Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Makna “Sempitnya
Pintu Surga” & Tanda Calon Penguni Surga Yaitu "Berhati Surgawi"
Bab 17
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan
mengenai pentingnya mewaspadai
berbagai bentuk ajaran dan ajakan
dari pihak-pihak yang “menyederhanakan
cara menjadi penghuni surga” dengan cara-cara yang merugikan pihak-pihak lain, yang tidak
diajarkan oleh Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw..
Mengapa demikian? Sebab dalam kenyataannya “pintu
surga” itu benar-benar sangat sempit bagi orang-orang yang dalam beragamanya bukannya
benar-benar menyembah Allah Swt. (Tauhid Ilahi) melainkan “menyembah hawa-nafsunya” (QS.25:47-45;
QS.45:23-27) yang didasari menginginkan keuntungan dan kekuasaan
duniawi belaka, firman-Nya:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ
اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَا لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ
اَبۡوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا
یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ ؕ وَ
کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ مِہَادٌ وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ ؕ وَ کَذٰلِکَ
نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Kami dan dengan takabur berpaling
darinya, tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit ruhani
dan tidak pula mereka akan masuk
surga hingga unta masuk ke lubang jarum, dan demikianlah
Kami membalas orang-orang yang
berdosa. Bagi mereka ada hamparan Jahannam sedangkan di atas mereka ada selimut Jahannam, dan demikianlah Kami membalas orang-orang yang
zalim (Al-A’rāf [7]:41-42).
Jamal (unta) juga dapat diartikan seutas
tali, sebab tali mempunyai
persamaan lebih dekat dengan benang
yang dimasukkan ke dalam lobang jarum. Adalah mustahil bagi para pengingkar Tanda-tanda
Ilahi yang mendukung kebenaran pendakwan Rasul Allah akan masuk surga.
“Pintu Surga”
Sangat Sempit Bagi Orang-orang yang Gemuk
“Hawa-nafsunya”
Mengenai “sempitnya
pintu surga” tersebut digambarkan
dalam firman Allah Swt. berikut ini:
اَمۡ
حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَنَّۃَ وَ
لَمَّا یَاۡتِکُمۡ مَّثَلُ الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلِکُمۡ ؕ مَسَّتۡہُمُ
الۡبَاۡسَآءُ وَ الضَّرَّآءُ وَ
زُلۡزِلُوۡا حَتّٰی یَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ مَتٰی
نَصۡرُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ
اللّٰہِ قَرِیۡبٌ ﴿﴾
Ataukah kamu
menganggap bahwa kamu akan masuk
surga padahal belum datang kepada
kamu seperti keadaan orang-orang
yang telah berlalu sebelummu? مَسَّتۡہُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَ الضَّرَّآءُ وَ زُلۡزِلُوۡا -- Kesusahan dan kesengsaraan menimpa mereka dan mereka digoncang dengan hebat, حَتّٰی یَقُوۡلَ
الرَّسُوۡلُ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ -- sehingga rasul
dan orang-orang yang beriman besertanya
akan berkata: مَتٰی نَصۡرُ اللّٰہِ -- “Kapankah pertolongan Allah?” Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah dekat. (Al-Baqarah [2]:215).
Lihat pula 3:143-149; QS.9:16.
Penerimaan ajaran Islam bukan sesuatu yang mudah,
dan dalam ayat ini orang-orang Islam diperingatkan bahwa mereka akan terpaksa
melalui cobaan, ujian, dan kesengsaraan
yang berat sebelum mereka dapat
berharap mencapai cita-cita agung
mereka sebagai “umat terbaik” yang
dijadikan untuk kemanfaatan seluruh umat manusia
(QS.2:144; QS.3:111), sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. merupakan “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108).
Teriakan penuh kerawanan minta pertolongan dalam kata-kata: مَتٰی نَصۡرُ اللّٰہِ -- “Kapankah pertolongan Allah? Tidak
berarti keputus-asaan sebab sikap putus-asa di pihak seorang nabi
Allah dan para pengikutnya adalah
sesuatu yang tidak masuk akal, karena
tidak sesuai dengan iman sejati
(QS.12:88). Kata-kata itu sesungguhnya merupakan doa — satu cara memohon
kepada Allah Swt. dengan sungguh-sungguh agar cepat-cepat
menurunkan pertolongan-Nya.
Mengisyaratkan kepada “sempitnya pintu surga” itu
pulalah firman Allah Swt. berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ
بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ
وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ
الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ
قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ
اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ
سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ -- Dan janganlah
kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا
تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ
بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ
وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- Dan Kami
niscaya akan menguji kamu dengan sesuatu berupa
ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa dan buah-buahan,
dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ -- Yaitu
orang-orang yang apabila suatu
musibah menimpa mereka, mereka berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah dan
sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali.” اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- Mereka
itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan)
mereka dan mereka inilah yang mendapat
petunjuk. (Al-Baqarah [2]:154-158).
Penolakan Keras Yesus
Terhadap Orang-orang yang “Mempertuhankan” Beliau
Allah
Swt. berfirman mengenai pemenuhan janji-janji-Nya
kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh atau orang-orang yang bertakwa seperti itu:
وَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا
وُسۡعَہَاۤ ۫ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ
الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ
﴿﴾ وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ
الۡاَنۡہٰرُ ۚ وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ ہَدٰىنَا لِہٰذَا ۟ وَ مَا
کُنَّا لِنَہۡتَدِیَ لَوۡ لَاۤ اَنۡ
ہَدٰىنَا اللّٰہُ ۚ لَقَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ؕ وَ نُوۡدُوۡۤا
اَنۡ تِلۡکُمُ الۡجَنَّۃُ
اُوۡرِثۡتُمُوۡہَا بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang beriman dan beramal
saleh لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَاۤ -- Kami
tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, mereka inilah penghuni surga, mereka kekal
di dalamnya. وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ
-- Dan Kami mencabut
segala dendam yang ada di dalam dada mereka. تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ -- di bawah mereka mengalir sungai-sungai, وَ قَالُوا
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ ہَدٰىنَا لِہٰذَا -- dan mereka berkata: ”Segala puji bagi Allah Yang telah
menunjuki kami kepada surga ini, وَ مَا کُنَّا لِنَہۡتَدِیَ لَوۡ
لَاۤ اَنۡ ہَدٰىنَا اللّٰہُ -- dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk seandainya Allah
tidak memberi kami petunjuk. لَقَدۡ جَآءَتۡ
رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ؕ -- Sungguh benar-benar telah datang
rasul-rasul Rabb (Tuhan) kami dengan haq.”
وَ نُوۡدُوۡۤا اَنۡ تِلۡکُمُ
الۡجَنَّۃُ اُوۡرِثۡتُمُوۡہَا بِمَا
کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ -- Dan akan diserukan
kepada mereka: “Inilah surga yang
diwariskan kepada kamu sebagai ganjaran atas apa yang senantiasa kamu kerjakan.” (Al-A’rāf [7]:43-44).
Anak kalimat sisipan لَا نُکَلِّفُ
نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَاۤ -- Kami
tidak membebani sesuatu jiwa di luar kemampuannya, bertolak belakang dengan
paham agama Kristen mengenai “penebusan
dosa” yang menyatakan bahwa dosa
itu terpendam dalam fitrat manusia maka upaya
menghilangkan dosa itu berada di luar
jangkauan kekuasaan manusia, sehingga
memerlukan penebusan dengan “kematian
terkutuk” Yesus (Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s.) di atas salib.
Dalam Injil
Matius 19:16-24 Yesus (Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. a.s.) berkomentar mengenai seorang pemuda yang kaya yang ingin mengikuti
Yesus tetapi ia enggan mengorbankan harta kekayaannya, padahal
telah melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya
yang disebutkan Yesus:
“Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih
mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Matius
19:24).
Masih tentang cara masuk “surga” yang
benar Yesus menjelaskan sekaligus memperingatkan mereka yang “menyederhanakan” cara masuk “surga” yang bertentangan
dengan ajaran yang ditetapkan Allah
Swt. dan para Rasul-Nya, terutama Nabi Besar Muhammad saw.:
Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan-tuhan! Akan masuk ke dalam kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak
Bapa-ku yang di sorga. Pada hari
terakhir banyak orang yang berseru
kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namamu, dan mengusir setan demi namamu, dan mengadakan banyak mukjizat demi namamu juga? Pada waktu itulah aku akan berterus-terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaku, kamu
sekalian pembuat kejahatan!” (Matius
7:21-23).
Makna ucapan Yesus: “…melainkan
dia yang melakukan kehendak Bapa-ku
yang di surga” adalah orang-orang yang mengamalkan
hukum-hukum syariat karena hukum-hukum syariat itu merupakan kehendak
Allah Swt., yang pengamalannya dicontohkan
oleh para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri
teladan terbaik (QS.3:32; QS.33:22) bagi umat manusia yang
menginginkan mendapat kecintaan Allah
Swt. di dunia ini mau pun di akhirat, yang disebut “kehidupan
surgawi” (QS.89:218-31).
“Kehidupan
Surgawi” di Dunia yang Dialami Orang-orang yang Bertakwa
Jadi,
berdasarkan Surah Al-A’rāf 43-44
tersebut bahwa pada hakikatnya kehidupan surgawi dimulai sejak dari dunia ini juga (QS.55:47), dan seseorang dikatakan sedang menikmati kehidupan surgawi apabila hatinya bebas dari rasa permusuhan, irihati,
dendam-kesumat, dan kegelisahan mental.
Siapa
pun mustahil akan menjadi provokator
mau pun menjadi teroris jika hati
dan otak seseorang
tidak diliputi oleh rasa permusuhan,
irihati, dendam-kesumat, kegelisahan
mental serta keburukan-keburukan lainnya, baik akibat keliru memahami masalah agama
atau pun akibat tindakan “cuci
otak” dari para provokator.
Jika keadaan hati (jiwa) mereka penuh dengan berbagai keburukan
tersebut, lalu bagaimana kemudian akan dapat menjadi “penghuni surga”, karena dalam ayat Al-A’rāf
[7]:43-44 sebelumnya digambarkan bahwa para penghuni
surga itu adalah orang-orang hatinya
(jiwanya) bebas hal-hal buruk seperti itu: وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ
غِلٍّ -- Dan
Kami mencabut segala dendam yang ada
di dalam dada mereka. تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ -- di bawah mereka mengalir sungai-sungai, وَ قَالُوا
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ ہَدٰىنَا لِہٰذَا -- dan mereka berkata: ”Segala puji bagi Allah Yang telah
menunjuki kami kepada surga ini, وَ مَا کُنَّا لِنَہۡتَدِیَ لَوۡ
لَاۤ اَنۡ ہَدٰىنَا اللّٰہُ -- dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk seandainya Allah
tidak memberi kami petunjuk.”
Dengan demikian jelaslah, bahwa betapa
pentingnya bagi orang-orang
Islam benar-benar memahami makna keimanan yang hakiki tentang
Rukun
Iman dan bentuk pengamalannya
berupa Rukun Islam, karena dengan demikian pasti Allah Swt. akan memenuhi janji-janji-Nya
kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh yakni orang-orang yang bertakwa, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal shaleh
bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami
sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan
diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah
[2]:26).
Makna Para Penghuni Surga Akan Mendapatkan
Segala yang Mereka Inginkan
Makna ayat بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا -- “akan
diberikan kepada mereka yang serupa dengannya” berarti
pula bahwa makanan ruhani orang-orang
beriman dan beramal shaleh di surga
akan sesuai dengan selera tiap-tiap
orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya
masing-masing, yang dalam Surah lainnya digambarkan:
وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا
تَدَّعُوۡ --
“bagi kamu di dalamnya apa yang diinginkan diri kamu dan bagi
kamu di dalamnya apa yang kamu minta,
نُزُلًا مِّنۡ غَفُوۡرٍ رَّحِیۡمٍ -- sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun dan Penyayang”
(QS.41:32-33), lihat pula QS.25:16-17.
Kata-kata وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- “dan mereka
akan kekal di dalamnya” berarti bahwa orang-orang beriman dan beramal shaleh dalam surga
tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan
atau kemunduran, melainkan akan
mengalami kemajuan yang terus menerus
melalui berbagai tingkatan “kehidupan
surgawi” yang lebih sempurna lagi keadaannya (QS.66:9).
Mengapa
demikian? Sebab orang akan mati
hanya jika ia tidak dapat menyerap zat
makanan atau bila orang lain membunuhnya.
Tetapi karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang, dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai (QS.7:44; QS.15:46-51) maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap.
Kemudian mengenai ayat وَ لَہُمۡ
فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- “dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya” bahwa
orang-orang beriman dan beramal
shaleh juga akan mempunyai jodoh-jodoh (pasangan) suci di surga. Istri yang baik adalah
sumber kegembiraan dan kesenangan, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ
ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami menjadi
penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān
[25]:75).
Orang-orang beriman berusaha mendapatkan
istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian -- sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya -- kesenangan di surga tidak bersifat
kebendaan (QS.32:18).
Jadi, itulah
makna firman Allah Swt. mengenai perumpamaan
surga dalam QS.2:26. Untuk penjelasan
lebih lanjut tentang sifat dan
hakikat nikmat-nikmat surga, lihat
pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
Lemah Bagaikan Nyamuk
Allah Swt. menyatakan, bahwa pada hakikatnya
berbagai macam perumpamaan mengenai
keadaan surga -- dan berbagai
fasilitas kenikmatan tak terhingga yang terdapat di dalamnya -- sangat
tidak memadai untuk menggambarkannya,
karena pada kenyataannya berada di luar daya
nalar dan daya khayal (imajinasi)
manusia yang paling cerdas sekali pun, mengenai hal tersebut selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
اِنَّ
اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا
ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ
ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ
اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ
کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya
Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan yang lebih
kecil dari itu, ada
pun orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu kebenaran
dari Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَمَّا
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ -- sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: مَا
ذَاۤ اَرَادَ اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا -- “Apa
yang dikehendaki Allah
dengan perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا -- Dengannya Dia
menyesatkan banyak orang dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ
بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dan sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali
orang-orang fasik (Al-Baqarah [2]:27).
Dharaba
al-matsala berarti: ia memberi gambaran
atau pengandaian; ia membuat
pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan
(Lexicon Lane; Taj-ul-Urus, dan QS.14:46). Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka
dalam Al-Quran dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan.
Fungsi Perumpamaan
(Tamsilan) Dalam Al-Quran
Perumpamaan-perumpamaan dan
tamsilan-tamsilan melukiskan
mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan
lain, dan dalam hal-hal keruhanian dikemukakannya
perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan
baik, firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ
اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa
mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. (As-Sajdah
[32]:18).
Waktu Nabi
Besar Muhammad saw. menggambarkan
bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan
surga, beliau saw.diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga
pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
Hadits itu menunjukkan bahwa berbagai
nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan
bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian dari perbuatan dan tingkah-laku baik -- yakni
iman dan amal shaleh -- yang telah
dikerjakan orang-orang bertakwa di
alam dunia ini.
Kata-kata yang dipergunakan untuk
menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam
Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan. Ayat tersebut pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih
baik dan jauh lebih berlimpah-limpah
dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Nikmat-nikmat
itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia, firman-Nya:
قَدۡ اَفۡلَحَ
مَنۡ تَزَکّٰی ﴿ۙ﴾ وَ ذَکَرَ اسۡمَ رَبِّہٖ فَصَلّٰی ﴿ؕ﴾ بَلۡ تُؤۡثِرُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا ﴿۫ۖ﴾ وَ الۡاٰخِرَۃُ
خَیۡرٌ وَّ اَبۡقٰی ﴿ؕ﴾ اِنَّ ہٰذَا
لَفِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿ۙ﴾ صُحُفِ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ مُوۡسٰی ﴿٪﴾
Sungguh berbahagialah
orang yang mensucikan diri, dan mengingat
nama Rabb-nya (Tuhan-nya) lalu mendirikan
shalat. بَلۡ تُؤۡثِرُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا -- Tetapi kamu
mendahulukan kehidupan dunia, وَ الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ
وَّ اَبۡقٰی -- padahal akhirat itu lebih baik
dan lebih kekal. اِنَّ ہٰذَا لَفِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی -- Sesungguhnya inilah yang diajarkan dalam Kitab-kitab terdahulu, صُحُفِ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ مُوۡسٰی -- Kitab-kitab Ibrahim dan Musa (Al-A’lā [87]:15-20).
Oleh karena asas-asas pokok mengenai tiap-tiap agama yang bersumber dari Allah Swt. itu
sama, maka ajaran yang tersebut dalam ayat-ayat yang mendahuluinya terdapat
pula dalam Kitab-kitab suci Nabi Ibrahim
a.s. dan Nabi Musa a.s..
Ayat ini dapat pula berarti bahwa nubuatan mengenai kemunculan seorang nabi besar, yang akan memberikan
kepada dunia Amanat Ilahi terakhir
serta memberikan ajaran yang paling sempurna -- yakni Nabi Besar Muhammad saw. -- terdapat dalam Kitab-kitab suci Nabi
Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s. (Ulangan
18:18 -19 dan 33:2).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,
20 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar