Rabu, 27 Januari 2016

Hubungan Berkecamuknya Azab Ilahi Dengan Pendustaan dan Penentangan Terhadap Rasul Allah & & Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Hubungan Berkecamuknya Azab   Ilahi Dengan Pendustaan  dan Penentangan  Terhadap Rasul Allah   &   Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran

Bab 20


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan mengenai   Sunnatullah   yakni  cara Allah Swt. melakukan “Penghakiman”   dalam rangka memisahkan benar-tidaknya masalah keimanan di kalangan umat beragama  yang telah terpecah-belah menjadi berbagai firqah,  yang bukan hanya saling mengkafirkan, saling menteror  bahkan  saling memerangi   sebagaimana yang terjadi di Akhir Zaman ini. Yaitu melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan  Allah Swt. (QS.7:35-37), firman-Nya:
   مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿ ﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya  hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ  -- Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآ  -- tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ   -- karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ --  dan jika kamu beriman dan bertakwa  maka bagi kamu ganjaran yang besar (Ali ‘Imran [3]:180).

Sebelum Mengutus Rasul-Nya Allah Swt. Tidak pernah Mengazab Manusia

      Merupakan  Sunnatullah   bahwa Allah Swt.  tidak pernah menurunkan azab ketika manusia mensyukuri nikmat-nikmat Allah Swt. dengan cara bersyukur yang hakiki  -- terutama  mensyukuri nikmat ruhani berupa kenabian    (QS.4:148; QS.14:8; QS.4:70-71) --   tetapi jika mengingkarinya   maka berbagai macam azab Ilahi akan mengepung manusia, sebagaimana  firman-Nya berikut ini:
قُلۡ ہُوَ  الۡقَادِرُ عَلٰۤی  اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ﴿﴾  وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atas kamu atau dari bawah kaki kamu atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.” Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti. وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ  --Dan  kaum engkau telah mendustakannya,  padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah:  Aku sekali-kali bukan  penanggungjawab atas kamu.”  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ  --   Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu  dan kamu segera akan mengetahui. (Al-An’ām [6]:66-68).
 Makna    “azab dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penindasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental, dan sebagainya; dan makna  “siksaan dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya.
Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata  اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ --  “membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”

Hubungan Azab Ilahi Dengan Penolakan Terhadap Rasul Allah

 Di sini kata ganti “nya”  dalam ayat وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ  -- “Dan  kaum engkau telah mendustakannya, padahal itu adalah kebenaran” menunjuk kepada (1) perkara yang sedang dibahas;   (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir (azab  Ilahi), maka kata-kata وَ ہُوَ الۡحَقُّ -- “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi  yang dijanjikan pasti akan tiba, sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab kepada manusia sebelum terlebih dulu diutus rasul Allah sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan  kepada mereka  (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16-18;  QS.26:209-210; QS.28:60), sebab jika tidak demikian  maka manusia punya  alasan untuk menyalahkan  atau melakukan protes  kepada Allah Swt., firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِالۡاُوۡلٰی ﴿﴾  وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan mereka berkata: "Mengapakah ia (Rasul) tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari  Rabb-nya (Tuhan-nya)?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu? Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini  niscaya mereka akan berkata: "Ya Rabb (Tuhan) kami, me­ngapakah   Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?"    Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun  tunggulah, lalu segera kamu akan me-ngetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak   (Thā Hā [20]:134-136).
 Ayat  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ  -- “Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu dan kamu segera akan mengetahui(Al-An’ām [6]:68) dalam ayat sebelumnya  berarti bahwa  Allah Swt.  sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib. Maka azab yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan datang juga pada saatnya yang tepat,   sebagai  akibat mendustakan dan menentang Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan,  yang kepadanya Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya, firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya,  supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (QS.72:27-29).

Pengulangan Pengutusan “Adam” Sebagai “Khalifah Allah” di Muka Bumi

     Pada hakikatnya pengutusan Rasul Allah yang dijanjikan (QS.7:35-37)  merupakan pengulangan dibangkitkannya Adam  sebagai  “Khalifah Allah” (wakil Allah) di muka bumi, yang kepadanya Allah Swt. mengajarkan  rahasia baru dari Al-Asma-ul-Husna Allah Swt., yang para malaikat pun tidak mengetahuinya, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman kepada para  malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ  -- mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau  dan kami senantiasa mensucikan  Engkau?”  قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ --   Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”  وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا     -- Dan  Dia mengajarkan kepada Adam  nama-nama itu semuanya ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ --   kemudian Dia mengemukakan mereka itu kepada para malaikat lalu Dia berfirman: “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama mereka ini jika kamu memang   benar.”  قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا   -- Mereka berkata: “Mahasuci Engkau, kami tidak  memiliki  pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ  --  sesungguhnya Engkau benar-benar Ma-ha Mengetahui, Mahabijaksana.”  قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ   -- Dia berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah  kepada mereka nama-nama mereka itu”, maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama mereka itu, قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- Dia berfirman: “Bukankah telah Aku katakan kepada kamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui  rahasia seluruh langit dan bumi وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ  --  dan mengetahui apa pun yang kamu nyatakan dan apa pun yang    kamu sembunyikan?” (Al-Baqarah [2]:31-34).
      Jadi maka ayat   وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا     -- “Dan  Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama itu semuanya”   mengisyaratkan kepada   pembukaan rahasia-rahasia gaib-Nya yang baru  kepada rasul Allah sebagaimana dikemukakan  dalam QS.72:27-29 sebelumnya:  عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ -- “Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai.”  
               
Al-Quran  Merupakan “Penyembuh  dan Rahmat”  Bagi Orang-orang yang Beriman Tetapi Menjadi  “Batu Sandungan” Bagi Orang-orang Zalim

   Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  dua  pengaruh     Al-Quran  yang berbeda  terhadap manusia:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ  لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا﴿﴾  وَ  اِذَاۤ   اَنۡعَمۡنَا عَلَی  الۡاِنۡسَانِ اَعۡرَضَ وَ نَاٰ بِجَانِبِہٖ ۚ وَ اِذَا مَسَّہُ  الشَّرُّ کَانَ یَــُٔوۡسًا﴿﴾  قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ فَرَبُّکُمۡ اَعۡلَمُ  بِمَنۡ  ہُوَ  اَہۡدٰی  سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  Kami  menurunkan dari Al-Quran suatu  penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian.  Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling dan menjauhkan dirinya, tetapi apabila keburukan menimpanya  ia berputus asa.   قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ  --  Katakanlah: “Setiap orang beramal menurut caranya sendiri  فَرَبُّکُمۡ اَعۡلَمُ  بِمَنۡ  ہُوَ  اَہۡدٰی  سَبِیۡلًا --  maka Rabb (Tuhan) kamu lebih mengetahui siapa yang lebih terpimpin pada jalan-Nya dan siapa yang tersesat” (Bani Israil [17]:83-85).
      Kata-kata ‘alā  syākilati-hi dalam ayat قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ  --  Katakanlah: “Setiap orang beramal menurut caranya sendiri,”  berarti: sesuai dengan niat, cara berpikir, tujuan-tujuan, dan maksud-maksud sendiri, karena itu  siapa pun tidak bisa menghakimi  masalah-masalah yang gaib  -- dalam hal ini adalah  soal keimanan  -- sebab  hal tersebut   sepenuhnya merupakan wewenang Allah Swt. untuk melakukan penilaiannya.
     Walau pun benar  bahwa masalah  keimanan merupakan hal yang gaib, namun demikian  baik-buruknya pemahaman atau keimanan  seseorang atau sekelompok orang dalam  masalah keagamaan akan nampak dari baik-buruk  perbuatan (aksi-aksi) yang dilakukannya.
     Jika dalam kenyataannya  mereka menyukai menebar fatwa kafir (pengkafiran) serta melakukan intimidasi atau teror terhadap pihak-pihak yang berbeda faham (pandangan) dalam masalah agama dengan mereka,  maka hal tersebut mengindikasikan bahwa pemahaman keagamaan atau keimanan mereka tersebut bertentangan dengan misi kerasulan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108)  serta  bertentangan dengan gelar “umat terbaik” yang ditetapkan Allah Swt. bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.2:144; QS.3:111).
      Tetapi jika umat beragama  -- terutama umat Islam  --    kembali kepada petunjuk Allah Swt. dalam Al-Quran serta kepada Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., maka Sunnatullah berikut ini yang pasti akan mereka alami di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا --  Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ --  mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا --  akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya  (Al-Baqarah [2]:26).

Makna Huruf  Muqaththa’at  Dalam Surah-surah Al-Quran

      Jadi, kembali kepada pembahasan utama  mengenai tanda-tanda orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt., Dia befirman:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾   الٓـمّٓ ۚ﴿﴾ ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ  مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ  یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Alif Lām Mīm. Inilah Kitab yang sempurna itu,  tidak ada keraguan di dalamnya,  petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.  Yaitu orang-orang yang beriman kepada  yang gaib, dan   mendirikan shalat, dan mereka  membelanjakan sebagian dari apa  yang Kami rezekikan  kepada mereka.   Dan orang-orang  yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau, juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau  dan kepada  akhirat  pun mereka   yakin.   Mereka itulah orang-orang yang  berada di atas  petunjuk dari Rabb (Tuhan) mereka  dan mereka itulah  orang-orang yang  berhasil. (Al-Baqarah [2]:1-6).
       Mengenai arti yang dikenakan pada muqaththa’at  الٓـمّٓ   (Alif Lām Mīm),   ada dua yang nampak lebih beralasan:
      (a) bahwa tiap-tiap huruf mempunyai nilai angka tertentu (Jarir). Huruf-huruf alif lam mim mempunyai nilai 71 (alif bernilai 1 lam 30 dan mim 40). Jadi, penempatan Alif Lam Mim pada permulaan Surah dapat berarti bahwa pokok masalahnya ialah tegak berdirinya Islam secara istimewa di masa permulaan akan memakan waktu 71 tahun untuk berkembang selengkapnya.
    (b) Huruf-huruf itu seperti dinyatakan di atas, adalah singkatan dari Sifat-sifat khusus Allah Swt.  dan Surah-surah Al-Quran yang pada permulaannya muqaththa’at itu ditempatkan huruf-huruf muqaththa’at, dalam pokok masalahnya  mempunyai hubungan dengan Sifat-sifat Ilahi yang ditampilkan oleh huruf muqaththa’at yang khas itu.
       Jadi, singkatan Alif Lām Mīm yang dicantumkan di sini dan pada permulaan Surah-surah ke-3, 29, 30, 31 dan 32 berarti “Aku Allah Yang Lebih Mengetahui.” Arti itu dikuatkan oleh Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas’ud, Alif singkatan dari Anā, Lām singkatan dari Allāh, dan Mīm singkatan dari ‘alamu.
      Atau menurut beberapa sumber lain Alif singkatan dari “Allah”, Lām singkatan dari “Jibril” dan Mīm singkatan dari “Muhammad”, mengisyaratkan bahwa inti Surah ini adalah makrifat Ilahi yang dianugerahkan Allah Swt. – Wujud Yang merupakan Sumber utama pengetahuan yang hakiki -- kepada Nabi Muhammad saw.    dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.. Huruf-huruf singkatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari wahyu Al-Quran (Bukhari).

Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran

       Kata  Dzālika dalam ayat ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ --  “Inilah Kitab yang sempurna itu,  tidak ada keraguan di dalamnya,  petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” terutama dipakai dalam arti “itu”, tetapi kadang-kadang digunakan juga dalam arti “ini” (Al-Aqrab-ul-Mawarid). Kadang-kadang dipakai untuk menyatakan pangkat tinggi dan kemuliaan wujud yang dimaksud. Di sini kata itu mempunyai arti bahwa Kitab itu — ditilik dari segi faedahnya yang luarbiasa dan agung  — seolah-olah jauh dari pembaca (Al-Fath-ul-Bari).
      Mengisyaratkan kepada kenyataan “jauhnya” (tingginya)  kesempurnaan Al-Quran  itulah pernyataan Allah Swt. dalam Surah lainnya bahwa tidak ada yang dapat “menyentuh” keluarbiasaan khazanah ruhani tak terhingga yang terkandung dalam Al-Quran kecuali orang-orang yang disucikan Allah Swt. (QS.56:78-81), yakni para wali Allah atau para mujaddid,  terutama sekali  rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan di Akhir Zaman ini (QS.4:70-71; QS.72:27-29) guna mewujudkan  kejayaan Islam yang kedua kali dengan cara-cara  yang damai  dan tanpa paksaan serta kekerasan (QS.61:10; QS.62:3-5), LOVE FOL ALL HATRED FOR NONE.
     Al  dalam kata al-Kitab dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzālikal- Kitāb akan berarti  “inilah Kitab” atau “inilah Kitab itu” yakni Kitab yang dijanjikan itu dalam nubuatan-nubuatan para rasul Allah  dan  tercantum dalam kitab-kitab suci sebelumnya (QS.2:5;   107; 147; 286), sehingga Allah Swt. menyatakan  bahwa mereka itu mengenalnya bagaikan  mengenal  anak-anak mereka sendiri  (QS.2:147; QS.6:21).  
       Al dalam kata al-Kitab dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang. Jadi ungkapan ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ itu berarti  “Inilah Kitab yang memiliki segala sifat luhur  itu yang seyogianya dimiliki oleh suatu Kitab yang sempurna”  atau dapat juga ungkapan itu berarti “hanya inilah Kitab yang sempurna.” Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyatakan bahwa Al-Quran merupakan Kitab syariat yang terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
  
Makna “Tidak Ada Keraguan di Dalamnya

     Kemudian makna  kata raib dalam ayat لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di dalamnya” berarti: kegelisahan atau ketidaktenteraman hati; keraguan;  malapetaka atau bencana atau pendapat jahat; tuduhan palsu atau fitnah (Al-Aqrab-ul-Mawarid). Ayat ini tak berarti bahwa tidak akan ada yang merasa ragu-ragu mengenai Al-Quran., sebab Allah Swt. menyatakan bahwa    Al-Quran  pun memilik  kemampuan  “menyesatkan” orang-orang yang berhati bengkok  dan berpenyakit (QS.2:26-27; QS.3:8-10).
     Jadi, makna ayat  لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di dalamnya” itu hanya mengandung arti bahwa ajarannya begitu masuk akal sehingga orang berpikir sehat yang menelaahnya dengan pikiran tidak berat sebelah dan tanpa purbasangka akan mendapatkannya sebagai petunjuk yang aman dan pasti. Sedangkan bagi  orang-orang yang berhati bengkok dan berpenyakit  kesempurnaan Al-Quran bukannya merupakan petunjuk  dan sebagai penyembuh berbagai penyakit ruhani manusia  melainkan  mendatangkan kerugian  besar. firman-Nya:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ  لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا ﴿﴾
Dan  Kami  menurunkan dari Al-Quran suatu  penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian   (Bani Israil [17]:83).
Firman-Nya lagi:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنِ  لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ  مَا  یَزِیۡدُہُمۡ   اِلَّا  نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang  dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian. (Bani Israil [17]:42).
      Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan umat manusia yang penting-penting  adalah wajar dan menjadi keharusan, supaya Kitab itu berulang kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok. Bila pengulangan itu dimaksudkan untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas pikirannya dapat mengemukakan keberatan terhadap hal demikian. Selanjutnya  Allah Swt. berfirman:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menguraikan bagi manusia berbagai macam cara  perumpamaan dalam Al-Quran ini tetapi kebanyakan manusia menolak segala sesuatu kecuali kekafiran. (Bani Israil [17]:90).
   Karena kemampuan-kemampuan manusia terbatas, paling-paling orang dapat menghadapi masalah-masalah yang jumlahnya terbatas saja. Tetapi Al-Quran telah membahas dengan selengkap-lengkapnya semua masalah dan persoalan yang bertalian dengan kemajuan akhlak dan ruhani manusia.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo

Pajajaran Anyar,   23 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar