Bismillaahirrahmaanirrahiim
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Cara Allah Swt. Menghakimi Masalah “Keimanan”
yang Bersifat Gaib &
Penyebab Berkecamuknya Berbagai Macam Azab Ilahi di Akhir Zaman Saat Ini
Bab 19
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan
mengenai ayat-ayat Al-Quran yang muhkamat dan mutasyabihat
(QS.3:8) serta makna doa
orang-orang yang “mendalam ilmunya”
dalam ayat: وَ مَا یَعۡلَمُ
تَاۡوِیۡلَہٗۤ اِلَّا اللّٰہُ ۘؔ وَ الرّٰسِخُوۡنَ فِی الۡعِلۡمِ -- “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah, dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam یَقُوۡلُوۡنَ
اٰمَنَّا بِہٖ ۙ کُلٌّ مِّنۡ عِنۡدِ
رَبِّنَا ۚ وَ مَا یَذَّکَّرُ اِلَّاۤ
اُولُوا الۡاَلۡبَابِ -- mereka berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya
berasal dari sisi Rabb (Tuhan)
kami.” وَ مَا یَذَّکَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا
الۡاَلۡبَابِ -- Dan tidak
ada yang meraih nasihat kecuali orang-orang
yang mempergunakan akal, رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوۡبَنَا بَعۡدَ
اِذۡ ہَدَیۡتَنَا وَ ہَبۡ لَنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ رَحۡمَۃً -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, janganlah Engkau menyimpangkan hati kami setelah Engkau
telah memberi kami petunjuk, dan anugerahilah
kami rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Pemberi anugerah” (QS.3:9).
Pembukaan “Rahasia Gaib”
Allah Swt. & Pengkultusan Para Rasul
Allah dan Wali Allah
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan bahwa makrifat Al-Quran hanya dianugerahkan
kepada mereka yang hatinya disucikan Allah Swt. (QS.56:80), terutama para wali
Allah dan Rasul Allah firman-Nya:
عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali
kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya barisan pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia
mengetahui bahwa sungguh
mereka telah menyam-paikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (QS.72:27-29),
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah
mengenai rahasia gaib bertalian
dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Tuhan dianugerahi izhhar
‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas
yang gaib, maka rahasia-rahasia yang
diturunkan kepada orang-orang bertakwa
dan orang-orang suci lainnya tidak
menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
Orang-orang yang “disucikan” Allah Swt.
seperti itu mustahil akan menjadi provokator yang menjerumuskan “orang-orang awam” dengan tafsiran-tafsiran keliru dan menyesatkan.
Tetapi walau pun demikian bagi orang-orang yang “hatinya ada kebengkokan dan berpenyakit, mereka
itu -- dengan tujuan-tujuan
buruk -- sengaja mensalah-tafsirkan
ucapan-ucapan para rasul Allah dan wali Allah yang penuh hikmah tersebut, seperti
yang terjadi di kalangan para pengikut
berbagai thariqah di kalangan umat Islam, sebagaimana yang
sebelumnya terjadi di kalangan golongan Ahli Kitab, berupa pengkultusan
berlebihan terhadap para nabi Allah dan para wali Allah, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dan orang-orang
Yahudi berkata: “Uzair adalah
anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata:
“Al-Masih adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipa-lingkan dari
Tauhid? اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ
الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ -- Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah, dan begitu juga
Al-Masih ibnu Maryam, وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ -- padahal
mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka
sekutukan. یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ -- Mereka
berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut
mereka, tetapi Allah menolak
bahkan menyempurnakan cahaya-Nya,
walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ -- Dia-lah
Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan
petunjuk dan agama yang haq (benar), supaya Dia
mengunggulkannya atas semua agama walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya. (At-Taubah
[9]:30-33).
Jaminan Pemeliharaan
Al-Quran
Dalam rangka memelihara terjadinya penyimpangan terhadap makna-makna yang hakiki dari ayat-ayat Al-Quran itulah maka Allah Swt. telah menjamin akan senantiasa menjaga
Al-Quran, firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
”Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya (Al-Hijr [10]:10).
Janji Allah
Swt. mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam
ayat ini telah genap dengan cara yang
sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya,
kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran
itu berasal dari Allah Swt..
Surah ini diturunkan di Mekkah
(Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau sangat
morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh
dengan mudah dapat menghancurkan agama
yang baru itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap
tenaga mereka guna menghancurkan
Islam, dan mereka diperingatkan
bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya mereka, sebab Dia sendirilah Penjaganya.
Tantangan itu terbuka dan tidak
samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu
tidak dimiliki oleh Kitab-kitab
lainnya yang diwahyukan.
Sir William Muir, sarjana ahli
kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan
yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan
gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ......................
Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Al-Quran maupun dari luar, bahwa kita
memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan
...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami
perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah
membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran
besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya
sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britanicca). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana,
beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari
kelemahan dalam kemurnian teks
Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan
hanya Al-Quran sajalah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan
atau campur-tangan manusia.
Terjadinya “Musim Kemarau Ruhani” yang Lama Mengakibatkan Hati Manusia Semakin Keras Membatu
Namun perlu diperhatikan, bahwa janji pemeliharaan
oleh Allah Swt. tersebut adalah
terhadap Kitab suci Al-Quran, bukan terhadap umat Islam secara umum, karena berkenaan dengan keadaan umat Islam sebagai makhluk manusia mereka pun tidak
dapat melepaskan diri dari Sunnatullah
atau “hukum alam” yang telah terjadi di
golongan Ahli Kitab, sebagaimana diperingatkan Allah Swt. kepada umat
Islam dalam firman-Nya berikut ini:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ
ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat
kebenaran yang telah turun kepada
mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, فَطَالَ عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ
فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ
-- dan kebanyakan dari mereka
menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
قَدۡ
بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ
تَعۡقِلُوۡنَ -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada
kamu supaya kamu mengerti (Al-Hadid [57]:17-18).
Sunnatullah yang terjadi di kalangan Ahli Kitab (Bani Israil) tersebut
terjadi pula di kalangan umumnya umat Islam -- terutama dari kalangan Bani Isma’il di Timur
Tengah – yang mencapai puncaknya
di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ظَہَرَ
الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ
کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ
کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ
اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat sebagian
perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka
kembali dari kedurhakaannya. قُلۡ
سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ -- Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah
bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ -- Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik. Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang
lurus, sebelum datang dari Allah
hari yang tidak dapat dihindarkan,
pada hari itu orang-orang
beriman dan kafir akan terpisah (Ar-Rūm [30]:42-44).
Kata-kata “daratan dan lautan”
dalam ayat ظَہَرَ
الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
-- “Kerusakan
telah meluas di daratan dan di lautan
disebabkan perbuatan tangan
manusia” dapat diartikan:
(a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman
manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya
serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi;
(b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup
di pulau-pulau. Ayat ini berarti,
bahwa semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya,
baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
Pengulangan Sunnatullah
di Akhir Zaman
Dalam ayat 42-43 kita diberi tahu, bahwa bila kegelapan menyelimuti muka bumi dan umumnya umat manusia
telah melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan
seorang nabi (rasul) Allah yang
kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-5) untuk mengembalikan “gembalaan yang tersesat” ke haribaan Majikan-nya, yakni Allah Swt.
“Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan
agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya
semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia
sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci
yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah
padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan.
Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya
untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon
besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah
menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah
goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan
pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
Demikianlah keadaan umat manusia
pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. --
Guru umat manusia terbesar -- muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab syariat
yang sempurna hanya dapat diturunkan
bila semua atau kebanyakan keburukan -- teristimewa
yang dikenal sebagai akar keburukan -- menampakkan diri telah menjadi mapan.
Ayat
44, sesudah perhatian kita ditarik dua ayat sebelumnya kepada gejala alam, bila setelah mengalami masa kekeringan yang hebat (QS.57:17),
datanglah hujan yang
dinanti-nantikan, dan bumi yang kering gersang mendapatkan kehidupan baru melalui curahan air hujan dari langit
(QS.57:18), maka dalam ayat ini kita diberitahu, bahwa rumus (kaidah) seperti itu bekerja dalam
kebangunan ruhani suatu kaum yang akhlak dan ruhaninya sudah rusak.
Suatu kaum
yang pada hakikatnya secara ruhani telah mati mendapat kehidupan baru
dengan perantaraan seorang nabi Allah -- yang diumpamakan sebagai “air hujan” yang turun dari langit” -- termasuk di Akhir Zaman ini, karena tanpa adanya peran Allah
Swt. maka upaya-upaya yang
dilakukan manusia untuk “mempersatukan hati manusia dalam kecintaan” sehingga
umat manusia dapat keluar dari
berbagai bentuk “kobaran api” -- akibat
kerasnya hati pihak-pihak yang bertikai -- tidak akan pernah
berhasil (QS.3:103-110; QS.8:64).
Dalam
beberapa Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai makna beriman kepada yang gaib dalam hubungannya
dengan Rukun Iman dan Rukun
Islam yang apabila diamalkan sesuai dengan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw. akan menciptakan “kehidupan surgawi” baik di dunia ini mau pun di akhirat nanti, tanpa harus merugikan atau menzalimi pihak-pihak lain seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, yaitu
orang-orang yang menyederhanakan cara menjadi penghuni
surga karena bertentangan
dengan Sunnah Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.3:32; QS.33:22).
Hal tersebut terjadi akibat telah
mengerasnya hati manusia karena telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat, yakni
masa Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya: فَطَالَ عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ
مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
قَدۡ
بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ
تَعۡقِلُوۡنَ --
Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti (Al-Hadid [57]:17-18).
Cara Allah Swt. “menghidupkan bumi setelah kematiannya” dari segi
akhlak dan ruhani -- akibat mengalami “musim kemarau panjang” tersebut – adalah melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), sehingga akan terpisah
antara orang-orang yang pernyataan
imannya kepada Allah Swt.
benar dari yang tidak benar, sebab keimanan merupakan hal yang gaib sehingga bukan menjadi wewenang
siapa pun atau wewenang lembaga keagamaan apa pun untuk menilai benar-tidaknya keimanan seseorang atau sekompok orang firman-Nya:
مَا
کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ ﴿ ﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga
Dia memi-sahkan yang buruk dari
yang baik. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ -- Dan Allah
sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآ -- tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ -- karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ -- dan jika kamu
beriman dan bertakwa maka bagi kamu ganjaran yang besar (Ali
‘Imran [3]:180).
Pentingnya Melaksanakan Petunjuk Allah Swt. Dalam Al-Quran
Itulah Sunnatullah mengenai cara Allah Swt. melakukan “Penghakiman” dalam rangka memisahkan benar-tidaknya masalah keimanan
di kalangan umat beragama yang telah terpecah-belah
menjadi berbagai firqah, yang bukan hanya saling mengkafirkan, saling menteror bahkan saling
memerangi sebagaimana yang terjadi di Akhir Zaman ini. Benarlah firman-Nya
berikut ini:
وَ
نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ
الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا خَسَارًا﴿﴾ وَ
اِذَاۤ اَنۡعَمۡنَا عَلَی الۡاِنۡسَانِ اَعۡرَضَ وَ نَاٰ بِجَانِبِہٖ ۚ
وَ اِذَا مَسَّہُ الشَّرُّ کَانَ
یَــُٔوۡسًا﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ فَرَبُّکُمۡ
اَعۡلَمُ بِمَنۡ ہُوَ
اَہۡدٰی سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan Kami
menurunkan dari Al-Quran
suatu penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,
tetapi tidak menambah kepada orang-orang
yang zalim melainkan kerugian. Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling dan menjauhkan dirinya, tetapi apabila keburukan menimpanya ia berputus asa. قُلۡ کُلٌّ یَّعۡمَلُ عَلٰی شَاکِلَتِہٖ ؕ -- Katakanlah: “Setiap orang beramal menurut caranya sendiri فَرَبُّکُمۡ اَعۡلَمُ بِمَنۡ
ہُوَ اَہۡدٰی سَبِیۡلًا -- maka Rabb (Tuhan) kamu lebih mengetahui si-apa yang lebih
terpimpin pada jalan-Nya dan siapa yang tersesat” (Bani
Israil [17]:83-85).
Kata-kata ‘alā syākilati-hi berarti: sesuai dengan niat, cara berpikir, tujuan-tujuan,
dan maksud-maksud sendiri, karena itu siapa pun tidak bisa menghakimi masalah keimanan sebab termasuk masalah gaib dan sepenuhnya merupakan wewenang Allah Swt. untuk melakukan penilaiannya.
Namun demikian, baik-buruknya pemahaman atau keimanan seseorang atau
sekelompok orang dalam masalah keagamaan akan nampak dari baik-buruk perbuatan
(aksi-aksi) yang dilakukannya. Jika dalam kenyataan mereka menyukai
menebar fatwa kafir (pengkafiran) terhadap
pihak-pihak yang tidak mereka sukai serta melakukan berbagai bentuk tindak-kekerasan, maka hal tersebut bertentangan dengan misi kerasulan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108)
dan bertentangan dengan gelar “umat terbaik” yang ditetapkan Allah Swt.
bagi orang-orang yang benar-benar beriman
kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:144; QS.3:111).
Apabila umat manusia -- terutama umat
beragama -- kembali kepada petunjuk Allah Swt. dalam Al-Quran maka Sunnatullah berikut ini pasti akan mereka alami di dunia ini juga,
firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ
قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal shaleh
bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami
sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan diberikan
kepada mereka yang serupa dengannya,
وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ -- dan
bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah
[2]:26).
Berbagai Bentuk Azab Ilahi yang Terjadi di Akhir Zaman
Tetapi jika tidak kembali kepada petunjuk
Allah Swt. dalam Al-Quran serta Sunnah Nabi Besar Muhammad saw. -- serta tidak menganggap Al-Quran sebagai kumpulan "kisah-kisah kaum purbakala" belaka -- maka berkecamuknya berbagai bentuk bencana
dan huru-hara yang terjadi di Akhir Zaman ini merupakan bukti benarnya firman Allah Swt. berikut
ini:
قُلۡ
ہُوَ الۡقَادِرُ عَلٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ
فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ
بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ
یَفۡقَہُوۡنَ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ
لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾ لِکُلِّ نَبَاٍ
مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab
kepada kamu dari atas kamu atau dari bawah kaki kamu atau mencampur-baurkan kamu menjadi
golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya
mereka mengerti. Dan kaum engkau telah mendustakannya,
padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah: ”Aku sekali-kali bukan
penanggungjawab atas kamu.” Bagi tiap
kabar gaib ada masa yang tertentu dan kamu
segera akan mengetahui. (Al-An’ām
[6]:66-68).
Makna “azab
dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penindasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat,
penderitaan mental, dan sebagainya; dan makna
“siksaan dari bawah” berarti:
penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan
orang-orang bawahan, dan sebagainya.
Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan
dan perselisihan yang kadang-kadang
berakhir dalam perang saudara. Hal
demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata
اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- “membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
Di sini kata ganti “nya” dalam ayat وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ
الۡحَقُّ -- “Dan kaum engkau telah mendustakannya, padahal itu
adalah kebenaran” menunjuk kepada
(1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran;
(3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti
yang terakhir (azab Ilahi), maka
kata-kata وَ ہُوَ الۡحَقُّ -- “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi yang dijanjikan pasti akan tiba, sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab kepada manusia sebelum terlebih dulu diutus rasul Allah sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada
mereka (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16-18; QS.20:134-136; QS.26:209-210; QS.28:60)
Ayat لِکُلِّ نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ -- “Bagi
tiap kabar gaib ada masa yang
tertentu dan kamu segera akan mengetahui” itu berarti bahwa Allah Swt. sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak
dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib. Maka azab yang telah
dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan datang juga pada
saatnya yang tepat.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,
23 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar