Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran adalah
kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf
mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Ketidak-terbatasan Khazanah Ruhani Kitab Suci Al-Quran & Pembukaan Rahasia Gaib Al-Quran Kepada “Orang-orang yang Disucikan” Allah Swt.,
Terutama Rasul Allah
Bab 6
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai mengenai pentingnya
upaya pensucian jiwa melalui pengamalan Al-Quran guna meraih
lebih-banyak lagi “khazanah-khazanah
pengetahuan ” yang terkandung dalam Al-Quran (QS.56:78-81):
“Jelas sudah kalau Al-Quran
itu telah menyempurnakan agama Islam sebagaimana dinyatakan dalam
ayat:
اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ
اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا
Hari ini telah Kusempurnakan
agama kamu bagi manfaat kamu dan
telah Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu
dan telah Kusukai bagi kamu Islam
sebagai agama’ (Al-Māidah [5]:4).
Karena itu setelah Kitab Suci
Al-Quran tidak diperlukan diturunkan kitab lain, mengingat semua yang dibutuhkan manusia sudah
dirangkum di dalamnya. Sekarang ini
hanya pintu wahyu yang masih terbuka, namun tidak
secara otomatis demikian.
Firman haqiqi dan suci yang berisikan pertolongan
Allah Swt. serta berbagai hal-hal tersembunyi
di dalamnya hanya bisa diperoleh dengan cara mensucikan
batin melalui pengamalan Al-Quran
dan mematuhi Hadhrat Rasulullah Saw.” (Chasma Marifat, Qadian, Anwar
Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm. 80, London,
1984).
Kemudian Masih Mau’ud a.s.
bersabda lagi:
“Apa yang termaktub di dalam Al-Quran
merupakan wahyu utama dan mengatasi serta berada di atas semua wahyu-wahyu
lainnya. Tidak dimungkinkan adanya wahyu
lain yang diturunkan yang akan bertentangan
karena hal seperti itu sama saja dengan memansukhkan (membatalkan) Ayat-ayat Suci.” (Majmua Ishtiharat, jld.
II, hlm. 84).
Empat Macam Derajat
Ruhani yang Tersedia Bagi Umat Islam
Sehubungan dengan
pentingnya upaya pensucian jiwa
melalui pengamalan syariat Islam (Al-Quran) sebagaimana yang
difahami dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22) Allah
Swt. berfirman:
اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
itu benar-benar Al-Quran
yang mulia, dalam suatu
kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan. Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam (Al-Wāqi’ah [56]:78-81).
Hanya orang yang bernasib baik sajalah yang
diberi pengertian mengenai dan dapat mendalami
kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang
tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu
dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh
atau membaca Al-Quran sementara
keadaan fisik tidak
bersih.
Di antara orang-orang yang
-- berkat upaya melakukan pensucian diri tersebut
-- dikaruniai Allah Swt. kemampuan untuk “menyentuh” kedalaman khazanah
makrifat-makrifat Al-Quran, yang
paling sempurna adalah orang yang meraih
nikmat kenabian, firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang
Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan
semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian
— para nabi, para shiddiq, para syuhada dan para shalih
(orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw..,
sesuai doa yang diajarkan dalam Surah
Al-Fatihah mengenai orang-orang yang mendapat “nikmat” dari Allah Swt.. Dan orang-orang yang menolak “nikmat-nikmat ruhani” Allah Swt. tersebut mereka akan menjadi “orang yang dimurkai’ Allah Swt. dan
“tersesat dari Tauhid Ilahi”,
firman-Nya:
اِیَّاکَ
نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾
Hanya Engkau-lah Yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon
pertolongan. اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ -- Tunjukilah kami jalan
yang lurus, yaitu jalan aorang-orang yang
telah Engkau beri nikmat atas me-reka, غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ الضَّآلِّیۡنَ لَا -- bukan jalan mereka yang
dimurkai dan bukan pula jalan mereka
yang sesat.(Al-Fatihah [1]:5-7).
Penganugerahkan nikmat kenabian tersebut merupakan kehormatan
khusus bagi Nabi Besar Muhammad
saw. semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang
membicarakan nabi-nabi secara umum
dan mengatakan: “Dan orang-orang yang
beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan
saksi-saksi (syuhada) di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
Apabila kedua ayat ini dibaca
bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi
lainnya dapat mencapai martabat shiddiq,
syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw.. dapat naik ke martabat nabi Allah juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang
mengatakan: “Tuhan telah membagi
orang-orang beriman dalam empat golongan
dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di
antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang
beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.”
Dan beliau membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus.
Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat
dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.” Di Akhir
Zaman ini di kalangan Muslim yang meraih karunia kenabian ummati tersebut adalah Masih Mau’ud a.s., yaitu dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir
Zaman ini (QS.61:10).
Keunggulan Pembukaan Rahasia
Gaib Al-Quran Kepada Rasul Allah & Ketidak-terbatasan
Khazanah Wawasan dan Mutiara Hikmah
Al-Quran
Kembali kepada masalah “orang yang disucikan” Allah Swt. -- melalui ketaatan sempurna kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.
– yang dianugerahi Allah Swt. kemampuan “menyentuh” Al-Quran, Allah Swt. berfirman:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ
فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia
gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali
kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya baris-an pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya,
supaya Dia mengetahui bahwa
sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan
Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah
mengenai rahasia gaib bertalian
dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat
ini merupakan ukuran yang tiada tara
bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin muttaki lainnya.
Perbedaan itu letaknya
pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul
Tuhan dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan
atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang muttaki dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati
kehormatan serupa itu.
Tambahan pula, wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang muttaki lainnya tidak begitu
terpelihara.
Mengenai ketidak-terbatasan khazanah wawasan dan mutiara hikmah
Al-Quran bagi seluruh umat manusia tersebut
selanjutnya Masih Mau’ud a.s.
bersabda:
“Mukjizat nyata Al-Quran
yang bisa diperhatikan setiap orang, dan yang akan memukau orang jika kita
kemukakan -- terlepas apakah yang
bersangkutan bangsa India, Parsi, Eropa atau Amerika -- adalah tidak terbatasnya khazanah
wawasan, kebenaran dan kebijakan
yang dapat diungkapkan di setiap zaman
menurut kebutuhan, laiknya prajurit
bersenjata yang setiap saat mampu
menangkis pandangan keliru.
Kalau Al-Quran bersifat terbatas dalam wawasan dan kebenaran
yang dikandungnya maka tidak mungkin
akan disebut sebagai mukjizat yang sempurna. Tidak hanya keindahan komposisinya yang
dikagumi -- baik mereka yang buta huruf Arab atau pun yang melek huruf -- tetapi mukjizat Al-Quran yang nyata adalah tidak terbatasnya wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang
dikandungnya.
Seseorang yang tidak mengakui
mukjizat Al-Quran sesungguhnya luput dari pengetahuan
mengenainya. Mereka yang tidak meyakini
mukjizat tersebut, tidak akan bisa menghargai
Al-Quran sebagaimana layaknya ia dihargai,
dan tidak mengenal Tuhan sebagaimana
mestinya Dia dikenali, serta tidak menghormati Hadhrat Rasulullah Saw.
sebagaimana laiknya beliau dihormati.
Perhatikanlah bahwa mukjizat wawasan
serta kebenaran tak terbatas yang
dikandung Al-Quran itu telah
menghasilkan kemaslahatan jauh lebih
banyak di setiap zaman dibanding
jika dengan pedang. Semua bentuk keraguan yang muncul di setiap
zaman -- sejalan dengan situasinya serta semua pengakuan dari wawasan yang dianggap lebih baik -- nyatanya secara total disangkal Al-Quran.
Tidak ada seorang pun penganut aliran Brahmo, Buddha, Arya atau pun filosof lainnya yang mampu
mengemukakan kebenaran Ilahi lainnya
yang belum ada terkandung di dalam Al-Quran. Keajaiban-keajaiban Kitab Suci Al-Quran tidak akan pernah berakhir. Sebagaimana sifat-sifat mulia hukum alam tidak
pernah berakhir di masa-masa lalu
karena selalu tampak baru dan segar, begitu pula halnya dengan Kitab Suci ini, sehingga firman
Tuhan dan kinerja-Nya dapat
dibuktikan selalu berjalan selaras.
Rahasia Jangka
Waktu Antara Nabi Adam a.s. dan Nabi Besar Muhammad Saw. & Al-Quran
Adalah Khātamal- Kutub
Sebagai salah contoh “rahasia
gaib” Al-Quran yang dibukakan
Allah Swt. kepada Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini beliau
bersabda:
“Sebagaimana telah aku kemukakan sebelumnya, sering sekali keajaiban Kitab Suci Al-Quran dibukakan
kepadaku, dan banyak di antaranya yang tidak
akan ditemukan dalam tafsir-tafsir
lainnya. Sebagai contoh, telah diwahyukan
kepadaku bahwa jangka waktu yang
dilewati di antara masa turunnya Nabi
Adam a.s. sampai dengan masa Hadhrat
Rasulullah Saw. sesungguhnya ada dikandung dalam Surah Al-Ashr dalam nilai
huruf-hurufnya yang mencapai angka 4.740
tahun qamariah (berdasar perhitungan bulan). Kebenaran seperti ini tidak akan ditemui dalam kitab-kitab tafsir lainnya.
Begitu pula Allah Yang Maha Agung telah membukakan kepadaku tafsir ayat:
اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنٰہُ
فِیۡ لَیۡلَۃِ الۡقَدۡرِ ۚ﴿ۖ﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada Malam Takdir” (Al-Qadr [97]:2),
bahwa artinya tidak hanya berkaitan
dengan turunnya Al-Quran tetapi juga
pengertian lain seperti yang telah
aku kemukakan dalam buklet Fateh Islam.
Kitab tafsir manakah yang ada
mengandung kebenaran-kebenaran
seperti ini? Patut diperhatikan bahwa berbagai pergandaan arti di dalam Al-Quran
tidaklah berarti ada kontradiksi di
dalamnya, tidak juga menggambarkan adanya cacat
pada ajarannya. Bahkan sesungguhnya Nur keakbaran Al-Quran malah menjadi
bertambah cemerlang karena adanya tambahan tafsir Nur-nur yang baru.
Dengan berjalannya waktu, yang mengembangkan
lebih lanjut batas pemikiran manusia,
maka perlu kiranya bagi Al-Quran untuk selalu memanifestasikan dirinya dalam bentuk-bentuk mutakhir serta membukakan pengetahuan-pengetahuan baru dan menyangkal khayalan serta bid’ah
yang mungkin muncul.
Karena itu jika Kitab yang
dianggap sebagai Khātamal Kutub
tidak bisa menanggulangi keadaan-keadaan
baru maka pernyataan tersebut tidak akan ada artinya. Jika nyatanya Kitab ini memang merangkum keseluruhan kebutuhan
manusia di setiap zaman, maka kita
harus mengakui kalau Kitab ini telah
merangkum jumlah wawasan yang tak ada batasnya.
Patut diketahui, bahwa perlakuan Allah Swt. terhadap para penerima wahyu yang sempurna ialah Dia akan selalu
mengungkapkan rahasia-rahasia
tersembunyi dari Al-Quran kepada
yang bersangkutan. Sering terjadi
bahwa ada suatu ayat Al-Quran yang diwahyukan kepada seorang penerima wahyu dimana tujuannya agak berbeda dengan pengertian
awal saat diturunkannya wahyu
tersebut.
Berbagai Makna Ayat Al-Quran yang Tak Terbatas & Pemberitahuan Rahasia Gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan satu
contoh wahyu Ilahi dari Al-Quran yang
diwahyukan ulang kepada salah seorang
tokoh Muslim di Hindustan:
“Maulvi Abdullah Ghaznavi
suatu kali menulis dalam sebuah surat bahwa yang bersangkutan pernah menerima
sebuah wahyu yang berbunyi: قُلۡنَا یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ
سَلٰمًا -- Kami
berfirman, “Hai api, jadilah kamu sarana untuk mendatangkan dingin dan keselamatan,”[1] namun ia tidak memahami apa maksudnya. Ia kemudian menerima wahyu berikutnya yang berbunyi, Kami
berkata: “Hai keteguhan hati,
jadilah kamu sarana untuk mendatangkan dingin dan keselamatan.”
Barulah ia menyadari bahwa dalam hal ini yang dimaksud sebagai api adalah keteguhan hati.” (Izalah Auham, Amritsar, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld. III, hlm. 255-262, London, 1984).
Jadi, sabda Masih Mau’ud a.s. tentang pembukaan khazanah-khazanah ruhani baru Al-Quran tersebut selaras
dengan firman Allah Swt. yang dikemukakan sebelumnya:
عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui
yang gaib, maka Dia tidak
menzahirkan rahasia gaib-Nya
kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya barisan pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya,
supaya Dia mengetahui bahwa sungguh
mereka telah menyampaikan
Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia
meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29). Lihat pula
QS.3:180; QS.42:52-54.
Sehubungan dengan pentingnya
kesinambungan turunnya wahyu Ilahi
bukan syariat tersebut, yaitu dalam rangka menjawab berbagai serangan
lawan terhadap kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) dan kesucian Nabi Besar Muhammad saw., selanjutnya
Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Sekarang ini adalah masa dimana ribuan
celaan dan keraguan telah dilontarkan
manusia dimana agama Islam telah
mengalami serangan dari berbagai penjuru. Allah Swt.. sudah
berfirman:
وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ مَا
نُنَزِّلُہٗۤ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Tiada suatu benda pun
melainkan pada Kami ada
khazanah-khazanahnya yang tak
terbatas dan Kami sekali-kali tidak
menurunkannya melainkan dalam ukuran
yang tertentu (Al-Hijr [15]:22).
Jadi sekarang inilah saatnya telah muncul kebutuhan untuk mengungkapkan
wawasan dan kebenaran yang tersembunyi di dalam Kitab Suci Al-Quran, yang akan menyangkal setiap bentuk agama
filosofis atau pun yang non-filosofis.
Karena adanya serangan dari mereka
yang menganut aliran-aliran filsafat
baru, tibalah saatnya bagi manifestasi (perwujudan) wawasan-wawasan
yang tersembunyi tersebut. Tanpa adanya pengungkapan wawasan demikian maka mustahil Islam bisa menang
di atas agama-agama palsu tersebut.
Kemenangan yang diperoleh di ujung sebilah pedang tidak ada artinya sama sekali karena akan menghilang kembali dengan menurunnya kekuasaan si pemegang pedang.
Kemenangan haqiqi hanya bisa diperoleh melalui pembeberan barisan wawasan dan kebenaran
abadi. Kemenangan seperti inilah
yang sedang diperjuangkan Islam. Nubuatan tersebut berkaitan dengan masa sekarang. Sekaranglah waktunya bagi Al-Quran untuk membuka
semua pengertian-pengertian yang
selama ini tersembunyi.
Seorang yang berfikir akan
mudah memahami bahwa tidak ada makhluk ciptaan Allah Yang Maha Agung, yang
tidak memiliki sifat-sifat yang indah
dan ajaib. Kalau ada seseorang yang
mencoba melakukan penelitian tentang
sifat dan keajaiban seekor lalat maka sampai akhir Hari Kiamat pun kerjanya belum akan selesai.
Dengan sendirinya keajaiban dan sifat-sifat
Al-Quran tentunya lebih banyak
lagi dibanding seekor lalat. Karena
itu tidak diragukan lagi bahwa keajaiban-keajaiban yang dikandung Al-Quran sesungguhnya lebih banyak lagi dibanding keseluruhan alam semesta ini. Jika
manusia menyangkal hal tersebut sama saja dengan menyangkal Sumber Ilahi Al-Quran, karena tidak ada apa pun di
dunia ini yang merupakan ciptaan Tuhan
yang tidak mengandung keajaiban-keajaiban
tanpa batas.
Kebenaran dan tafsir baru mutiara-mutiara
hikmah yang dikandung Al-Quran, yang bisa mengembangkan pemahaman selalu diungkapkan menurut saat dibutuhkan. Munculnya penyelewengan atau bid’ah
dalam agama menuntut adanya tafsir baru yang arif.
Jelas bahwa Al-Quran itu
sendiri merupakan mukjizat, namun keakbaran
dari mukjizat tersebut adalah juga
karena merangkum seluruh kebenaran yang tidak ada batasnya, yang dimanifestasikan
(diwujudkan) pada saatnya yang tepat. Dengan munculnya kesulitan pada suatu masa, wawasan-wawasan yang selama itu tersembunyi kemudian diungkapkan.”
Makna
Islam Akan Mengungguli Semua Agama
Kemudian
mengenai makna bahwa Islam akan mengungguli semua agama (QS.61:10)
-- yang disalah-tafsirkan akan
diperoleh dengan peperangan secara fisik atau dengan kekerasan -- Masih Mau’ud a.s. selanjutnya bersabda:
“Pada masa sekarang ini
sedang berkembang pesat pengetahuan-pengetahuan
sekuler yang sebagian terbesar bertentangan
dengan Al-Quran serta menjadikan manusia menjadi fasik. Banyak sekali ditemukan keajaiban-keajaiban baru di dalam
bidang matematika, fisika dan filsafat. Patutlah kiranya jika pintu kemajuan keruhanian dan pemahaman
sepantasnya juga dibukakan agar tersedia sarana untuk menangkal setiap kemudharatan baru.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya pintu
tersebut sudah dibukakan dan Allah Yang Maha Agung telah memutuskan untuk mengungkapkan keajaiban-keajaiban Al-Quran yang selama ini tersembunyi, guna menghadapi
para filosof dunia yang angkuh tersebut. Para ulama setengah matang -- yang
sesungguhnya menjadi musuh agama Islam
-- tidak akan bisa menggagalkan
maksud Tuhan tersebut.
Kalau mereka tidak menghentikan
kejahilannya maka mereka akan dihancurkan dan mereka akan menerima cemeti Ilahi yang akan menjadikan
mereka menjadi debu rata dengan tanah. Orang-orang bodoh ini tidak mau membuka
mata melihat kondisi di sekitar
mereka. Melalui mereka itu Al-Quran
sepertinya ditampilkan sebagai sesuatu
yang lemah dan hina, namun sekaranglah saatnya Kitab Suci Al-Quran akan muncul sebagai pemenang.
Kitab Suci Al-Quran akan
muncul di medan laga sebagai singa yang akan menghancur-leburkan seluruh filosofi
dunia dan akan mencanangkan keunggulan
dirinya serta akan memenuhi nubuatan
bahwa Islam akan menang di atas semua agama lainnya seperti yang dinyatakan dalam firman:
لِیُظۡہِرَہٗ
عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ
“Supaya
Dia menyebabkannya menang atas semua agama” (Al-Shaf
[61]:10),
untuk kemudian mencapai kulminasinya (puncaknya) dalam
pemenuhan nubuatan keruhanian bahwa:
لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ
“Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
mereka” (Al-Nur
[24]:56).
Tidak mungkin menegakkan agama
di dunia secara sempurna jika melalui paksaan.
Agama Islam dikatakan telah tegak sepenuhnya di muka bumi jika agama lain yang akan menentangnya sudah tidak ada lagi, dan semua
lawan telah meletakkan senjata
mereka. Saat itu sudah tiba sekarang
dan para ulama bodoh tidak akan bisa
menghalanginya.
Sekarang ini Ibnu (Anak) Maryam yang Bapak ruhaninya adalah Sang
Maha Pengajar, yang juga mirip
dengan Adam, akan membagi-bagikan harta karun dari dalam Al-Quran di antara umat manusia
sedemikian rupa, sehingga mereka puas sepenuhnya dan tidak menginginkan lainnya lagi.” (Izalah Auham, Amritsar,
Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. III, hlm. 464-467, London, 1984).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar, 9 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar