Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Hubungan Berkecamuknya Azab Ilahi Dengan Pendustaan dan Penentangan
Terhadap
Rasul Allah & Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran
Bab 20
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan
mengenai Sunnatullah yakni
cara Allah Swt. melakukan “Penghakiman” dalam rangka memisahkan benar-tidaknya masalah keimanan
di kalangan umat beragama yang telah terpecah-belah
menjadi berbagai firqah, yang bukan hanya saling mengkafirkan, saling menteror bahkan
saling memerangi sebagaimana yang terjadi di Akhir Zaman ini. Yaitu melalui
pengutusan Rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan Allah Swt. (QS.7:35-37), firman-Nya:
مَا
کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ ﴿ ﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga
Dia memisahkan yang buruk dari
yang baik. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ -- Dan Allah
sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآ -- tetapi Allah memilih di
antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ
وَ رُسُلِہٖ -- karena
itu berimanlah kamu kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ -- dan jika kamu
beriman dan bertakwa maka bagi kamu ganjaran yang besar (Ali
‘Imran [3]:180).
Sebelum Mengutus Rasul-Nya Allah Swt. Tidak pernah Mengazab Manusia
Merupakan
Sunnatullah bahwa Allah Swt. tidak pernah menurunkan azab ketika manusia mensyukuri
nikmat-nikmat Allah Swt. dengan cara bersyukur
yang hakiki -- terutama mensyukuri nikmat
ruhani berupa kenabian (QS.4:148;
QS.14:8; QS.4:70-71) -- tetapi jika mengingkarinya maka berbagai macam azab Ilahi akan mengepung manusia, sebagaimana firman-Nya berikut ini:
قُلۡ
ہُوَ الۡقَادِرُ عَلٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ
فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ
بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ
یَفۡقَہُوۡنَ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ
لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾ لِکُلِّ نَبَاٍ
مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab
kepada kamu dari atas kamu atau dari bawah kaki kamu atau mencampur-baurkan kamu menjadi
golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya
mereka mengerti. وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ
--Dan kaum engkau telah mendustakannya,
padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah: ”Aku sekali-kali bukan
penanggungjawab atas kamu.” لِکُلِّ نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ -- Bagi tiap
kabar gaib ada masa yang tertentu dan kamu
segera akan mengetahui. (Al-An’ām
[6]:66-68).
Makna “azab
dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penindasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat,
penderitaan mental, dan sebagainya; dan makna
“siksaan dari bawah” berarti:
penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan
orang-orang bawahan, dan sebagainya.
Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan
dan perselisihan yang kadang-kadang
berakhir dalam perang saudara. Hal
demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata
اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- “membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
Hubungan Azab
Ilahi Dengan Penolakan Terhadap Rasul Allah
Di sini kata ganti “nya” dalam ayat وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ
الۡحَقُّ -- “Dan kaum engkau telah mendustakannya, padahal itu
adalah kebenaran” menunjuk kepada
(1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran;
(3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti
yang terakhir (azab Ilahi), maka kata-kata
وَ ہُوَ
الۡحَقُّ -- “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi yang dijanjikan pasti akan tiba, sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab kepada manusia sebelum terlebih dulu diutus rasul Allah sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada
mereka (QS.6:132; QS.11:118;
QS.17:16-18; QS.26:209-210; QS.28:60), sebab
jika tidak demikian maka manusia
punya alasan untuk menyalahkan atau melakukan protes kepada Allah Swt.,
firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِالۡاُوۡلٰی ﴿﴾ وَ لَوۡ اَنَّـاۤ
اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ
لَاۤ اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ
قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ وَ
نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ
فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ
الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan
mereka berkata: "Mengapakah ia (Rasul)
tidak mendatangkan kepada kami
suatu Tanda dari Rabb-nya
(Tuhan-nya)?" Bukankah telah datang
kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu? Dan seandainya
Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata: "Ya Rabb (Tuhan) kami, mengapakah Engkau tidak
mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun tunggulah, lalu segera kamu akan me-ngetahui siapakah yang
ada pada jalan yang lurus dan siapa
yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak (Thā Hā [20]:134-136).
Ayat لِکُلِّ نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ -- “Bagi
tiap kabar gaib ada masa yang
tertentu dan kamu segera akan mengetahui” (Al-An’ām [6]:68) dalam
ayat sebelumnya berarti
bahwa Allah Swt. sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib. Maka azab
yang telah dijanjikan kepada
orang-orang yang menolak kebenaran
akan datang juga pada saatnya yang
tepat, sebagai akibat mendustakan
dan menentang Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, yang kepadanya
Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia
gaib-Nya, firman-Nya:
عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali
kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya barisan pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia
mengetahui bahwa sungguh
mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (QS.72:27-29).
Pengulangan
Pengutusan “Adam” Sebagai “Khalifah Allah” di Muka Bumi
Pada hakikatnya
pengutusan Rasul Allah yang dijanjikan (QS.7:35-37) merupakan pengulangan
dibangkitkannya Adam sebagai “Khalifah
Allah” (wakil Allah) di muka bumi, yang kepadanya Allah Swt.
mengajarkan rahasia baru dari Al-Asma-ul-Husna
Allah Swt., yang para malaikat
pun tidak mengetahuinya, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ
فِی الۡاَرۡضِ
خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ
فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ
الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ
نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا
لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ عَلَّمَ اٰدَمَ
الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ
اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ
لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ
اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ
اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman kepada
para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”, قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ -- mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
pujian Engkau dan kami senantiasa mensucikan Engkau?” قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا
لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” وَ عَلَّمَ
اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا -- Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama
itu semuanya ثُمَّ
عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ
ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ -- kemudian Dia
mengemukakan mereka itu kepada para malaikat lalu Dia berfirman: “Beritahukanlah
kepada-Ku nama-nama mereka ini jika
kamu memang benar.” قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ
لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا -- Mereka berkata: “Mahasuci Engkau, kami tidak memiliki
pengetahuan kecuali apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami, اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ -- sesungguhnya
Engkau benar-benar Ma-ha Mengetahui,
Mahabijaksana.” قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ
بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ -- Dia berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka
nama-nama mereka itu”, maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama mereka itu, قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ
غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- Dia
berfirman: “Bukankah telah Aku katakan
kepada kamu bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ -- dan mengetahui
apa pun yang kamu nyatakan dan apa
pun yang kamu sembunyikan?” (Al-Baqarah
[2]:31-34).
Jadi maka ayat وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا
-- “Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama
itu semuanya” mengisyaratkan
kepada pembukaan rahasia-rahasia
gaib-Nya yang baru kepada rasul Allah sebagaimana dikemukakan dalam QS.72:27-29 sebelumnya: عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی
غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ -- “Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
menzahirkan rahasia gaib-Nya
kepada siapa pun, kecuali kepada
Rasul yang Dia ridhai.”
Al-Quran Merupakan “Penyembuh dan Rahmat” Bagi Orang-orang yang Beriman Tetapi Menjadi “Batu Sandungan” Bagi Orang-orang Zalim
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai dua pengaruh Al-Quran yang berbeda terhadap manusia:
وَ
نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ
الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا خَسَارًا﴿﴾ وَ
اِذَاۤ اَنۡعَمۡنَا عَلَی الۡاِنۡسَانِ اَعۡرَضَ وَ نَاٰ بِجَانِبِہٖ ۚ
وَ اِذَا مَسَّہُ الشَّرُّ کَانَ
یَــُٔوۡسًا﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ فَرَبُّکُمۡ
اَعۡلَمُ بِمَنۡ ہُوَ
اَہۡدٰی سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan Kami
menurunkan dari Al-Quran
suatu penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,
tetapi tidak menambah kepada orang-orang
yang zalim melainkan kerugian. Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling dan menjauhkan dirinya, tetapi apabila keburukan menimpanya ia berputus asa. قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ -- Katakanlah: “Setiap orang beramal menurut caranya sendiri فَرَبُّکُمۡ اَعۡلَمُ بِمَنۡ
ہُوَ اَہۡدٰی سَبِیۡلًا -- maka Rabb (Tuhan) kamu lebih mengetahui siapa yang lebih terpimpin
pada jalan-Nya dan
siapa yang tersesat” (Bani Israil [17]:83-85).
Kata-kata ‘alā syākilati-hi dalam ayat قُلۡ کُلٌّ
یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ -- Katakanlah: “Setiap orang beramal menurut caranya sendiri,” berarti: sesuai dengan niat, cara berpikir, tujuan-tujuan,
dan maksud-maksud sendiri, karena itu siapa pun tidak bisa menghakimi masalah-masalah
yang gaib
-- dalam hal ini adalah soal keimanan
-- sebab hal tersebut sepenuhnya merupakan wewenang Allah Swt. untuk melakukan penilaiannya.
Walau pun benar bahwa masalah
keimanan merupakan hal yang gaib, namun demikian baik-buruknya
pemahaman atau keimanan seseorang atau sekelompok orang dalam masalah keagamaan
akan nampak dari baik-buruk perbuatan (aksi-aksi) yang dilakukannya.
Jika dalam kenyataannya mereka menyukai
menebar fatwa kafir (pengkafiran) serta
melakukan intimidasi atau teror terhadap pihak-pihak yang berbeda
faham (pandangan) dalam masalah agama
dengan mereka, maka hal tersebut mengindikasikan
bahwa pemahaman keagamaan atau keimanan mereka tersebut bertentangan dengan misi kerasulan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) serta bertentangan dengan gelar “umat terbaik” yang ditetapkan Allah Swt.
bagi orang-orang yang benar-benar beriman
kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:144; QS.3:111).
Tetapi jika umat beragama -- terutama umat Islam -- kembali
kepada petunjuk Allah Swt. dalam Al-Quran serta kepada Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., maka Sunnatullah berikut ini yang pasti akan
mereka alami di dunia ini juga,
firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal shaleh
bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami
sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan diberikan
kepada mereka yang serupa dengannya,
وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ -- dan
bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah
[2]:26).
Makna Huruf Muqaththa’at Dalam Surah-surah Al-Quran
Jadi, kembali kepada pembahasan
utama mengenai tanda-tanda orang-orang yang bertakwa
kepada Allah Swt., Dia befirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ الٓـمّٓ ۚ﴿﴾ ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha
Pemurah, Maha Penyayang. Alif Lām Mīm. Inilah
Kitab yang sempurna itu, tidak
ada keraguan di dalamnya, petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang
gaib, dan mendirikan
shalat, dan mereka membelanjakan sebagian dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka. Dan orang-orang
yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau, juga
kepada apa yang telah diturunkan sebelum
engkau dan kepada akhirat pun mereka
yakin. Mereka itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka
itulah orang-orang
yang berhasil. (Al-Baqarah [2]:1-6).
Mengenai arti yang dikenakan pada muqaththa’at الٓـمّٓ
(Alif Lām Mīm), ada dua yang nampak lebih beralasan:
(a) bahwa tiap-tiap
huruf mempunyai nilai angka
tertentu (Jarir). Huruf-huruf alif lam mim mempunyai nilai 71 (alif
bernilai 1 lam 30 dan mim 40). Jadi, penempatan Alif Lam
Mim pada permulaan Surah dapat berarti bahwa pokok masalahnya ialah tegak berdirinya Islam secara istimewa di masa permulaan akan memakan
waktu 71 tahun untuk berkembang
selengkapnya.
(b) Huruf-huruf itu seperti dinyatakan di atas,
adalah singkatan dari Sifat-sifat khusus
Allah Swt. dan Surah-surah
Al-Quran yang pada permulaannya muqaththa’at itu ditempatkan huruf-huruf
muqaththa’at, dalam pokok masalahnya mempunyai hubungan dengan Sifat-sifat Ilahi yang ditampilkan oleh huruf muqaththa’at
yang khas itu.
Jadi, singkatan Alif Lām Mīm
yang dicantumkan di sini dan pada permulaan Surah-surah ke-3, 29, 30, 31 dan 32
berarti “Aku Allah Yang Lebih Mengetahui.” Arti itu dikuatkan oleh Ibn
‘Abbas dan Ibn Mas’ud, Alif singkatan dari Anā, Lām singkatan
dari Allāh, dan Mīm singkatan dari ‘alamu.
Atau menurut beberapa sumber lain Alif singkatan dari “Allah”,
Lām singkatan dari “Jibril” dan Mīm singkatan dari “Muhammad”,
mengisyaratkan bahwa inti Surah ini adalah makrifat
Ilahi yang dianugerahkan Allah Swt.
– Wujud Yang merupakan Sumber utama pengetahuan yang hakiki -- kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.. Huruf-huruf singkatan ini merupakan bagian
tak terpisahkan dari wahyu Al-Quran (Bukhari).
Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran
Kata Dzālika
dalam ayat ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ
لَا رَیۡبَ
ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ -- “Inilah Kitab yang sempurna
itu, tidak ada keraguan di dalamnya,
petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa” terutama dipakai
dalam arti “itu”, tetapi
kadang-kadang digunakan juga dalam arti “ini”
(Al-Aqrab-ul-Mawarid).
Kadang-kadang dipakai untuk menyatakan pangkat
tinggi dan kemuliaan wujud yang
dimaksud. Di sini kata itu mempunyai arti bahwa Kitab itu — ditilik dari segi faedahnya
yang luarbiasa dan agung
— seolah-olah jauh dari
pembaca (Al-Fath-ul-Bari).
Mengisyaratkan kepada kenyataan “jauhnya” (tingginya) kesempurnaan Al-Quran itulah pernyataan
Allah Swt. dalam Surah lainnya bahwa tidak ada yang dapat “menyentuh” keluarbiasaan khazanah
ruhani tak terhingga yang terkandung dalam Al-Quran kecuali orang-orang yang
disucikan Allah Swt. (QS.56:78-81),
yakni para wali Allah atau para mujaddid,
terutama sekali rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan di Akhir Zaman ini (QS.4:70-71;
QS.72:27-29) guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali dengan
cara-cara yang damai dan tanpa paksaan serta kekerasan (QS.61:10; QS.62:3-5), LOVE FOL ALL HATRED FOR NONE.
Al
dalam kata al-Kitab dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzālikal-
Kitāb akan berarti “inilah Kitab”
atau “inilah Kitab itu” yakni Kitab
yang dijanjikan itu dalam nubuatan-nubuatan
para rasul Allah dan tercantum dalam kitab-kitab suci sebelumnya (QS.2:5; 107; 147; 286), sehingga Allah Swt.
menyatakan bahwa mereka itu mengenalnya bagaikan mengenal
anak-anak
mereka sendiri (QS.2:147; QS.6:21).
Al dalam kata al-Kitab dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang.
Jadi ungkapan ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ itu berarti “Inilah Kitab yang memiliki segala sifat
luhur itu yang seyogianya dimiliki oleh
suatu Kitab yang sempurna” atau
dapat juga ungkapan itu berarti “hanya
inilah Kitab yang sempurna.” Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyatakan bahwa
Al-Quran merupakan Kitab syariat yang terakhir dan tersempurna
(QS.5:4).
Makna “Tidak Ada Keraguan di
Dalamnya”
Kemudian makna kata raib
dalam ayat لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di
dalamnya” berarti: kegelisahan atau ketidaktenteraman hati; keraguan; malapetaka atau bencana atau pendapat jahat;
tuduhan palsu atau fitnah (Al-Aqrab-ul-Mawarid).
Ayat ini tak berarti bahwa tidak akan ada
yang merasa ragu-ragu mengenai Al-Quran., sebab Allah Swt. menyatakan
bahwa Al-Quran pun memilik
kemampuan “menyesatkan”
orang-orang yang berhati bengkok dan berpenyakit
(QS.2:26-27; QS.3:8-10).
Jadi, makna ayat لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di dalamnya” itu
hanya mengandung arti bahwa ajarannya
begitu masuk akal sehingga orang
berpikir sehat yang menelaahnya
dengan pikiran tidak berat sebelah dan tanpa purbasangka akan mendapatkannya sebagai petunjuk yang aman dan pasti. Sedangkan
bagi orang-orang yang berhati bengkok dan berpenyakit kesempurnaan
Al-Quran bukannya merupakan petunjuk dan sebagai penyembuh berbagai penyakit
ruhani manusia melainkan mendatangkan kerugian besar. firman-Nya:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ
شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ
ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ
اِلَّا خَسَارًا ﴿﴾
Dan Kami
menurunkan dari Al-Quran
suatu penyembuh dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman,
tetapi tidak menambah kepada orang-orang
yang zalim melainkan kerugian (Bani
Israil [17]:83).
Firman-Nya
lagi:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا
الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ
وَ مَا
یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang
dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama
sekali tidaklah Al-Quran itu
menambah bagi mereka, kecuali kebencian.
(Bani
Israil [17]:42).
Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan umat
manusia yang penting-penting adalah
wajar dan menjadi keharusan, supaya Kitab
itu berulang kali mengupas kembali
hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah
pokok. Bila pengulangan itu
dimaksudkan untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk
membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas
pikirannya dapat mengemukakan keberatan
terhadap hal demikian. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫
فَاَبٰۤی اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menguraikan bagi manusia berbagai macam cara perumpamaan dalam Al-Quran ini tetapi kebanyakan
manusia menolak segala sesuatu kecuali kekafiran. (Bani Israil [17]:90).
Karena kemampuan-kemampuan manusia terbatas,
paling-paling orang dapat menghadapi masalah-masalah yang jumlahnya terbatas
saja. Tetapi Al-Quran telah membahas dengan selengkap-lengkapnya semua masalah dan persoalan yang bertalian
dengan kemajuan akhlak dan ruhani manusia.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,
23 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar