Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.
(Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)
Kesempurnaan Al-Quran dan Keistimewaan Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai
Rasul Allah yang “Ummiy”
(Butahuruf) & Menyempurnakan Ke-Muslim-an Para Penganut “Millah” Nabi Ibrahim a.s.
Bab 4
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya dikemukakan mengenai
sabda Masih
Mau’ud a.s. sehubungan kesempurnaan Al-Quran dalam segala seginya serta
hubungannya dengan kesempurnaan ruang-lingkup
tekad dan kecerdasan
ruhani Nabi Besar Muhammad Saw:
“Kitab Suci Al-Quran merupakan sebuah mukjizat yang kapan pun tidak ada dan tidak akan pernah ada padanannya.
Gerbang rahmat dan berkatnya selalu tetap terbuka serta tetap cemerlang dan nyata di setiap zaman,
sebagaimana keadaannya ketika di masa
Hadhrat Rasulullah Saw..
Kiranya kita ada memperhatikan bahwa bicara seseorang itu umumnya sejalan
dengan ketetapan hatinya. Tambah
tinggi ketetapan hati, tujuan serta tekad si pembicara,
begitu pulalah mutu dari hasil bicaranya. Demikian juga wahyu samawi pun mengikuti pola
yang sama. Bertambah tinggi ketetapan hati dari sosok yang menerima wahyu Ilahi maka akan bertambah
tinggi juga nilai dari wahyu bersangkutan.
Mengingat ruang lingkup dari ketetapan hati, kapasitas dan tekad Hadhrat
Rasulullah Saw. memang sangat luas,
maka wahyu yang turun kepada beliau
juga bersifat sama. Tidak akan
pernah ada lagi manusia yang bisa mencapai derajat ketetapan hati dan keberanian
seperti beliau, mengingat ajaran beliau tidak terbatas pada suatu kurun
waktu atau bangsa tertentu saja,
sebagaimana halnya yang terjadi pada nabi-nabi
sebelum beliau.
Mengenai beliau yang dikemukakan sebagai sosok yang luhur ada terdapat dalam ayat:
قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ
اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا
Katakanlah: “Hai manusia,
sesungguhnya aku Rasul kepada kamu sekalian” (Al-‘Arāf [7]:159),
serta ayat lain:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ
Tidaklah Kami
mengutus engkau melainkan sebagai rahmat
bagi seluruh umat (Al-Anbiya [21]:108).
Siapakah yang dapat menyamai
beliau dengan ruang lingkup kenabian
dan maksud kedatangan yang demikian luasnya? Sekarang ini kalau pun ada salah satu ayat Al-Quran
yang diwahyukan kepada seseorang,
aku yakin bahwa ruang lingkup wahyu tersebut tidak
akan seluas sebagaimana ketika
diterima Hadhrat Rasulullah Saw..” (Malfuzat, jld. III, hlm. 57).
Mengisyaratkan kepada
kenyataan itu – yakni kesempurnaan
martabat akhlak dan ruhani serta makrifat Ilahi Nabi Besar
Muhammad saw. – itu pulalah “pingsannya” Nabi Musa a.s. dalam pengalaman ruhani yang dialaminya ketika
beliau berkhalwat di gunung Thur
selama 40 hari, yang dalam kesempatan
tersebut Nabi Musa a.s. meminta agar Allah Swt. berkenan “menampakkan Kebesaran-Nya” (Tajjali-Nya) kepada beliau (QS.7:144), yakni Tajalli
Ilahiyat yang ditakdirkan
Allah Swt. akan dianugerahkan kepada rekan atau Rasul
Allah yang merupakan misal beliau dari Bani Isma’il (Ulangan 18:18; QS.46:11), yakni Nabi
Besar Muhammad saw. yang kedatangannya
di gambarkan dalam
berbagai nubuatan dalam Bible seakan-akan merupakan kedatangan Allah Swt. Sendiri.
Keluarbiasaan Nabi yang Ummiy (Butahuruf) dari Bani Isma’il
Satu kenyataan yang sangat menakjubkan, bahwa Allah Swt. telah
mewahyukan Kitab suci (syariat) terakhir dan tersempurna (QS.5:4) tersebut kepada Nabi Besar Muhammad saw. seorang yang ummiy (buta-huruf- QS.7:158; QS.62:3-4), firman-Nya. Sehubungan hal
tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Kebenaran haqiqi yang berkaitan dengan agama dan semua ajaran
tentang subyek Ketuhanan serta argumentasi konklusif yang mendukung kebenaran, bersama-sama keajaiban-keajaiban
dan wawasan-wawasan sebagaimana
terdapat di dalam Kitab Suci Al-Quran,
semuanya itu berada di luar jangkauan
kemampuan dan intelektual manusia
untuk memperolehnya sendiri.
Jika kita melihat ke masa
sebelumnya, kita akan menemukan bahwa tidak
ada ahli filosofi atau pun orang
bijak yang mampu mengungkapkan
semua pengetahuan yang terdapat di
dalam Al-Quran tersebut. Justru
sebaliknya, seluruh pengetahuan dan wawasan tersebut malah dikaruniakan kepada seorang yang sama sekali tidak terpelajar.
Beliau tidak pernah mengenyam
pendidikan sekolah, atau membaca buku dan tidak juga berkawan dengan orang-orang
bijak atau yang terpelajar.
Beliau menjalankan kehidupannya di
tengah-tengah suatu bangsa yang liar,
beliau dilahirkan dan dibesarkan di antara mereka serta berkawan dengan mereka. Bahwa Hadhrat Rasulullah Saw. adalah seorang yang buta huruf merupakan hal
yang demikian jelas sehingga tidak
ada peneliti sejarah Islam yang
tidak mengetahuinya.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm.
561-563, London, 1984).
Sehubungan dengan ke-ummiy-an (ke-butahuruf-an) Nabi Besar Muhammad saw. tersebut Allah Swt. berfirman:
اَلَّذِیۡنَ
یَتَّبِعُوۡنَ الرَّسُوۡلَ النَّبِیَّ الۡاُمِّیَّ الَّذِیۡ یَجِدُوۡنَہٗ
مَکۡتُوۡبًا عِنۡدَہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ وَ الۡاِنۡجِیۡلِ ۫ یَاۡمُرُہُمۡ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہٰہُمۡ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ یُحِلُّ لَہُمُ الطَّیِّبٰتِ
وَ یُحَرِّمُ عَلَیۡہِمُ الۡخَبٰٓئِثَ وَ یَضَعُ عَنۡہُمۡ اِصۡرَہُمۡ وَ
الۡاَغۡلٰلَ الَّتِیۡ کَانَتۡ عَلَیۡہِمۡ ؕ فَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِہٖ وَ عَزَّرُوۡہُ وَ نَصَرُوۡہُ وَ اتَّبَعُوا النُّوۡرَ الَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ
مَعَہٗۤ ۙ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾٪ قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا الَّذِیۡ لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۪
فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہِ
النَّبِیِّ الۡاُمِّیِّ الَّذِیۡ یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ وَ کَلِمٰتِہٖ وَ
اتَّبِعُوۡہُ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
“Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi
Ummi, yang mereka dapati tercantum di dalam Taurat dan Injil yang
ada pada mereka. Ia menyuruh mereka kepada
yang makruf, melarang mereka dari yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik, mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, menyingkirkan dari
mereka beban mereka dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
فَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِہٖ وَ عَزَّرُوۡہُ وَ نَصَرُوۡہُ -- Maka orang-orang yang beriman kepadanya, mendukungnya, menolongnya,
وَ
اتَّبَعُوا النُّوۡرَ الَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ مَعَہٗۤ ۙ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- dan mengikuti
cahaya yang telah diturunkan
besertanya, mereka itulah orang-orang
yang berhasil.” ُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا -- Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu semua.
Dia-lah Yang Memiliki kerajaan seluruh langit dan bumi, tidak ada Tuhan kecuali Dia. Dia menghidupkan dan mematikan,
فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہِ النَّبِیِّ
الۡاُمِّیِّ الَّذِیۡ یُؤۡمِنُ
بِاللّٰہِ وَ کَلِمٰتِہٖ -- maka berimanlah
kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi Ummiy yang beriman kepada Allah dan
Kalimat-kalimat-Nya, وَ اتَّبِعُوۡہُ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ -- dan
ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’rāf
[7]:158-159).
Ummiy
artinya: yang menjadi milik atau mempunyai pertalian dengan ibu,
yakni maksum (tidak berdosa) seperti bayi
yang masih menyusu dari ibunya; orang
yang tidak mempunyai Kitab wahyu,
khususnya orang Arab; orang yang tidak pandai membaca dan menulis (buta
huruf); orang yang berasal dari Mekkah
yang dikenal sebagai Ummul Qura yakni induk
kota-kota.
Jika kata ummiy diambil
pengertian “buta huruf” maka ayat ini
akan berarti bahwa walaupun Nabi Besar Muhammad saw. tidak menerima pendidikan apa pun dan sama sekali buta aksara, namun Allah Swt. melimpahkan
kepada beliau saw. pengetahuan (makrifat)
demikian tingginya sehingga dapat
memberikan nur (cahaya) dan bimbingan
bahkan kepada mereka yang dianggap paling
maju dalam ilmu pengetahuan dan penalaran
(QS.62:3-5), firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی
الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿ ﴾
Dia-lah Yang telah
membangkitkan di kalangan bangsa yang
buta huruf seorang rasul
dari antara me-reka, yang membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata (Al-Jumu’ah [62]:3).
Ajaran Nabi Besar Muhammad Saw. Menyempurnakan Ke-Muslim-an Penganut “Millah”
(Agama) Nabi Ibrahim a.s.
Sehubungan dengan ayat الَّذِیۡ
یَجِدُوۡنَہٗ مَکۡتُوۡبًا عِنۡدَہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ وَ الۡاِنۡجِیۡلِ -- “yang mereka dapati tercantum di dalam Taurat dan Injil yang
ada pada mereka,” mengenai beberapa nubuatan Bible berkenaan dengan Nabi
Besar Muhammad saw. lihat Matius 23:39; Yahya
14:16, 26; 16:7-14; Ulangan 18:18 dan 33:2; Jesaya 21:13-17 dan
20:62; Syiru ‘Lasyar 1:5-6; Habakuk 3:7.
Ayat 159 قُلۡ یٰۤاَیُّہَا
النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا
-- “Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu semua.” Lihat pula QS.25:2;
QS.34:29. Ayat tersebut
menyatakan bahwa jika semua utusan Allah yang dibangkitkan sebelum Nabi
Besar Muhammad saw. merupakan
nabi-nabi bangsa tertentu, yang ajaran-ajaran mereka dimaksudkan untuk kaum atau bangsa yang kepada mereka nabi-nabi
itu diutus dan nabi-nabi itu diutus
untuk masa-masa tertentu -
termasuk Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hanya untuk Bani Israil (QS.61:5-7) -- maka Nabi Besar Muhammad saw. dibangkitkan untuk seluruh umat manusia
hingga hari kiamat (QS.21:108;
QS.34:29).
Kedatangan Nabi Besar Muhammad
saw. merupakan kejadian mandiri dalam
sejarah umat manusia. Kedatangannya
itu, dimaksudkan untuk membina segala
macam bangsa dan masyarakat agar terhimpun
dalam satu Ikatan Persaudaraan Umat
Manusia, yang dengan perantaraannya segala perbedaan warna, iklim,
dan kepercayaan dilenyapkan sama
sekali dan semuanya benar-benar menjadi
“Muslim” yang hakiki (QS.2:131-135;
QS.3:20 & 86; QS.21:108), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا وَ
اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ لَعَلَّکُمۡ
تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ۚٛ﴾ وَ جَاہِدُوۡا فِی
اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی
الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ
اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ
وَ فِیۡ ہٰذَا لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ
ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan. Dan berjihadlah
kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ
وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ -- Dia
telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu
dalam urusan agama, مِلَّۃَ اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ -- Ikutilah agama bapak kamu, Ibrahim,
ہُوَ
سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا -- Dia telah memberi kamu nama Muslimin dahulu dan dalam Kitab ini, لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ
تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ -- supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia.
فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ -- Maka dirikanlah
shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah.
ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ -- Dia Pelindung kamu
maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hājj
[22]:78-79).
Makna Jihad yang Hakiki dan
Hakikat Pemberian Nama Muslim
Untuk Para Penganut Agama Tauhid
Jihad itu ada dua macam: (a) Jihad melawan keinginan-keinginan
dan kecenderungan buruk manusia
sendiri, dan (b) jihad melawan
musuh-musuh kebenaran yang meliputi
pula berperang untuk membela diri (QS.22:40-42). Jihad macam pertama dapat dinamakan “Jihad
dalam Allah” dan yang kedua disebut “Jihad
di jalan Allah”. Nabi Besar Muhammad
saw. telah menamakan jihad yang
pertama itu sebagai jihad besar (jihad
kabir) dan yang kedua sebagai jihad kecil (jihad shaghir).
Kata-kata ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ
قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا -- “Dia
telah memberi kamu nama Muslimin, dahulu dan dalam Kitab ini,” menunjuk
kepada nubuatan Nabi Yesaya a.s.: “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan
oleh firman Tuhan .....” (Yesaya
62:2 dan 65:15).
Ada pun isyarat
dalam kata-kata وَ فِیۡ ہٰذَا -- “dan
dalam Kitab ini” ditujukan
kepada doa Nabi Ibrahim a.s. yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu: رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً لَّکَ -- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua ini
hamba yang berserah diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau.” (QS.2:129), firman-Nya:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ اِبۡرٰہٖمُ الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا
تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾رَبَّنَا وَ
اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ
اَنۡتَ
التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ
ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Dan ingatlah
ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan dasar-dasar
yakni pondasi Rumah itu
sambil mendoa: “Ya Rabb (Tuhan)
kami, terimalah amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau
benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” رَبَّنَا وَ
اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً لَّکَ -- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua
orang yang berserah diri kepada Engkau, dan juga dari
antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau, perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat,
Maha Penyayang.” رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ
فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ “Ya Rabb
(Tuhan) kami, bangkitkanlah seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka
sendiri, yang akan membacakan
Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan
Kitab dan hikmah kepada
mereka serta akan mensucikan mereka,
sesungguhnya Engkau benar-benar Maha
Perkasa, Maha Bijaksana.”(Al-Baqarah
[2]:128-130).
Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.
Doa Nabi Ibrahim a.s. dalam ayat 130 dikabulkan Allah Swt. ribuan tahun kemudian berupa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan dalam urutan
tugas yang telah dilaksanakannya, yakni tugas nomor 4 urutannya menjadi nomor 2 yakni
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ --
“dan akan mensucikan mereka”, yang
mengisyaratkan kepada kesempurnaan quat-qudsiyah
(daya penucian ruhani) Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul
dari antara mereka, yang membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah
walaupun sebelumnya mereka
berada dalam kesesatan yang nyata. وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- Dan juga akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara me-reka, yang belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Ash-Shaf [62]:3-4). Lihat pula
QS.2:152.
Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di
tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf
itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan
disertai putranya, Nabi Isma’il a.s.
beliau mendirikan dasar
(pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh,
dan bertakwa, yang kepada mereka itu
mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafah, arti, dan kepentingan
cita-cita dan asas-asas ajaran-nya
itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan yang Nabi Besar
Muhammad saw. berikan kepada para
pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan falsafat ajaran beliau saw.
menimbulkan dalam diri mereka keyakinan
iman yang kokoh. dan contoh mulia
beliau saw. (QS.33:22) menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar
agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.
Keberhasilan luar biasa
Nabi Besar Muhammad saw. dalam melakukan
revolusi ruhani di kalangan bangsa Arab jahiliyah itulah yang tidak berhasil dilaksanakan Nabi Musa a.s. dan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. di kalangan Bani Israil (QS.33:70; QS.61:5-7).
Pengutusan Kedua Kali Secara Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw.
di Akhir Zaman Dalam Wujud Rasul Akhir Zaman
Makna ayat
selanjutnya وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- “Dan juga
akan membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum bertemu
dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Ash-Shaf [62]:4). Ajaran Nabi
Besar Muhammad saw. ditujukan
bukan kepada bangsa Arab belaka, yang
di tengah-tengah bangsa itu beliau saw.
dibangkitkan, melainkan kepada seluruh
bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan demi keturunan manusia yang akan datang hingga kiamat.
Atau ayat ini dapat juga
berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai satu-satunya Rasul Allah yang
ruhaninya hidup abadi akan
dibangkitkan lagi di antara kaum yang
belum pernah tergabung dalam para
pengikut (para sahabat) semasa hidup
beliau saw..
Isyarat di dalam ayat ini dan di da-lam hadits Nabi Bear Muhammad
saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan bau
saw. kedua kali dalam wujud Masih Mau’ud
a.s. atau misal Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) di Akhir Zaman
ini. Abu Hurairah r.a. berkata:
“Pada
suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw. ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta
keterangan kepada Rasulullah saw: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- Dan
Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu
dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman
asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan
pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan
tangan beliau pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari
mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini menunjukkan
bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang
lelaki dari keturunan Parsi, dan Masih
Mau’ud a.s., yakni Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah (Mirza Ghulam Ahmad a.s.) adalah dari keturunan Parsi, namun beliau pun dari
jalur salah seorang leluhur
perempuan beliau termasuk Ahli Bait
Nabi Besar Muhammad Saw. yaitu jalur Imam
Hasan bin Abi Thalib r.a.. Inilah
sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa Salman
Al-Farsi r.a. pun termasuk Ahli Bait beliau saw.
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya
menyebutkan kedatangan Al-Masih pada
saat ketika tidak ada yang tertinggal
di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya,
yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
Jadi, Al-Quran
dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa
ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- “Dan juga akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (Ash-Shaf [62]:4) menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58).
Bukti Al-Quran dan
Semua Ciptaan Allah Swt. Tidak Ada Tandingannya
Kemudian Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai keistimewaan ciptaan
Allah Swt. yang tidak ada padanannya,
terutama wahyu Al-Quran (ajaran Islam- QS.5:4):
“Apa pun yang merupa (mewujud)
melalui kekuasaan Allah Swt. yang sempurna
– baik itu merupakan bagian dari ciptaan seluruhnya atau pun sebuah Kitab Suci yang secara harfiah diwahyukan oleh-Nya -- semuanya membawa
sifat bahwa tidak ada wujud lainnya yang mempunyai kemampuan menghasilkan padanannya.
Hal ini dibuktikan dengan dua cara, pertama
adalah melalui metoda deduksi
(menarik kesimpulan). Tuhan itu Maha Esa dan tanpa sekutu
dalam Wujud, Sifat dan kinerja-Nya,
karena jika dimungkinkan adanya serikat
dengan Dia dalam ciptaan, firman atau pun tindakan, maka akan dimungkinkan
munculnya padanan dalam Sifat-sifat serta adanya Tuhan lain.
Semua yang dianggap memiliki Sifat-sifat
Ilahi akan menjadi Tuhan, dan yang hanya memiliki sebagian dari Sifat-sifat
Ilahi tersebut akan menjadi sekutu-Nya
berkaitan dengan Sifat yang berkaitan, dimana semua ini lalu
menjadi suatu hal yang tidak masuk akal. Dengan demikian jelaslah bahwa Tuhan itu Maha Esa tanpa sekutu
dalam segala Sifat-sifat, firman dan tindakan-Nya, dan Wujud-Nya itu bebas dari segala inkonsistensi (ketidakselarasan) yang akan mengharuskan adanya seseorang untuk menjadi sekutu-Nya.
Kedua, telah dibuktikan melalui pengamatan atas segala hal yang diciptakan oleh Allah Swt.,
bahwa tidak ada satu pun dari antaranya yang bisa diciptakan oleh manusia, tidak
juga makhluk terkecil seperti lalat, nyamuk atau pun laba-laba.
Dengan memperhatikan bentuk dan penciptaan makhluk-makhluk tersebut kita akan menemukan keajaiban yang merupakan bukti
konklusif (pasti) dari eksistensi
(keberadaan) Sang Maha Pencipta alam
semesta.
Disamping semua argumentasi tersebut, kiranya jelas bagi mereka yang mau berfikir bahwa kalau dimungkinkan
ada sosok lain selain Tuhan,
yang juga memiliki kekuasaan menciptakan seperti apa yang telah diciptakan oleh Allah Swt. Sendiri,
maka tidak akan ada lagi dari keseluruhan
ciptaan itu yang bisa diajukan sebagai bukti eksistensi (keberadaan)
Sang Maha Pencipta yang sebenarnya. Manusia jadinya akan meragukan Sifat-Nya sebagai Sang
Pencipta jika benda-benda yang
telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa ternyata bisa juga diciptakan oleh orang lain.
Adalah suatu kenyataan bahwa apa pun yang merupakan hasil ciptaan Tuhan pastilah merupakan
suatu hal yang tidak ada padanannya
sama sekali, dan ini menjadi bukti bahwa hal itu berasal dari Allah Swt.. Pandangan ini
menjadi sanggahan atas pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan tidak perlu bersifat tanpa bandingan,
atau bahwa keadaan tanpa bandingan
tersebut tidak menjadi bukti kalau hal itu berasal dari Tuhan.
Keadaan tanpa banding
merupakan kekhususan kinerja dan firman Allah Swt.. Setiap
orang yang berfikir mengetahui,
bahwa sarana utama bagi akal untuk menegakkan Ketuhanan Ilahi adalah keyakinan kalau semua yang berasal dari Tuhan
itu tidak ada tandingannya, sehingga
merupakan bukti konklusif akan Ke-Esa-an Sang Maha Pencipta. Tanpa
adanya sarana demikian maka jalan
bagi nalar untuk mencapai Tuhan akan tertutup jadinya.” (Brahin-i-
Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld.
I, hlm. 149-152, London, 1984).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 5 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar