Rabu, 06 Januari 2016

Kesempurnaan Al-Quran dan Keistimewaan Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai Rasul Allah yang "Ummiy" (Buta-huruf) & Menyempurnakan Ke-Muslim-an Para Penganut "Millat" Nabi Ibrahim a.s.





Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Kesempurnaan Al-Quran  dan Keistimewaan  Nabi Besar Muhammad Saw.  Sebagai  Rasul Allah yang “Ummiy” (Butahuruf) & Menyempurnakan Ke-Muslim-an  Para Penganut “Millah” Nabi Ibrahim a.s.


Bab 4


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D

alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan mengenai   sabda Masih Mau’ud a.s.  sehubungan  kesempurnaan Al-Quran dalam segala seginya serta hubungannya dengan kesempurnaan ruang-lingkup tekad dan  kecerdasan ruhani Nabi Besar Muhammad Saw:  

      Kitab Suci Al-Quran merupakan sebuah mukjizat yang kapan pun tidak ada dan tidak akan pernah ada padanannya. Gerbang rahmat dan berkatnya selalu tetap terbuka serta tetap cemerlang dan nyata di setiap zaman, sebagaimana keadaannya ketika di masa Hadhrat Rasulullah Saw..

      Kiranya kita ada memperhatikan bahwa bicara seseorang itu umumnya sejalan dengan ketetapan hatinya. Tambah tinggi ketetapan hati, tujuan serta tekad si pembicara, begitu pulalah mutu dari hasil bicaranya. Demikian juga wahyu samawi pun  mengikuti pola yang sama. Bertambah tinggi ketetapan hati dari sosok yang menerima wahyu Ilahi maka akan bertambah tinggi juga nilai dari wahyu bersangkutan.

      Mengingat ruang lingkup dari ketetapan hati, kapasitas dan tekad Hadhrat Rasulullah Saw. memang sangat luas, maka wahyu yang turun kepada beliau juga bersifat sama. Tidak akan pernah ada lagi manusia yang bisa mencapai derajat ketetapan hati dan keberanian seperti beliau, mengingat ajaran beliau tidak terbatas pada suatu kurun waktu atau bangsa tertentu saja, sebagaimana halnya yang terjadi pada nabi-nabi sebelum beliau.

      Mengenai beliau yang dikemukakan sebagai sosok yang luhur ada terdapat dalam ayat:

قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا

Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul kepada kamu sekalian (Al-‘Arāf [7]:159),

serta ayat lain:

وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ

Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat (Al-Anbiya [21]:108).

       Siapakah yang dapat menyamai beliau dengan ruang lingkup kenabian dan maksud kedatangan yang demikian luasnya? Sekarang ini kalau pun ada salah satu ayat Al-Quran yang diwahyukan kepada seseorang, aku yakin bahwa ruang lingkup wahyu tersebut tidak akan seluas sebagaimana ketika diterima Hadhrat Rasulullah Saw..” (Malfuzat, jld.  III, hlm. 57).

       Mengisyaratkan kepada kenyataan itu – yakni kesempurnaan martabat akhlak dan ruhani serta makrifat Ilahi  Nabi Besar Muhammad saw.  – itu pulalah “pingsannya” Nabi Musa a.s. dalam pengalaman ruhani yang dialaminya ketika beliau  berkhalwat di gunung Thur selama 40 hari,  yang dalam kesempatan tersebut  Nabi Musa a.s.   meminta agar Allah Swt. berkenan   “menampakkan Kebesaran-Nya” (Tajjali-Nya) kepada beliau (QS.7:144), yakni  Tajalli Ilahiyat  yang  ditakdirkan Allah Swt.  akan dianugerahkan kepada rekan  atau Rasul Allah yang merupakan  misal beliau dari Bani Isma’il (Ulangan 18:18; QS.46:11), yakni Nabi Besar Muhammad saw.  yang kedatangannya  di gambarkan  dalam  berbagai nubuatan dalam Bible seakan-akan merupakan kedatangan Allah Swt. Sendiri.    



Keluarbiasaan Nabi yang Ummiy (Butahuruf) dari Bani Isma’il



     Satu kenyataan yang sangat menakjubkan, bahwa Allah Swt. telah mewahyukan Kitab suci (syariat) terakhir dan tersempurna (QS.5:4) tersebut kepada Nabi Besar Muhammad saw. seorang yang ummiy (buta-huruf- QS.7:158; QS.62:3-4), firman-Nya. Sehubungan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:

       Kebenaran haqiqi yang berkaitan dengan agama dan semua ajaran tentang subyek Ketuhanan serta argumentasi konklusif  yang mendukung kebenaran, bersama-sama keajaiban-keajaiban dan wawasan-wawasan sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci Al-Quran, semuanya itu berada di luar jangkauan kemampuan dan intelektual manusia untuk memperolehnya sendiri.

     Jika kita melihat ke masa sebelumnya, kita akan menemukan bahwa tidak ada ahli filosofi atau pun orang bijak yang mampu mengungkapkan semua pengetahuan yang terdapat di dalam Al-Quran tersebut. Justru sebaliknya, seluruh pengetahuan dan wawasan tersebut malah dikaruniakan kepada seorang yang sama sekali tidak terpelajar.

    Beliau tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah, atau membaca buku dan tidak juga berkawan dengan orang-orang bijak atau yang terpelajar. Beliau menjalankan kehidupannya di tengah-tengah suatu bangsa yang liar, beliau dilahirkan dan dibesarkan di antara mereka serta berkawan dengan mereka. Bahwa Hadhrat Rasulullah Saw. adalah seorang yang buta huruf merupakan hal yang demikian jelas sehingga tidak ada peneliti sejarah Islam yang tidak mengetahuinya.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 561-563, London, 1984).

      Sehubungan dengan ke-ummiy-an (ke-butahuruf-an) Nabi Besar Muhammad saw.  tersebut Allah Swt. berfirman:

اَلَّذِیۡنَ یَتَّبِعُوۡنَ الرَّسُوۡلَ النَّبِیَّ الۡاُمِّیَّ الَّذِیۡ یَجِدُوۡنَہٗ مَکۡتُوۡبًا عِنۡدَہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ وَ الۡاِنۡجِیۡلِ ۫ یَاۡمُرُہُمۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہٰہُمۡ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ یُحِلُّ لَہُمُ الطَّیِّبٰتِ وَ یُحَرِّمُ عَلَیۡہِمُ الۡخَبٰٓئِثَ وَ یَضَعُ عَنۡہُمۡ اِصۡرَہُمۡ وَ الۡاَغۡلٰلَ الَّتِیۡ کَانَتۡ عَلَیۡہِمۡ ؕ فَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِہٖ  وَ عَزَّرُوۡہُ وَ نَصَرُوۡہُ  وَ اتَّبَعُوا النُّوۡرَ الَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ مَعَہٗۤ ۙ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾٪   قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا الَّذِیۡ لَہٗ  مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ  وَ الۡاَرۡضِ ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۪ فَاٰمِنُوۡا  بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہِ النَّبِیِّ  الۡاُمِّیِّ  الَّذِیۡ یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ وَ کَلِمٰتِہٖ وَ اتَّبِعُوۡہُ  لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾

“Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul,  Nabi Ummi,  yang mereka dapati tercantum di dalam Taurat dan Injil  yang ada pada mereka.  Ia menyuruh mereka kepada yang makruf, melarang mereka dari yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik,  mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, menyingkirkan dari mereka beban mereka dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. فَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِہٖ  وَ عَزَّرُوۡہُ وَ نَصَرُوۡہُ -- Maka orang-orang yang  beriman kepadanya,  mendukungnya,   menolongnya, وَ اتَّبَعُوا النُّوۡرَ الَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ مَعَہٗۤ ۙ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- dan mengikuti cahaya yang telah diturunkan besertanya, mereka itulah orang-orang yang berhasil.”   ُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا --  Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu semua.   Dia-lah Yang Memiliki  kerajaan seluruh langit dan bumi, tidak ada Tuhan kecuali Dia.  Dia menghidupkan dan mematikan, فَاٰمِنُوۡا  بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہِ النَّبِیِّ  الۡاُمِّیِّ  الَّذِیۡ یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ وَ کَلِمٰتِہٖ --  maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi Ummiy yang beriman kepada Allah dan Kalimat-kalimat-Nya,  وَ اتَّبِعُوۡہُ  لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ  -- dan  ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’rāf [7]:158-159).

      Ummiy artinya: yang menjadi milik  atau mempunyai pertalian dengan ibu, yakni maksum (tidak berdosa) seperti bayi yang masih menyusu dari ibunya; orang yang tidak mempunyai Kitab wahyu, khususnya orang Arab; orang yang tidak pandai membaca dan menulis (buta huruf); orang yang berasal dari Mekkah yang dikenal sebagai Ummul Qura  yakni induk kota-kota.

       Jika kata ummiy diambil pengertian “buta huruf” maka ayat ini akan berarti bahwa walaupun  Nabi Besar Muhammad saw.   tidak menerima pendidikan apa pun dan sama sekali buta aksara, namun Allah Swt.   melimpahkan kepada beliau saw. pengetahuan (makrifat) demikian tingginya sehingga dapat memberikan nur (cahaya) dan bimbingan bahkan kepada mereka yang dianggap paling maju dalam ilmu pengetahuan dan penalaran (QS.62:3-5), firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿ ﴾  

Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara me-reka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata  (Al-Jumu’ah [62]:3).



Ajaran Nabi Besar Muhammad Saw. Menyempurnakan Ke-Muslim-an Penganut “Millah” (Agama) Nabi Ibrahim a.s.



        Sehubungan dengan ayat  الَّذِیۡ یَجِدُوۡنَہٗ مَکۡتُوۡبًا عِنۡدَہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ وَ الۡاِنۡجِیۡلِ   --  “yang mereka dapati tercantum di dalam Taurat dan Injil  yang ada pada mereka,”  mengenai beberapa nubuatan Bible berkenaan dengan Nabi  Besar Muhammad saw.    lihat Matius 23:39; Yahya 14:16, 26; 16:7-14; Ulangan 18:18 dan 33:2; Jesaya 21:13-17 dan 20:62; Syiru ‘Lasyar 1:5-6; Habakuk 3:7.

     Ayat 159 قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا  --  “Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu semua.” Lihat pula  QS.25:2;  QS.34:29. Ayat tersebut  menyatakan bahwa  jika semua utusan Allah yang dibangkitkan sebelum Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan nabi-nabi bangsa tertentu, yang ajaran-ajaran mereka dimaksudkan untuk kaum atau bangsa yang kepada mereka nabi-nabi itu diutus dan nabi-nabi itu diutus untuk masa-masa tertentu   -  termasuk Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hanya untuk Bani Israil (QS.61:5-7)   --  maka  Nabi Besar Muhammad saw.   dibangkitkan untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat (QS.21:108; QS.34:29).

     Kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. merupakan kejadian mandiri dalam sejarah umat manusia. Kedatangannya itu, dimaksudkan untuk membina segala macam bangsa dan masyarakat agar terhimpun dalam satu Ikatan Persaudaraan Umat Manusia, yang dengan perantaraannya segala perbedaan warna, iklim, dan kepercayaan dilenyapkan sama sekali  dan semuanya benar-benar menjadi “Muslim” yang hakiki (QS.2:131-135; QS.3:20 & 86; QS.21:108), firman-Nya:

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا  وَ اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ  لَعَلَّکُمۡ  تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ۚٛ﴾  وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾

Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan.    Dan berjihadlah kamu di jalan Allah  dengan jihad  yang sebenar-benarnya, ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ  -- Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu dalam urusan agama, مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ --   Ikutilah agama bapak kamu, Ibrahim, ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  -- Dia telah memberi kamu nama Muslimin  dahulu dan dalam Kitab ini, لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ  --  supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu  dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia.  فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ -- Maka dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah.  ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ -- Dia Pelindung  kamu  maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung  dan sebaik-baik Penolong.  (Al-Hājj [22]:78-79).



Makna Jihad yang Hakiki  dan Hakikat  Pemberian Nama Muslim   Untuk Para Penganut Agama Tauhid



     Jihad itu ada dua macam: (a) Jihad melawan keinginan-keinginan dan kecenderungan buruk manusia sendiri, dan (b) jihad melawan musuh-musuh kebenaran yang meliputi pula berperang untuk membela diri (QS.22:40-42). Jihad macam pertama dapat dinamakan “Jihad dalam Allah” dan yang kedua disebut “Jihad di jalan Allah”.  Nabi Besar Muhammad saw. telah menamakan jihad yang pertama itu sebagai jihad besar (jihad kabir) dan yang kedua sebagai jihad kecil (jihad shaghir).

     Kata-kata ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا    -- “Dia telah memberi kamu nama Muslimin, dahulu dan dalam Kitab ini,” menunjuk kepada nubuatan Nabi Yesaya a.s.: “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh firman Tuhan .....” (Yesaya 62:2 dan 65:15).

        Ada pun isyarat dalam kata-kata وَ فِیۡ ہٰذَا    -- “dan dalam Kitab ini” ditujukan kepada doa  Nabi Ibrahim a.s.  yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu:   رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ   -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua ini hamba yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang berserah  diri  kepada Engkau.” (QS.2:129), firman-Nya:

وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪

Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan  dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Rabb (Tuhan) kami,  terimalah   amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ   --   “Ya Rabb (Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga  dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ  “Ya Rabb (Tuhan) kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”(Al-Baqarah [2]:128-130).



Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.



      Doa Nabi Ibrahim a.s. dalam ayat 130 dikabulkan Allah Swt. ribuan tahun kemudian  berupa  pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.,  namun dalam pelaksanaannya  terdapat perbedaan dalam  urutan tugas yang telah dilaksanakannya,  yakni   tugas nomor 4 urutannya menjadi nomor 2 yakni وَ یُزَکِّیۡہِمۡ   -- “dan akan mensucikan mereka”, yang mengisyaratkan kepada kesempurnaan quat-qudsiyah (daya penucian ruhani) Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾      وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾

Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara me-reka, yang belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --   Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  (Ash-Shaf [62]:3-4). Lihat pula QS.2:152.

   Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw.  meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau  saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s.  beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).

    Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafah, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajaran-nya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.

  Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw.  berikan kepada para pengikut beliau saw.  memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan falsafat ajaran beliau saw.  menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman yang kokoh. dan contoh mulia beliau saw. (QS.33:22) menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.

 Keberhasilan luar biasa Nabi Besar Muhammad saw. dalam melakukan   revolusi ruhani di kalangan bangsa Arab jahiliyah itulah yang tidak berhasil dilaksanakan Nabi Musa a.s.  dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  di kalangan Bani Israil (QS.33:70; QS.61:5-7).



Pengutusan Kedua Kali Secara Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw. di Akhir Zaman Dalam Wujud Rasul Akhir Zaman



   Makna ayat selanjutnya  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ -- “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  (Ash-Shaf [62]:4).   Ajaran Nabi Besar Muhammad saw.   ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka, yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan, melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan demi keturunan manusia yang akan datang hingga kiamat.

   Atau ayat ini dapat juga berarti bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. sebagai satu-satunya Rasul Allah yang ruhaninya hidup abadi akan dibangkitkan lagi di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut (para sahabat) semasa hidup beliau saw..

Isyarat di dalam ayat ini dan di da-lam hadits Nabi Bear Muhammad saw.   yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan bau saw.  kedua kali dalam wujud  Masih Mau’ud a.s.  atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) di Akhir Zaman ini. Abu Hurairah r.a.  berkata:

Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.  ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ  -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?”Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw.  meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).

        Hadits Nabi  Besar Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi, dan   Masih Mau’ud a.s., yakni   Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah  (Mirza Ghulam Ahmad a.s.) adalah dari keturunan Parsi, namun beliau pun   dari jalur  salah seorang  leluhur perempuan beliau termasuk Ahli Bait Nabi Besar Muhammad  Saw. yaitu  jalur Imam Hasan bin Abi Thalib r.a..  Inilah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa  Salman Al-Farsi  r.a. pun termasuk Ahli Bait beliau saw.

       Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya menyebutkan kedatangan Al-Masih pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).

       Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ -- “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana  (Ash-Shaf [62]:4)    menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.  dalam wujud   Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58).



Bukti Al-Quran dan Semua Ciptaan Allah Swt. Tidak Ada Tandingannya



     Kemudian Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai keistimewaan ciptaan Allah Swt. yang tidak ada padanannya, terutama wahyu Al-Quran (ajaran Islam- QS.5:4):

    Apa pun yang merupa (mewujud) melalui kekuasaan Allah Swt.  yang sempurna – baik itu   merupakan bagian dari ciptaan seluruhnya atau pun sebuah Kitab Suci yang secara harfiah diwahyukan oleh-Nya -- semuanya membawa sifat bahwa tidak ada wujud lainnya yang mempunyai kemampuan menghasilkan padanannya.

      Hal ini dibuktikan dengan dua cara, pertama adalah melalui metoda deduksi (menarik kesimpulan).   Tuhan itu Maha Esa dan tanpa sekutu dalam Wujud, Sifat dan kinerja-Nya, karena jika dimungkinkan adanya serikat dengan Dia dalam ciptaan, firman atau pun tindakan, maka akan dimungkinkan munculnya padanan dalam Sifat-sifat serta adanya Tuhan lain. 

    Semua yang dianggap memiliki Sifat-sifat Ilahi akan menjadi Tuhan,  dan yang hanya memiliki sebagian dari Sifat-sifat Ilahi tersebut akan menjadi sekutu-Nya berkaitan dengan Sifat yang berkaitan, dimana semua ini lalu menjadi suatu hal yang tidak masuk akal.  Dengan demikian jelaslah bahwa Tuhan itu Maha Esa tanpa sekutu dalam segala Sifat-sifat, firman dan tindakan-Nya,  dan Wujud-Nya itu bebas dari segala inkonsistensi  (ketidakselarasan) yang akan mengharuskan adanya seseorang untuk menjadi sekutu-Nya.

      Kedua, telah dibuktikan melalui pengamatan atas segala hal yang diciptakan oleh Allah Swt.,  bahwa tidak ada satu pun dari antaranya yang bisa diciptakan oleh manusia, tidak juga makhluk terkecil seperti lalat, nyamuk atau pun laba-laba. Dengan memperhatikan bentuk dan penciptaan makhluk-makhluk tersebut  kita akan menemukan keajaiban yang merupakan bukti konklusif (pasti) dari eksistensi (keberadaan) Sang Maha Pencipta alam semesta.

     Disamping semua argumentasi tersebut, kiranya jelas bagi mereka yang mau berfikir bahwa kalau dimungkinkan ada sosok lain selain Tuhan,  yang juga memiliki kekuasaan menciptakan seperti apa yang telah diciptakan oleh Allah Swt. Sendiri, maka tidak akan ada lagi dari keseluruhan ciptaan itu yang bisa  diajukan sebagai bukti eksistensi (keberadaan)  Sang Maha Pencipta yang sebenarnya.  Manusia jadinya akan meragukan Sifat-Nya sebagai Sang Pencipta jika benda-benda yang telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa ternyata bisa juga diciptakan oleh orang lain.

      Adalah suatu kenyataan bahwa apa pun yang merupakan hasil ciptaan Tuhan pastilah merupakan suatu hal yang tidak ada padanannya sama sekali,  dan ini menjadi bukti bahwa hal itu berasal dari Allah Swt..  Pandangan ini menjadi sanggahan atas pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan tidak perlu bersifat tanpa bandingan, atau bahwa keadaan tanpa bandingan tersebut tidak menjadi bukti kalau hal itu berasal dari Tuhan.

       Keadaan tanpa banding merupakan kekhususan   kinerja dan firman Allah Swt..  Setiap orang yang berfikir mengetahui, bahwa sarana utama bagi akal untuk menegakkan Ketuhanan Ilahi adalah keyakinan kalau semua yang berasal dari Tuhan itu tidak ada tandingannya, sehingga merupakan bukti konklusif akan Ke-Esa-an Sang Maha Pencipta. Tanpa adanya sarana demikian maka jalan bagi nalar untuk mencapai Tuhan akan tertutup jadinya.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. I, hlm.  149-152, London, 1984).



(Bersambung)



Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo
Pajajaran Anyar,   5  Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar