mencari jalan ini. Aku ingin meyakinkan para pencari kebenaran bahwa hanya Islam saja yang bisa memberikan kabar gembira mengenai jalan tersebut karena umat lainnya sudah lama sekali menutup pintu turunnya wahyu.

    Sesungguhnya pintu itu tidak dikunci mati oleh Allah Swt., namun karena manusia telah meluputkan dirinya dari anugrah tersebut maka ia mencari helah atau alasan atas ketiadaannya. Karena kita tidak akan mungkin bisa melihat tanpa adanya mata, tak akan mungkin bisa mendengar tanpa telinga serta tidak akan bisa berbicara tanpa adanya lidah, begitu jugalah kita tidak akan mungkin akan sanggup memandang Wujud Yang Maha Terkasih tanpa adanya Kitab Suci Al-Quran.

     Dahulu aku berusia muda dan sekarang sudah tua, namun aku belum ada menemukan orang yang bisa menikmati pemahaman sempurna tanpa adanya sumber mata air yang suci ini.” (Islami Usul ki Philosophy, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. X, hlm. 442-443, London, 1984).



Melalui Al-Quran Masih Mau’ud a.s. Menghambat Pesatnya Gerakan Kritenisasi di Hindustan



       Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan kenyataan mengenai keberhasilan “jihad  dengan pena” yang beliau laksanakan dalam upaya membendung gerakan Kristenisasi di di Hindustan:

     Jalan yang lurus dan sarana utama yang sarat dengan Nur kepastian serta pedoman yang sempurna bagi kesejahteraan keruhanian dan kemampuan intelektual kita adalah Kitab Suci Al-Quran, yang juga merupakan pamungkas dalam perbandingan antar agama di dunia.

      Kitab ini berisi banyak sekali air kehidupan serta mengandung permata yang tidak ternilai tersembunyi di dalamnya. Kitab ini merupakan batu ujian terbaik dalam membedakan kebenaran dari kedustaan. Ia adalah obor tunggal bercahaya terang yang menerangi jalan kebenaran.

     Tidak diragukan lagi kalau hati mereka yang cenderung kepada jalan yang lurus pasti akan tertarik kepada Al-Quran. Allah Swt.   telah membentuk hati mereka agar mereka cenderung kepada Yang Maha Tercinta sebagaimana laiknya kekasih,  dan mereka tidak akan menemukan ketentraman di tempat lain.

      Mereka jika mendengar petunjuk-Nya yang jelas dan nyata, maka mereka tidak akan mendengar kepada yang lainnya lagi. Mereka beriman dengan suka cita pada setiap kebenaran yang dikandung di dalamnya. Kitab tersebut menjadi sarana pencerahan hati yang menerangi nurani serta menjadi pengungkapan hal-hal yang luar biasa. Kitab ini membimbing manusia kepada kemajuan sejalan dengan kemampuan mereka.

   Mereka yang bertakwa merasakan kebutuhan berjalan di bawah Nur  Al-Quran.  Setiap kali Islam harus berbenturan dengan agama lain -- karena pengaruh keadaan di setiap zaman -- maka instrumen tajam dan efektif yang bisa diraih segera adalah Al-Quran. Begitu juga setiap kali ada pemikiran filosofis yang menentangnya maka Al-Quran akan menghancurkan tanaman beracun tersebut dengan pandangan filosofi sejati yang terkandung di dalamnya.

    Di zaman modern ini ketika missionaris umat Kristen mulai berpropaganda dan berusaha menarik orang-orang yang bodoh dan tidak terpelajar dari Ketauhidan Ilahi untuk beralih kepada penyembahan seorang makhluk yang lemah serta menggunakan segala macam dandanan menutupi dogma mereka yang diragukan,  sehingga menciptakan badai di India, adalah Kitab Suci Al-Quran yang telah mengalahkan mereka. Kini mereka tidak lagi mempunyai muka untuk menghadapi orang-orang yang terpelajar dimana apologia[1] mereka telah remuk sebagaimana halnya secarik kertas.” (Izalah Auham, Amritsar, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. III, hlm.  381-382, London, 1984).



Keindahan dan Kesempurnaan Al-Quran & Makna Gelar “Khātaman Nabiyyīn” dan Al-Quran Sebagai Khātamul Kutub



     Kecintaan Masih Mau’ud a.s. terhadap keindahan dan kesempurnaan Al-Quran tergambar dalam sabdanya berikut ini:  

    Kitab Suci Al-Quran merupakan mutiara yang langka. Bagian luarnya adalah Nur, bagian dalamnya juga Nur, begitu pula bagian atas dan bawahnya adalah Nur semata serta Nur di setiap kata di dalamnya. Kitab ini merupakan taman ruhani yang rangkaian buahnya mudah dijangkau dan melaluinya mengalir banyak sungai.

    Semua bentuk kemaslahatan bisa ditemukan di dalamnya dan setiap obor penunjuk jalan dinyalakan dariya. Nur Kitab ini telah menembus hatiku dan aku tidak akan mungkin memperolehnya dengan cara lain. Jika tidak ada Al-Quran maka aku tidak akan menemukan kegembiraan hidup. Keindahannya jauh melampaui ketampanan 100.000 Nabi Yusuf.

      Aku amat cenderung kepadanya dan meresapkan rahmatnya ke dalam hati. Kitab ini telah menghidupkan aku sebagaimana laiknya sebuah embrio dihidupi,  dan betapa indah pengaruhnya atas kalbuku. Kecantikannya telah menarik keluar jiwaku. Dalam sebuah kasyaf dikemukakan kepadaku bahwa taman kesucian itu diairi oleh Al-Quran yang merupakan gelombang samudra air kehidupan. Barangsiapa yang meminum darinya akan menjadi hidup dan membawa kehidupan kepada manusia lainnya.” (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. V, hlm. 545-546, London, 1984).

     Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan hubungan antara gelar Khātaman Nabiyyīn  Nabi Besar Muhammad saw. dengan kesempurnaan Al-Quran yang diwahyukan kepada beliau saw.:

     Sebutan Khātaman Nabiyyīn yang dikenakan kepada Hadhrat Rasulullah Saw. mengharuskan bahwa Kitab yang diwahyukan kepada beliau adalah juga kitab yang paling sempurna dibanding semua kitab-kitab Samawi lainnya serta merangkum keseluruhan keluhuran ajaran ruhani. Ketentuannya adalah sebagaimana tingkat derajat kekuatan ruhani dan kesempurnaan batin dari sosok yang menerima wahyu Allah, begitu pulalah derajat kekuatan dan keagungan dari firman bersangkutan.   

    Mengingat kekuatan ruhani dan kesempurnaan batin Hadhrat Rasulullah Saw. adalah dari tingkat yang paling luhur, yang tidak akan mungkin disamai atau dilampaui oleh orang lain,  demikian jugalah derajat Kitab Suci Al-Quran yang keluhurannya tidak akan bisa dicapai oleh Kitab-kitab samawi terdahulu.

     Kemampuan dan kekuatan ruhani Hadhrat Rasulullah Saw. adalah yang tertinggi dari semuanya, dimana semua bentuk kesempurnaan telah mencapai puncaknya dalam diri beliau. Karena itu Kitab Suci Al-Quran yang diwahyukan kepada beliau adalah juga Kitab yang sempurna dimana keluhuran dari mukjizat firman mencapai titik tertinggi di dalamnya. Dengan demikian beliau itu adalah Khātaman Nabiyyīn dan Kitab beliau menjadi Khātamal Kutub.

    Dari sudut pandang setiap aspek suatu firman Tuhan, Kitab Suci Al-Quran menempati derajat tertinggi. Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran bisa diamati dimana keajaiban rangkumannya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi keindahan komposisi, dari urutan pokok pembahasan, dari ajaran yang tercantum serta dari kesempurnaan buah ajarannya.

     Karena itulah Al-Quran tidak memerlukan padanannya dari sudut pandang apa pun, bahkan Kitab ini melontarkan tantangan umum mempertanyakan apakah ada yang mampu menyamainya dalam segi apa pun. Dari sudut mana pun manusia memilih untuk memandangnya, Kitab ini merupakan mukjizat.” (Malfuzat, jld. II, hlm.  36-37).



Keserasian Kesempurnaan Al-Quran dengan Tatanan Alam Semesta



     Pernyataan  Allah Swt.  berikut ini mengenai kesempurnaan tatanan alam semesta jasmani   merupakan dalil bagi kesempurnaan  tatanan  Kitab suci  Al-Quran, firman-Nya:

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾   تَبٰرَکَ الَّذِیۡ  بِیَدِہِ  الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ  خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ  اَیُّکُمۡ  اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ  الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ  خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ  تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ  الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ  تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾  ثُمَّ  ارۡجِعِ  الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ  یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ  الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾

Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  تَبٰرَکَ الَّذِیۡ  بِیَدِہِ  الۡمُلۡکُ  --    Maha Berbarkat  Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan  وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ قَدِیۡرُ  -- dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu  Yang menciptakan kematian dan kehidupan,  supaya Dia menguji kamu  siapa di antara kamu yang terbaik amalnya, dan   Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun, الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا  --   Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. مَا تَرٰی فِیۡ  خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ  تَفٰوُتٍ  --  Engkau tidak akan melihat di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah ketidakselarasan, فَارۡجِعِ  الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ  تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ  -- maka lihatlah berulang-ulang, apakah engkau melihat sesuatu  cacat?  ثُمَّ  ارۡجِعِ  الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ  یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ  الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ  --  Kemudian pandanglah untuk kedua kali,  penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dengan tunduk dan  ia letih.   (Al-Mulk [67]:1-5)

 Kata thibāq   dalam ayat الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا  --    Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi   bersamaan arti dengan thabāq dan dengan jamaknya athbāq. Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq bagi  sesuatu itu, yakni sesuatu ini berpasangan dengan itu atau sejenis itu dalam ukuran atau mutunya, dan sebagainya. Thibāq berarti juga tingkat (Lexicon Lane).

  Sungguh menakjubkan tatanan  alam semesta ciptaan Allah Swt.  itu. Tatasurya yang di didalamnya bumi kita hanya merupakan anggota kecil itu sangat luas, bermacam-macam dan teratur susunannya, namun demikian tatasurya itu hanyalah merupakan salah satu dari milyaran  tatasurya yang beberapa di antaranya jauh lebih besar lagi daripada tatasurya kita ini.

Namun  demikian milyaran  matahari dan bintang itu begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di mana-mana menimbulkan keserasian dan keindahan. Tertib yang menutupi dan meliputi seluruh alam itu, jelas nampak kepada mata tanpa bantuan alat apa pun dan tersebar jauh melewati jangkauan pandangan yang dibantu oleh segala macam alat dan perkakas yang dunia ilmu dan teknik telah mampu menciptakannya.

   Kenyataan tersebut merupakan bukti yang tidak terbantahkan bahwa hanya Allah Swt. sajalah Tuhan Pencipta tatanan alam semesta (Rabb-al-‘ālamīn – QS.1:2) yang tatanannya sangat sempurna tersebut, sebagaimana firman-Nya:

اَمِ اتَّخَذُوۡۤا اٰلِہَۃً مِّنَ الۡاَرۡضِ ہُمۡ یُنۡشِرُوۡنَ ﴿﴾  لَوۡ  کَانَ فِیۡہِمَاۤ  اٰلِہَۃٌ  اِلَّا اللّٰہُ  لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبۡحٰنَ اللّٰہِ  رَبِّ الۡعَرۡشِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾  لَا  یُسۡـَٔلُ  عَمَّا  یَفۡعَلُ  وَ  ہُمۡ  یُسۡـَٔلُوۡنَ ﴿ ﴾

Ataukah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi ini yang dapat menghidupkan yang mati?  Seandainya di dalam keduanya yakni langit dan bumi   ada tuhan-tuhan selain Allah pasti binasalah kedua-duanya,  maka Maha Suci Allah  Tuhan ‘Arasy itu, jauh di atas segala yang mereka sifatkan.  لَا  یُسۡـَٔلُ  عَمَّا  یَفۡعَلُ  وَ  ہُمۡ  یُسۡـَٔلُوۡنَ  --    Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan,  sedangkan mereka  akan ditanya (Al-Anbiya [21]:22-24).



Kesempurnaan Tatanan Alam Semesta Menolak Kemusyrikan



      Ayat 23    merupakan dalil yang jitu dan pasti untuk menolak kemusyrikan. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan pun tidak dapat menolak, bahwa suatu tertib yang sempurna melingkupi dan meliputi seluruh alam raya. Tertib ini menunjukkan bahwa ada hukum yang seragam mengaturnya, dan keseragaman hukum-hukum membuktikan ke-Esa-an Pencipta dan Pengatur alam raya.

      Seandainya ada Tuhan lebih dari satu tentu lebih dari satu hukum akan mengatur alam — sebab adalah perlu bagi suatu wujud tuhan untuk menciptakan alam-semesta dengan peraturan-peraturannya yang khusus — dan dengan demikian sebagai akibatnya kekalutan dan kekacauan niscaya akan terjadi yang tidak dapat dielakkan, serta seluruh alam akan menjadi hancur berantakan. Karena itu sungguh janggal ajaran Paulus yang mengatakan bahwa tiga tuhan yang sama-sama sempurna dalam segala segi, bersama-sama merupakan pencipta dan pengawas bagi alam raya.

      Ayat 24: لَا  یُسۡـَٔلُ  عَمَّا  یَفۡعَلُ  وَ  ہُمۡ  یُسۡـَٔلُوۡنَ  --    Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan,  sedangkan mereka  akan ditanya  menunjuk kepada sempurnanya dan lengkapnya tata-tertib alam raya, sebab itu mengisyaratkan kepada kesempurnaan Pencipta dan Pengaturnya, dan mengisyaratkan pula kepada ke-Esa-an-Nya. Ayat ini berarti bahwa kekuasaan Allah Swt. mengatasi segala sesuatu, sedang semua wujud dan barang lainnya tunduk kepada kekuasaan-Nya. Hal ini merupakan dalil lain yang menentang kemusyrikan.

     Pendek kata, sebagaimana halnya kesempurnaan tatanan alam semesta jasmani  demikian pula halnya dengan kesempurnaan Al-Quran karena keduanya bersumber dari Tuhan yang sama, yaitu Allah Swt, sehingga tidak mungkin ada pertentangan  antara kesempurnaan tatanan alam semesta dengan kesempurnaan Al-Quran, firman-Nya:

اَفَلَا یَتَدَبَّرُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ ؕ وَ لَوۡ  کَانَ مِنۡ عِنۡدِ غَیۡرِ اللّٰہِ لَوَجَدُوۡا فِیۡہِ اخۡتِلَافًا کَثِیۡرًا ﴿﴾

Maka  tidakkah mereka ingin merenungkan Al-Quran? Dan seandainya  Al-Quran ini  berasal dari sisi yang bukan-Allah, niscaya mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa [4]:83).

    “Pertentangan” tersebut dapat pula mengacu kepada pertentangan-pertentangan dalam teks Al-Quran dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya; atau kepada ketidakadaan persesuaian antara nubuatan-nubuatan yang tersebut dalam Al-Quran dengan hasil atau penggenapan nubuatan-nubuatan itu.



Al-Quran Sumber Khazanah Ilmu Pengetahuan yang Tidak terbatas



       Keserasian sempurna  Al-Quran dan tatanan alam semesta tersebut bukan hanya dari segi fisik saja tetapi juga dari segi ruhani berupa ilmu pengetahuan yang tidak terbatas, firman-Nya:

قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ  قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ لَوۡ  جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ  مَدَدًا ﴿﴾

Katakanlah: "'Seandainya lautan menjadi tinta untuk me­nuliskan kalimat-kalimat Rabb-ku (Tuhan-ku), niscaya  lautan itu akan habis se­belum kalimat-kalimat Rabb-ku (Tuhan-ku) habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya. (Al-Kahf [18]:110).

Firman-Nya lagi:

وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ  اَقۡلَامٌ  وَّ  الۡبَحۡرُ  یَمُدُّہٗ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ  اَبۡحُرٍ  مَّا نَفِدَتۡ  کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾

Dan  seandainya pohon-pohon  di bumi ini menjadi pena dan laut    ditambahkan kepadanya  sesudahnya tujuh  laut menjadi tinta,  kalimat Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:28).        Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.  Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan­-penemuan dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka dikuasai anggapan keliru  bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq (penciptaan) itu sendiri.

      Hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka, sebab rahasia-rahasia Tuhan tidak ada habisnya dan tidak dapat diselami sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah Swt. belumlah merupakan setitik   air dalam samudera.

     Dengan demikian benarlah firman Allah Swt.  sebelum ini mengenai kesempurnaan tatanan alam semesta ciptaan-Nya: ثُمَّ  ارۡجِعِ  الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ  یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ  الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ  --  Kemudian pandanglah untuk kedua kali,  penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dengan tunduk dan  ia letih    (Al-Mulk [67]:5).  



Kesempurnaan Ruang-lingkup Tekad dan  Kecerdasan Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw.



     Sehubungan dengan kesempurnaan Al-Quran dalam segala seginya tersebut lebih lanjut Masih Mau’ud a.s. bersabda:

     Kitab Suci Al-Quran merupakan sebuah mukjizat yang kapan pun tidak ada dan tidak akan pernah ada padanannya. Gerbang rahmat dan berkatnya selalu tetap terbuka serta tetap cemerlang dan nyata di setiap zaman, sebagaimana keadaannya ketika di masa Hadhrat Rasulullah Saw..

      Kiranya kita ada memperhatikan bahwa bicara seseorang itu umumnya sejalan dengan ketetapan hatinya. Tambah tinggi ketetapan hati, tujuan serta tekad si pembicara, begitu pulalah mutu dari hasil bicaranya. Demikian juga wahyu samawi pun  mengikuti pola yang sama. Bertambah tinggi ketetapan hati dari sosok yang menerima wahyu Ilahi maka akan bertambah tinggi juga nilai dari wahyu bersangkutan.

      Mengingat ruang lingkup dari ketetapan hati, kapasitas dan tekad Hadhrat Rasulullah Saw. memang sangat luas, maka wahyu yang turun kepada beliau juga bersifat sama. Tidak akan pernah ada lagi manusia yang bisa mencapai derajat ketetapan hati dan keberanian seperti beliau, mengingat ajaran beliau tidak terbatas pada suatu kurun waktu atau bangsa tertentu saja, sebagaimana halnya yang terjadi pada nabi-nabi sebelum beliau.

      Mengenai beliau yang dikemukakan sebagai sosok yang luhur ada terdapat dalam ayat:

قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا

Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul kepada kamu sekalian” (Al-‘Arāf [7]:159),

serta ayat lain:

وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ

Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat (Al-Anbiya [21]:108).

       Siapakah yang dapat menyamai beliau dengan ruang lingkup kenabian dan maksud kedatangan yang demikian luasnya? Sekarang ini kalau pun ada salah satu ayat Al-Quran yang diwahyukan kepada seseorang, aku yakin bahwa ruang lingkup wahyu tersebut tidak akan seluas sebagaimana ketika diterima Hadhrat Rasulullah Saw..” (Malfuzat, jld.  III, hlm. 57).



(Bersambung)



Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo
Pajajaran Anyar,   4 Januari 2016





[1]    Apologia adalah alihbahasa dari apologetics yang merupakan cabang dari theologi yang 1mencoba mempertahankan secara intelektual kebenaran agama Kristen. Di abad pertengahan, apologetics d itujukan untuk menyatakan super ioritas agama Kristen di a tas agama Yahudi dan Islam. Di abad modern, apologetics diarahkan kepada pembenaran agama Kristen sebagai pemenuhan kebutuhan eksistensi manusia mengingat sulit mencari bukti kebenaran historis daripada Kitab Injil. (Penterjemah/Khalid A. Qoyum).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar