Sabtu, 09 Januari 2016

Ketidak-terbatasan "Khazanah Ruhani" Kitab Suci Al-Quran & Pembukaan "Rahasia Gaib" Al-Quran Kepada "Orang-orang yang Disucikan" Allah Swt., Terutama Rasul Allah



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Ketidak-terbatasan Khazanah Ruhani  Kitab Suci Al-Quran & Pembukaan Rahasia Gaib  Al-Quran Kepada “Orang-orang yang Disucikan” Allah Swt., Terutama Rasul Allah


Bab 6


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan  sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai  mengenai  pentingnya upaya pensucian  jiwa melalui pengamalan Al-Quran guna meraih lebih-banyak lagi “khazanah-khazanah pengetahuan ” yang terkandung dalam Al-Quran (QS.56:78-81): 
   “Jelas sudah kalau Al-Quran itu telah menyempurnakan agama Islam sebagaimana dinyatakan dalam ayat:
اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا
Hari ini telah Kusempurnakan agama kamu bagi manfaat kamu dan telah Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu dan telah Kusukai bagi kamu Islam sebagai agama (Al-Māidah [5]:4).
       Karena itu setelah Kitab Suci Al-Quran tidak diperlukan diturunkan  kitab lain, mengingat semua yang dibutuhkan manusia sudah dirangkum di dalamnya. Sekarang ini hanya pintu wahyu yang masih terbuka,  namun tidak secara otomatis demikian.
        Firman haqiqi dan suci yang berisikan pertolongan Allah Swt. serta berbagai hal-hal tersembunyi di dalamnya   hanya bisa diperoleh dengan cara mensucikan batin melalui pengamalan Al-Quran dan mematuhi Hadhrat Rasulullah Saw.” (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. XXIII, hlm. 80, London, 1984).
Kemudian Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi:
   “Apa yang termaktub di dalam Al-Quran merupakan wahyu utama dan mengatasi serta berada di atas semua wahyu-wahyu lainnya. Tidak dimungkinkan adanya wahyu lain yang diturunkan yang akan bertentangan karena hal seperti itu sama saja dengan memansukhkan  (membatalkan) Ayat-ayat Suci.” (Majmua Ishtiharat, jld. II, hlm. 84).

 Empat Macam   Derajat Ruhani  yang Tersedia Bagi Umat Islam

     Sehubungan dengan pentingnya upaya pensucian jiwa melalui pengamalan  syariat Islam (Al-Quran) sebagaimana yang difahami dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22) Allah Swt. berfirman:
اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.          Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam (Al-Wāqi’ah [56]:78-81).
   Hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik   tidak bersih.
  Di antara orang-orang yang  -- berkat upaya melakukan pensucian diri    tersebut   -- dikaruniai Allah Swt. kemampuan untuk “menyentuh” kedalaman khazanah makrifat-makrifat Al-Quran,  yang paling sempurna adalah orang yang meraih  nikmat kenabian, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
        Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — para nabi, para shiddiq, para syuhada dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw.., sesuai doa yang diajarkan dalam Surah Al-Fatihah mengenai orang-orang yang mendapat “nikmat” dari Allah Swt.. Dan orang-orang   yang menolak “nikmat-nikmat ruhani” Allah Swt. tersebut mereka akan menjadi “orang yang dimurkai’ Allah Swt. dan “tersesat dari Tauhid Ilahi”, firman-Nya:
اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾   صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾                                                
Hanya Engkau-lah Yang kami sembah  dan  hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ --   Tunjukilah kami   jalan yang lurus,  yaitu jalan aorang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas me-reka, غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ الضَّآلِّیۡنَ لَا --  bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat.(Al-Fatihah [1]:5-7).  
       Penganugerahkan nikmat kenabian  tersebut  merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammad saw.    semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
       Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut  Nabi Besar Muhammad saw.. dapat naik ke martabat nabi Allah juga.
      Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.”
       Dan beliau membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.” Di  Akhir Zaman ini   di kalangan Muslim yang meraih karunia kenabian ummati  tersebut adalah Masih Mau’ud a.s., yaitu   dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10).

Keunggulan Pembukaan Rahasia Gaib Al-Quran Kepada Rasul Allah  & Ketidak-terbatasan Khazanah Wawasan dan Mutiara Hikmah Al-Quran

       Kembali kepada masalah “orang yang disucikan” Allah Swt.   -- melalui ketaatan sempurna kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad  saw.   – yang dianugerahi Allah Swt. kemampuan “menyentuh” Al-Quran,   Allah Swt. berfirman:
 عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,    kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya baris-an pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya,  supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
 Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.         Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin muttaki lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Tuhan dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni  penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang muttaki dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula, wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang muttaki lainnya tidak begitu terpelihara.  
    Mengenai ketidak-terbatasan khazanah wawasan dan mutiara hikmah Al-Quran bagi seluruh umat manusia tersebut selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Mukjizat nyata Al-Quran yang bisa diperhatikan setiap orang, dan yang akan memukau orang jika kita kemukakan  -- terlepas apakah yang bersangkutan bangsa India, Parsi, Eropa  atau Amerika -- adalah tidak terbatasnya khazanah wawasan, kebenaran dan kebijakan yang dapat diungkapkan di setiap zaman menurut kebutuhan,  laiknya prajurit bersenjata yang setiap saat mampu menangkis pandangan keliru.        
  Kalau Al-Quran bersifat terbatas dalam wawasan dan kebenaran yang dikandungnya maka tidak mungkin akan disebut sebagai mukjizat yang sempurna. Tidak hanya keindahan komposisinya yang dikagumi  -- baik mereka yang buta huruf Arab atau pun yang melek huruf -- tetapi mukjizat Al-Quran yang nyata adalah tidak terbatasnya wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang dikandungnya.
      Seseorang yang tidak mengakui mukjizat Al-Quran  sesungguhnya luput dari pengetahuan mengenainya. Mereka yang tidak meyakini mukjizat tersebut, tidak akan bisa menghargai Al-Quran sebagaimana layaknya ia dihargai, dan tidak mengenal Tuhan sebagaimana mestinya Dia dikenali, serta tidak menghormati Hadhrat Rasulullah Saw. sebagaimana laiknya beliau dihormati.
    Perhatikanlah bahwa mukjizat  wawasan serta kebenaran tak terbatas yang dikandung Al-Quran itu telah menghasilkan kemaslahatan jauh lebih banyak di setiap zaman dibanding jika dengan pedang. Semua bentuk keraguan yang muncul di setiap zaman  -- sejalan dengan situasinya serta semua pengakuan dari wawasan yang dianggap lebih baik -- nyatanya secara total disangkal Al-Quran.
   Tidak ada seorang pun penganut aliran Brahmo, Buddha, Arya atau pun filosof lainnya yang mampu mengemukakan kebenaran Ilahi lainnya yang belum ada terkandung di dalam Al-Quran. Keajaiban-keajaiban Kitab Suci Al-Quran tidak akan pernah berakhir. Sebagaimana sifat-sifat mulia hukum alam tidak pernah berakhir di masa-masa lalu karena selalu tampak baru dan segar, begitu pula halnya dengan Kitab Suci ini,  sehingga firman Tuhan dan kinerja-Nya dapat dibuktikan selalu berjalan selaras.

Rahasia  Jangka Waktu  Antara Nabi Adam a.s.  dan Nabi Besar Muhammad Saw. & Al-Quran Adalah Khātamal- Kutub

    Sebagai salah   contoh “rahasia gaib” Al-Quran yang dibukakan Allah Swt. kepada Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini beliau bersabda:
     “Sebagaimana telah aku kemukakan sebelumnya, sering sekali keajaiban Kitab Suci Al-Quran dibukakan kepadaku,  dan banyak di antaranya yang tidak akan ditemukan dalam tafsir-tafsir lainnya. Sebagai contoh, telah diwahyukan kepadaku bahwa jangka waktu yang dilewati di antara masa turunnya Nabi Adam a.s. sampai dengan masa Hadhrat Rasulullah Saw. sesungguhnya ada dikandung dalam Surah Al-Ashr dalam nilai huruf-hurufnya yang mencapai angka 4.740 tahun qamariah (berdasar perhitungan bulan). Kebenaran seperti ini tidak akan ditemui dalam kitab-kitab tafsir lainnya.
     Begitu pula Allah Yang Maha Agung telah membukakan kepadaku tafsir ayat:
اِنَّاۤ  اَنۡزَلۡنٰہُ  فِیۡ  لَیۡلَۃِ  الۡقَدۡرِ ۚ﴿ۖ﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada Malam Takdir” (Al-Qadr [97]:2),
bahwa artinya tidak hanya berkaitan dengan turunnya Al-Quran tetapi juga pengertian lain seperti yang telah aku kemukakan dalam buklet Fateh Islam.
     Kitab tafsir manakah yang ada mengandung kebenaran-kebenaran seperti ini? Patut diperhatikan bahwa berbagai pergandaan arti di dalam Al-Quran tidaklah berarti ada kontradiksi di dalamnya, tidak juga menggambarkan adanya cacat pada ajarannya. Bahkan sesungguhnya Nur keakbaran Al-Quran malah menjadi bertambah cemerlang karena adanya tambahan tafsir Nur-nur yang baru.
   Dengan berjalannya waktu, yang mengembangkan lebih lanjut batas pemikiran manusia, maka perlu kiranya bagi Al-Quran untuk selalu memanifestasikan dirinya dalam bentuk-bentuk mutakhir serta membukakan pengetahuan-pengetahuan baru dan menyangkal khayalan serta bid’ah yang mungkin muncul.
  Karena itu jika Kitab yang dianggap sebagai Khātamal Kutub tidak bisa menanggulangi keadaan-keadaan baru maka pernyataan tersebut tidak akan ada artinya. Jika nyatanya Kitab ini memang merangkum keseluruhan kebutuhan manusia di setiap zaman,  maka kita harus mengakui kalau Kitab ini telah merangkum jumlah wawasan yang tak ada batasnya.
     Patut diketahui,  bahwa perlakuan Allah Swt. terhadap para penerima wahyu yang sempurna ialah Dia akan selalu mengungkapkan rahasia-rahasia tersembunyi dari Al-Quran kepada yang bersangkutan. Sering terjadi bahwa ada suatu ayat Al-Quran yang diwahyukan kepada seorang penerima wahyu dimana tujuannya agak berbeda dengan pengertian awal saat diturunkannya wahyu tersebut.

Berbagai Makna Ayat Al-Quran yang Tak Terbatas & Pemberitahuan Rahasia Gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya

    Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan satu contoh wahyu Ilahi dari Al-Quran yang diwahyukan ulang kepada salah seorang  tokoh Muslim di Hindustan:
   “Maulvi Abdullah Ghaznavi suatu kali menulis dalam sebuah surat bahwa yang bersangkutan pernah menerima sebuah wahyu yang berbunyi:  قُلۡنَا یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ سَلٰمًا -- Kami berfirman, “Hai api, jadilah kamu sarana untuk mendatangkan dingin dan keselamatan,”[1] namun ia tidak memahami apa maksudnya. Ia kemudian menerima wahyu berikutnya yang berbunyi,  Kami berkata: “Hai keteguhan hati, jadilah kamu sarana untuk mendatangkan dingin dan keselamatan.
       Barulah ia menyadari bahwa dalam hal ini yang dimaksud sebagai api adalah keteguhan hati.” (Izalah Auham, Amritsar, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. III, hlm.  255-262, London, 1984).
     Jadi, sabda Masih Mau’ud a.s. tentang pembukaan khazanah-khazanah  ruhani baru Al-Quran tersebut selaras dengan firman Allah Swt. yang dikemukakan sebelumnya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka,  dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29). Lihat pula QS.3:180; QS.42:52-54.
 Sehubungan dengan pentingnya kesinambungan turunnya wahyu Ilahi bukan syariat   tersebut, yaitu  dalam rangka menjawab berbagai serangan lawan terhadap kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) dan kesucian Nabi Besar Muhammad saw., selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
  “Sekarang ini adalah masa dimana ribuan celaan dan keraguan telah dilontarkan manusia dimana agama Islam telah mengalami serangan dari berbagai penjuru. Allah Swt.. sudah berfirman:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Tiada suatu benda pun melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tak terbatas dan Kami sekali-kali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu  (Al-Hijr [15]:22).
      Jadi sekarang inilah saatnya telah muncul kebutuhan untuk mengungkapkan wawasan dan kebenaran yang tersembunyi di dalam Kitab Suci Al-Quran,  yang akan menyangkal setiap bentuk agama filosofis atau pun yang non-filosofis. Karena adanya serangan dari mereka yang menganut aliran-aliran filsafat baru, tibalah saatnya bagi manifestasi (perwujudan)  wawasan-wawasan yang tersembunyi tersebut. Tanpa adanya pengungkapan wawasan demikian maka mustahil Islam bisa menang di atas agama-agama palsu tersebut.
       Kemenangan yang diperoleh di ujung sebilah pedang tidak ada artinya sama sekali karena akan menghilang kembali dengan menurunnya kekuasaan si pemegang pedang. Kemenangan haqiqi hanya bisa diperoleh melalui pembeberan barisan wawasan dan kebenaran abadi. Kemenangan seperti inilah yang sedang diperjuangkan Islam. Nubuatan tersebut berkaitan dengan masa sekarang. Sekaranglah waktunya bagi Al-Quran untuk membuka semua pengertian-pengertian yang selama ini tersembunyi.
   Seorang yang berfikir akan mudah memahami bahwa tidak ada makhluk ciptaan Allah Yang Maha Agung,  yang tidak memiliki sifat-sifat yang indah dan ajaib. Kalau ada seseorang yang mencoba melakukan penelitian tentang sifat dan keajaiban seekor lalat maka sampai akhir Hari Kiamat pun kerjanya belum akan selesai.
      Dengan sendirinya keajaiban dan sifat-sifat Al-Quran tentunya lebih banyak lagi dibanding seekor lalat. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa keajaiban-keajaiban yang dikandung Al-Quran sesungguhnya lebih banyak lagi dibanding keseluruhan alam semesta ini. Jika manusia menyangkal hal tersebut  sama saja dengan menyangkal Sumber Ilahi   Al-Quran, karena tidak ada apa pun di dunia ini yang merupakan ciptaan Tuhan yang tidak mengandung keajaiban-keajaiban tanpa batas.
  Kebenaran dan tafsir baru mutiara-mutiara hikmah yang dikandung Al-Quran,  yang bisa mengembangkan pemahaman selalu diungkapkan menurut saat dibutuhkan.  Munculnya penyelewengan atau bid’ah dalam agama menuntut adanya tafsir baru yang arif.
    Jelas bahwa Al-Quran itu sendiri  merupakan mukjizat, namun keakbaran dari mukjizat tersebut adalah juga karena merangkum seluruh kebenaran yang tidak ada batasnya,  yang dimanifestasikan (diwujudkan) pada saatnya yang tepat. Dengan munculnya kesulitan pada suatu masa, wawasan-wawasan yang selama itu tersembunyi kemudian diungkapkan.”

Makna  Islam Akan Mengungguli Semua Agama    

  Kemudian mengenai makna bahwa  Islam akan mengungguli semua agama  (QS.61:10) -- yang disalah-tafsirkan akan diperoleh dengan peperangan secara fisik atau dengan kekerasan   --     Masih Mau’ud a.s. selanjutnya bersabda: 
    “Pada masa sekarang ini sedang berkembang pesat pengetahuan-pengetahuan sekuler yang sebagian terbesar bertentangan dengan Al-Quran serta menjadikan manusia menjadi fasik. Banyak sekali ditemukan keajaiban-keajaiban baru di dalam bidang matematika, fisika dan filsafat. Patutlah kiranya jika pintu kemajuan keruhanian dan pemahaman sepantasnya juga dibukakan agar tersedia sarana untuk menangkal setiap kemudharatan baru.
       Ketahuilah bahwa sesungguhnya pintu tersebut sudah dibukakan dan Allah Yang Maha Agung telah memutuskan untuk mengungkapkan keajaiban-keajaiban Al-Quran yang selama ini tersembunyi,  guna menghadapi para filosof dunia yang angkuh tersebut. Para ulama setengah matang -- yang sesungguhnya menjadi musuh agama Islam -- tidak akan bisa menggagalkan maksud Tuhan tersebut.
  Kalau mereka tidak menghentikan kejahilannya maka mereka akan dihancurkan dan mereka akan menerima cemeti Ilahi yang akan menjadikan mereka menjadi debu rata dengan tanah. Orang-orang bodoh ini tidak mau membuka mata melihat kondisi di sekitar mereka. Melalui mereka itu Al-Quran sepertinya ditampilkan sebagai sesuatu yang lemah dan hina, namun sekaranglah saatnya Kitab Suci Al-Quran akan muncul sebagai pemenang.
      Kitab Suci Al-Quran akan muncul di medan laga sebagai singa yang akan menghancur-leburkan seluruh filosofi dunia dan akan mencanangkan keunggulan dirinya serta akan memenuhi nubuatan bahwa Islam akan menang di atas semua agama lainnya seperti yang dinyatakan dalam firman:
لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ
Supaya Dia menyebabkannya menang atas semua agama  (Al-Shaf [61]:10),
untuk kemudian mencapai kulminasinya (puncaknya) dalam pemenuhan nubuatan keruhanian bahwa:
لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ
 “Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka”  (Al-Nur [24]:56).
    Tidak mungkin menegakkan agama di dunia secara sempurna jika melalui paksaan. Agama Islam dikatakan telah tegak sepenuhnya di muka bumi jika agama lain yang akan menentangnya sudah tidak ada lagi, dan semua lawan telah meletakkan senjata mereka. Saat itu sudah tiba sekarang dan para ulama bodoh tidak akan bisa menghalanginya.
      Sekarang ini Ibnu (Anak) Maryam yang Bapak ruhaninya adalah Sang Maha Pengajar, yang juga mirip dengan Adam, akan membagi-bagikan harta karun dari dalam Al-Quran di antara umat manusia sedemikian rupa,  sehingga mereka puas sepenuhnya dan tidak menginginkan lainnya lagi.” (Izalah Auham, Amritsar, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. III, hlm. 464-467, London, 1984).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,  9  Januari 2016





[1] S.21 Al-Anbiya:70. (Penterjemah/Khalid A.Qoyum)
                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar