Selasa, 12 Januari 2016

Keselarasan Ajaran Al-Quran Dengan "Fitrat" Manusia dan Alam Semesta & "Pujian Khusus" Allah Swt. Mengenai "Keprihatinan" Nabi Besar Muhammad Saw.



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Keselarasan Ajaran Al-Quran Dengan Fitrat Manusia dan Alam Semesta &  “Pujian Khusus” Allah Swt. Mengenai  Keprihatinan Besar Nabi Besar Muhammad Saw.

Bab 9


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya dikemukakan mengenai penerapan hukum syariat yang tepat  sesuai situasi dan kondisi bagi  perbaikan akhlak dan ruhani  pihak yang dikenai hukum syariat tersebut  dinamakan “amal shaleh.”   Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyebut  umat Islam sebagai “umatan wasathan” (QS.2:144) sebagai  ganti sebutan khayra ummah” (umat terbaik- QS.3:111), firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah Kami menjadikan kamu اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا  -- satu umat yang mulia supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan  kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144)
     Al-wasath berarti: menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Al-Aqrab-ul-Mawarid). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin disebut “kaum terbaik. Jadi, sebagaimana  menjadi tugas dan kewajiban  seorang wasit (wasath) untuk memimpin jalan pertandingan (perlombaan) sesuai aturan perlombaan  agar tidak terjadi kecurangan atau ketidak-adilan serta kezaliman, demikian pula  tugas dan kewajiban umat Islam sebagai ummatan wasathan atau khayra ummah dalam mengamalkan syariat Islam (Al-Quran)  --  termasuk dalam masalah penghukuman atau pun pengampunan berkenaan dengan para pelanggar aturan syariat   -- yakni tidak selalu menekankan kepada satu sisi  pembalasan (penghukuman)  atau pun pengampunan (pemaafan), sebagaimana sabda Masih  Mau’ud a.s.
   “Kesucian dan kesempurnaan ajaran Kitab Suci Al-Quran memberi kehidupan bagi setiap sendi masyarakat manusia. Al-Quran tidak ada menekankan penanganan satu sisi saja. Terkadang Al-Quran menyuruh kepada kesabaran dan pengampunan dalam hal-hal tertentu, tetapi juga bisa menentukan hukuman bagi para pelanggar jika dianggap perlu.
   Sesungguhnya Al-Quran itu merupakan gambaran dari hukum alam Ilahi yang ada di sekeliling kita. Kitab ini sepenuhnya masuk akal dimana firman Tuhan dan hasil kinerja Tuhan adalah bersesuaian satu dengan lainnya. Sebagaimana hasil karya Tuhan itu nampak di alam, maka Kitab Allah yang sempurna ini juga sejalan dengan hasil kinerja tersebut. Kita sendiri ada melihat dalam kinerja Tuhan bahwa tidak selamanya selalu harus ada pengampunan dan kesabaran semata,  karena nyatanya Dia juga menghukum para pendosa dengan berbagai bentuk bala (azab).
      Hukuman demikian ada juga termaktub dalam Kitab-kitab sebelumnya. Tuhan kita tidak saja Maha Pengasih tetapi juga Maha Bijaksana dan siksaan-Nya sungguh berat. Kitab yang haqiqi adalah yang sejalan dengan kaidah hukum alam ini, sedangkan firman-Nya yang haqiqi adalah yang selalu konsisten (selaras) dengan kinerja-Nya. Kita sendiri melihat bahwa Tuhan tidak selalu memperlakukan makhluk-Nya dengan kesabaran dan pengampunan saja, karena sekali-kali bila dianggap perlu Dia akan menurunkan hukuman juga.
    Bahkan sekarang ini pun Allah Yang Maha Kuasa telah menyampaikan nubuat kepadaku bahwa untuk menghukum para pendosa,  Dia akan menzahirkan gempa bumi dahsyat yang akan menghancurkan mereka.” (Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XX, hlm. 346-347, London, 1984).
        Bagian akhir sabda Masih Mau’ud a.s.  yakni:  “Kitab yang haqiqi adalah yang sejalan dengan kaidah hukum alam ini, sedangkan firman-Nya yang haqiqi adalah yang selalu konsisten (selaras) dengan kinerja-Nya. Kita sendiri melihat bahwa Tuhan tidak selalu memperlakukan makhluk-Nya dengan kesabaran dan pengampunan saja, karena sekali-kali bila dianggap perlu Dia akan menurunkan hukuman juga.
    Bahkan sekarang ini pun Allah Yang Maha Kuasa telah menyampaikan nubuat kepadaku bahwa untuk menghukum para pendosa,  Dia akan menzahirkan gempa bumi dahsyat yang akan menghancurkan mereka,” penjelasan Masih Mau’ud a.s. tersebut adalah sebagai akibat ketidak-bersyukuran  terhadap kedatangan beliau sebagai Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan (QS.4:148; QS.14:8; QS.17:16; QS.77:12).

Keselarasan Al-Quran dengan Fitrat Manusia

    Sehubungan dengan kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) dalam segala seginya selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
    “Allah Yang Maha Agung,  Yang mengetahui segala rahasia di dalam hati, menjadi Saksi bahwa barangsiapa yang mampu menunjukkan adanya kelemahan dalam ajaran yang dibawah Al-Quran  -- bahkan sampai seperseribu besarnya dzarah debu -- atau bisa mengemukakan keunggulan kitabnya sendiri yang berbeda dengan Al-Quran serta menunjukkan bahwa kitabnya itu lebih unggul, maka kami bersedia dihukum mati sekali pun.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  298, London, 1984).
   Lebih jauh Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai keselarasan ajaran Al-Quran dengan fitrat manusia:
     “Dari semua Kitab yang diwahyukan yang ada sekarang  hanya Al-Quran saja yang sejalan dengan fitrat manusia. Akidahnya demikian sempurna dan pasti,  sehingga bukti-bukti nyata yang ada menjadi saksi akan kebenarannya. Perintah-perintah yang terkandung di dalamnya didasarkan atas kebenaran. Ajaran yang dikemukakannya bebas sama sekali dari segala bentuk polytheisme, bid’ah dan penyembahan makhluk lainnya.
    Kitab ini menggiring manusia ke arah manifestasi Ketauhidan dan Keagungan Ilahi serta kesempurnaan [Tuhan] Yang Maha Terpuji. Di dalamnya penuh dengan norma-norma Ketauhidan Ilahi serta bebas dari kekurangan, kelemahan atau sifat tidak sempurna  Sang Maha Pencipta. Kitab ini tidak semata-mata memaksakan suatu akidah hanya berdasar kekuasaan semata, tetapi memberikan alasan atas kebenaran dari ajarannya tersebut.
   Kitab tersebut menjelaskan setiap arah tujuan yang harus dicapai dengan bukti-bukti dan argumentasi. Ia memberikan dasar pertimbangan dari kebenaran setiap prinsip, sehingga fikiran manusia menjadi pasti dan memahaminya secara sempurna. Ia menangkal semua kelemahan yang mempengaruhi akidah, amal dan perkataan manusia serta memberikan penalaran yang cemerlang. Ia membawa ajaran sopan-santun sebagai pengetahuan yang dibutuhkan bagi setiap manusia.
   Kitab ini menangkal dengan tegas setiap bentuk kefasikan (kedurhakaan).  Ajarannya itu demikian lurus, tegas dan pasti, seolah-olah menjadi cermin hukum alam. Ia menjadi matahari yang mencerahkan wawasan kalbu. Prinsip-prinsip penalaran manusia dikemukakannya secara rinci dan kekurangannya diperbaiki.
     Adapun Kitab-kitab lain -- yang katanya diwahyukan -- pada saat ini luput dari segala berkat sifat-sifat sempurna ini dan mengandung berbagai konsepsi yang salah tentang Wujud dan Sifat-sifat Ilahi. Para penganut Kitab-kitab itu mengutarakan akidah-akidah yang aneh.
    Sebagian dari mereka menyangkal kalau Tuhan itu adalah Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mengangkat diri mereka sendiri sebagai sekutu-Nya dalam masalah keabadian dan sifat tegak dengan sendirinya (Al-Hayyul-Qayyum).  
     Yang lainnya memuja berhala dan gambar-gambar dewa sebagai sekutu Ilahi dan dianggap ikut mengelola kerajaan-Nya. Ada pula yang menciptakan putra atau putri atau cucu dari Wujud-Nya. Yang lainnya menyembah-Nya dalam bentuk buaya atau kura-kura. Singkat kata, mereka itu mereka-reka Wujud Sang Maha Sempurna sebagai sesuatu yang tidak mungkin mencapai kesempurnaan-Nya sendiri.
   Ketika aku melihat manusia demikian sesatnya dalam akidah-akidah mereka serta demikian banyak melakukan kesalahan maka hatiku menjadi gemetar dan luluh. Aku merasa adalah menjadi tugas dan kewajibanku untuk mengarang buku ini sebagai petunjuk bagi mereka dan tugas ini akan aku laksanakan sepenuh hati.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 81-83, London, 1984).

Pujian Khusus” Allah Swt. Kepada Nabi Besar Muhammad Saw.

     Jadi, setelah Nabi Besar Muhammad saw. – yang merupakan wujud penerima wahyu Al-Quran  -- di Akhir Zaman ini Masih Mau’ud a.s.  kembali memperagakan kepedulian luar-biasa  beliau saw. terhadap keselamatan akhlak dan ruhani umat manusia ketika mereka menyimpang jauh dari Tauhid Ilahi yang hakiki, berikut adalah firman-Nya  kepada Nabi Besar Muhammad saw. berupa “pujian khusus” yang seolah-olah merupakan “teguran”, sehingga  tidak difahami oleh banyak penafsir Al-Quran:
وَ  لَقَدۡ  کُذِّبَتۡ رُسُلٌ مِّنۡ قَبۡلِکَ فَصَبَرُوۡا عَلٰی مَا کُذِّبُوۡا وَ اُوۡذُوۡا حَتّٰۤی اَتٰہُمۡ  نَصۡرُنَا ۚ وَ لَا مُبَدِّلَ  لِکَلِمٰتِ اللّٰہِ ۚ وَ لَقَدۡ جَآءَکَ مِنۡ نَّبَاِی الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِنۡ کَانَ  کَبُرَ عَلَیۡکَ اِعۡرَاضُہُمۡ فَاِنِ اسۡتَطَعۡتَ اَنۡ تَبۡتَغِیَ نَفَقًا فِی الۡاَرۡضِ اَوۡ  سُلَّمًا فِی السَّمَآءِ  فَتَاۡتِیَہُمۡ  بِاٰیَۃٍ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ  لَجَمَعَہُمۡ عَلَی الۡہُدٰی فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ  الۡجٰہِلِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh rasul-rasul sebelum engkau  benar-benar telah didustakan, tetapi mereka tetap  bersabar  terhadap pendustaan dan penganiayaan  hingga datang kepada mereka  pertolongan Kami.  Dan  tidak ada yang dapat mengubah Kalimat-kali-mat Allah,   dan sesungguhnya telah datang kepada engkau sebagian dari kabar-kabar mengenai rasul-rasul. Dan jika berpalingnya mereka terasa berat bagi engkau, maka kalau engkau sanggup mencari lubang ke dalam bumi  atau tangga ke langit, lalu engkau mendatangkan kepada mereka suatu Tanda.   Dan  jika Allah menghendaki niscaya mereka akan dihimpun-Nya kepada petunjuk, maka janganlah sekali-kali engkau menjadi orang-orang yang jahil. (Al-An’ām [6]:36).
   Nabi Besar Muhammad saw. dipenuhi oleh rasa kasih-sayang yang berlimpah-limpah (QS.7:128). Beliau saw. tidak menjadi kalut oleh apa yang dikatakan orang-orang kafir mengenai beliau saw.. Beliau saw. bersedih hati bukan karena orang-orang kafir menuduh beliau palsu atau pendusta, melainkan karena penolakan mereka terhadap Tanda-tanda Allah itu mereka telah menutup sendiri pintu rahmat Ilahi.
    Dengan penuh  cinta kasih Allah Swt.  berbicara kepada  Nabi Besar Muhammad saw. memakai kata-kata rayuan dan pelipur lara. Dikatakan kepada beliau saw. bahwa nabi-nabi sebelum beliau saw. pun ditolak, dicaci-maki, dan diejek serta dizalimi. Tetapi Takdir Ilahi   tidak mengalami perubahan, yaitu pertolongan Allah Swt.  datang kepada nabi-nabi Allah dan musuh mereka  pada akhirnya pasti akan ditimpa kesedihan dan kehinaan (QS.58:21-22).
     Perlu diketahui, bahwa kesedihan Nabi Besar Muhamad saw. sama sekali tidak ada hubungannya dengan sikap pendustaan dan penentangan orang-orang kafir terhadap beliau saw.,  melainkan terhadap akibat buruk yang pasti akan menimpa mereka, sebagaimana yang telah menimpa kaum-kaum purbakala sebelumnya yang telah mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka dengan berbagai bentuk azab Ilahi yang sangat mengerikan, firman-Nya:
وَ قَارُوۡنَ وَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ ۟ وَ لَقَدۡ جَآءَہُمۡ  مُّوۡسٰی بِالۡبَیِّنٰتِ فَاسۡتَکۡبَرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ مَا کَانُوۡا سٰبِقِیۡنَ ﴿ۚۖ﴾  فَکُلًّا  اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ وَ  مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ  الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ  اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیَظۡلِمَہُمۡ  وَ لٰکِنۡ  کَانُوۡۤا  اَنۡفُسَہُمۡ  یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۘ  لَوۡ  کَانُوۡا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami  membinasakan   Qarun, Fir’aun dan Haman. Dan  sungguh  Musa benar-benar telah da-tang kepada mereka dengan Tanda-tanda yang nyata  tetapi mereka berlaku sombong di bumi dan mereka se-kali-kali tidak dapat melepaskan diri dari azab Kami.   Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya,  di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di antara mereka ada yang disambar oleh petir,  di antara mereka ada  yang Kami be-namkan  di bumi, di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan,  dan Allah sekali-kali tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka  men-zalimi  diri mereka sendiri. مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا  --  Perumpamaan orang-orang yang mengambil  penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah, وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۘ  لَوۡ  کَانُوۡا  یَعۡلَمُوۡنَ -- dan sesungguhnya selemah-lemah rumah pasti rumah laba-laba, seandai-nya mereka itu mengetahui  (Al-Ankabūt [29]:40-42).
    Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan ungkapan untuk hukuman (azab Ilahi) yang ditimpakan lawan-lawan berbagai nabi Allah pada zamannya masing-masing azab Ilahi  yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan QS.69:7); azab Ilahi yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa bumi (QS.7:79); ledakan (QS.11:68; QS.54:32), halilintar (QS.41:18), dan ledakan dahsyat (QS.69:6); azab Ilahi yang menghancurkan umat Nabi Luth a.s. sebagai batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75); badai batu (QS.54:35); dan azab Ilahi yang menimpa Midian, kaum Nabi Syu’aib a.s.  sebagai gempa bumi (QS.7:92; QS.29:38); ledakan (QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190). Terakhir dari semua itu ialah azab Ilahi yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah), dan membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan, “Kami ........ tenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun” (QS.2:51; QS.7:137; dan QS.17:104), dan “Kami menyebabkan bumi menelannya” (QS.28:82).
      Kemudian mengenai makna perumpamaan “sarang laba-laba”, masalah ke-Esa-an Tuhan yang menjadi pembahasan terutama Surah ini disudahi dalam ayat ini dengan sebuah tamsil (perumapamaan) yang indah sekali, dan menjelaskan kepada kaum musyrik ketololan, kesia-siaan, dan kepalsuan kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan syirik mereka. Mereka itu rapuh bagaikan sarang laba-laba dan tidak dapat bertahan terhadap kecaman akal sehat.

Makna  Kalimat “Bākhi-un Nafsaka

     Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. dalam Surah Al-An’ām ayat 36, kata-kata dalam ayat selanjutnya   yang seakan-akan merupakan “teguran”, padahal bukan, yakn:
وَ اِنۡ کَانَ  کَبُرَ عَلَیۡکَ اِعۡرَاضُہُمۡ فَاِنِ اسۡتَطَعۡتَ اَنۡ تَبۡتَغِیَ نَفَقًا فِی الۡاَرۡضِ اَوۡ  سُلَّمًا فِی السَّمَآءِ  فَتَاۡتِیَہُمۡ  بِاٰیَۃٍ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ  لَجَمَعَہُمۡ عَلَی الۡہُدٰی فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ  الۡجٰہِلِیۡنَ ﴿﴾
“Dan jika berpalingnya mereka terasa berat bagi engkau, maka kalau engkau sanggup mencari lubang ke dalam bumi  atau tangga ke langit. lalu engkau mendatangkan kepada mereka suatu Tanda.   Dan  jika Allah menghendaki niscaya mereka akan dihimpun-Nya kepada petunjuk, maka janganlah sekali-kali engkau menjadi orang-orang yang jahil.”   
   Ada pun makna “mencari lubang tembusan ke dalam bumi”  berarti “menggunakan daya-upaya dunawi,” yakni menablighkan dan menyebarkan kebenaran (Tauhid Iklahi), sedangkan kata-kata tangga ke langit, maknanya “menggunakan daya-upaya ruhani,” yakni memanjatkan doa ke hadirat Allah  Swt.  untuk memohon hidayat (petunjuk) bagi orang-orang kafir dan sebagainya.
       Shalat sungguh merupakan tangga yang dengan itu orang (secara ruhani) dapat naik ke langit.  Nabi Besar Muhammad saw. diberi tahu supaya menggunakan kedua upaya ini. Kata jahil dalam ayat فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ  الۡجٰہِلِیۡنَ  -- “maka janganlah sekali-kali engkau menjadi orang-orang yang jahil” seperti dalam QS.2:274 artinya  “seseorang yang tidak tahu-menahu” atau “tidak mengenal.”  Nabi Besar Muhammad saw.  dianjurkan agar jangan sampai tidak mengenal Hukum Tuhan dalam perkara ini.
    Jadi, ayat tersebut  bukan merupakan teguran atau celaan Allah Swt., melainkan  menggambarkan  keprihatinan dan perhatian besar Nabi Besar Muhammad saw. untuk kesejahteraan ruhani kaum beliau  saw., bahwa Nabi Besar Muhammad  saw. bersedia untuk sedapat mungkin membawakan (mengemukakan) kepada mereka  berbagai macam Tanda Ilahi, sekalipun beliau saw. harus “mencari lubang tembusan ke dalam bumi atau tangga ke langit.”   
  Senada dengan ayat tersebut Allah Swt. berfirman mengenai kesedihan dan keprihatinan Nabi Besar Muhammad saw. terhadap akibat buruk yang pasti akan menimpa para penolak Tauhid Ilahi  yang beliau saw. sampaikan kepada mereka:
 لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  اِنۡ نَّشَاۡ نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ  اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ  لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri  karena mereka tidak mau beriman.   Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari langit  sehingga leher-leher  mereka akan tertunduk kepa-danya. (Asy-Syu’arā [26]:4-5).  
  Karena bakhi' itu ism fail dari bakha'a yang berarti: ia berbuat sesuatu dengan cara setepat-tepatnya, ayat ini dengan padat dan lugas melukiskan betapa besarnya perhatian dan kekhawatiran serta kecemasan  Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai kesejahteraan ruhani kaum beliau saw. dan umat manusia.
  Kesedihan beliau saw. atas penolakan dan perlawanan mereka terhadap amanat Ilahi (Al-Quran) hampir membuat beliau saw. wafat. Memang begitulah keadaan para utusan (rasul)  dan nabi Allah hatinya senantiasa penuh dengan kasih-sayang terhadap sesama manusia, firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ حَسۡبِیَ اللّٰہُ ۫٭ۖ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ عَلَیۡہِ  تَوَکَّلۡتُ وَ ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ  الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾٪
Sungguh benar-benar  telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antaramu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagimu dan  terhadap orang-orang beriman  ia sangat berbelas kasih lagi penyayang.  Tetapi jika  mereka berpaling  maka katakanlah: “Cukuplah   Allah bagiku, tidak ada Tuhan kecuali Dia, kepada-Nya-lah aku bertawakkal, dan Dia-lah Pemilik 'Arasy yang agung. (At-Taubah [9]:128-129).
Firman-Nya lagi:
وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی  اِلَیَّ  اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ اٰذَنۡتُکُمۡ عَلٰی سَوَآءٍ ؕ وَ اِنۡ  اَدۡرِیۡۤ  اَقَرِیۡبٌ اَمۡ بَعِیۡدٌ مَّا تُوۡعَدُوۡنَ ﴿﴾ 
Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya  Rabb (Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya ka-mu berserah diri.   Maka jika mereka berpaling, maka katakanlah, “Aku telah memperingatkan yang sama kepada kamu, dan  aku tidak tahu, apakah telah dekat ataukah masih jauh apa yang telah dijanjikan kepada kamu (Al-Anbiyā[21]:108-110).

Peringatan Al-Quran   Kepada Bangsa-bangsa Kristen di Akhir Zaman & Fitnah “Dajjal

 Pendek kata, para  Rasul Allah   berseru  kepada Allah Swt., menangis  dan berdukacita demi kepentingan umat manusia, sebagaimana juga dilakukan oleh Nabi Nuh a.s. mengenai kaum beliau  musyrik dan takabbur (QS.71:1-25), tetapi manusia tidak tahu  berterimakasih, sehingga orang­-orang itu sendiri yang bagi mereka para nabi Allah mempunyai perasaan yang begitu mendalam,  justru merekalah yang menindas para nabi Allah dan berusaha untuk membunuh mereka.
 Demikian juga halnya dengan keadaan  Rasul Akhir Zaman atau Masih Mau’ud a.s.,  ketika beliau a.s. menyaksikan merebaknya “fitnah Dajjal” di Akhir Zaman ini yang telah  mencengkram   baik kehidupan jasmani (duniawi) mau pun  dunia keagamaan umat manusia,  termasuk umat Islam, firman-Nya: 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ  اَنۡزَلَ عَلٰی عَبۡدِہِ الۡکِتٰبَ  وَ لَمۡ  یَجۡعَلۡ  لَّہٗ عِوَجًا ؕ﴿ٜ﴾ قَیِّمًا  لِّیُنۡذِرَ بَاۡسًا شَدِیۡدًا مِّنۡ لَّدُنۡہُ وَ یُبَشِّرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ  لَہُمۡ  اَجۡرًا حَسَنًا ۙ﴿﴾  مَّاکِثِیۡنَ فِیۡہِ اَبَدًا ۙ﴿﴾  وَّ یُنۡذِرَ الَّذِیۡنَ قَالُوا اتَّخَذَ اللّٰہُ وَلَدًا ٭﴿﴾  مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ وَّ لَا لِاٰبَآئِہِمۡ ؕ کَبُرَتۡ کَلِمَۃً  تَخۡرُجُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ ؕ اِنۡ یَّقُوۡلُوۡنَ  اِلَّا کَذِبًا ﴿﴾ فَلَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ  اِنۡ لَّمۡ  یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَسَفًا ﴿﴾  اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَی الۡاَرۡضِ زِیۡنَۃً  لَّہَا لِنَبۡلُوَہُمۡ  اَیُّہُمۡ   اَحۡسَنُ  عَمَلًا ﴿﴾  وَ اِنَّا لَجٰعِلُوۡنَ مَا عَلَیۡہَا صَعِیۡدًا جُرُزًا  ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Segala puji bagi Allah  Yang  telah menurunkan kepada hamba-Nya Kitab Al-Quran ini dan  Dia  tidak menjadikan padanya ke­bengkokan. Sebagai penjaga  untuk memberi peringatan mengenai  siksaan yang dahsyat dari hadirat-Nya, dan memberikan kabar gembira  kepada orang-orang  beriman  yang beramal saleh bahwa sesungguhnya bagi mereka ada ganjaran yang baik,    mereka menetap di dalamnya selama-lamanya.  وَّ یُنۡذِرَ الَّذِیۡنَ قَالُوا اتَّخَذَ اللّٰہُ وَلَدًا --     Dan supaya memperingat­kan orang-orang  yang berkata: "Allah  mengambil seorang  anak laki-laki. مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ وَّ لَا لِاٰبَآئِہِمۡ   --     Mereka   sekali-kali tidak memiliki pengetahuan mengenainya, dan tidak pula bapak-bapak mereka memilikinya. کَبُرَتۡ کَلِمَۃً  تَخۡرُجُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ   --   Sangat besar keburukan perkataan yang keluar dari mulut mereka, اِنۡ یَّقُوۡلُوۡنَ  اِلَّا کَذِبًا  --  mereka tidak mengucapkan kecuali kedustaan. فَلَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ  اِنۡ لَّمۡ  یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَسَفًا  --    Maka sangat mungkin engkau akan  membinasakan diri engkau   karena sangat sedih  sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.  اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَی الۡاَرۡضِ زِیۡنَۃً  لَّہَا لِنَبۡلُوَہُمۡ  اَیُّہُمۡ   اَحۡسَنُ  عَمَلًا --  Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi per­hiasan  baginya   supaya  Kami menguji mereka siapakah di antara mere-ka yang terbaik perbuatannyaوَ اِنَّا لَجٰعِلُوۡنَ مَا عَلَیۡہَا صَعِیۡدًا جُرُزًا    --   Dan sesungguhnya Kami niscaya akan menjadikan segala yang ada di atasnya menjadi tanah-rata yang tandus.  (Al-Kahf [18]:1-9).
  Ayat 9  mengandung suatu kabar gaib  (nubuatan) bahwa bangsa-bangsa Kristen dari barat sesudah memperoleh kekayaan, kekuatan, kekuasaan, dan sesudah mendapat penemuan-penemuan besar  dalam bidang duniawi, akhirnya akan membuat bumi Allah itu penuh dengan  kedosaan dan keburukan, seperti yang dituturkan oleh Bible.
 Kemurkaan Allah akan bangkit, dan sesuai dengan nubuatan-nubuatan yang diucapkan oleh mulut para nabi Allah, di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru, Al-Quran dan hadits, bencana-bencana akan menimpa bumi secara meluas, serta segala kemajuan yang tadinva telah dicapai oleh mereka dan semua buah tangan  mereka,  gedung-gedung mereka yang tinggi megah, keindahan negeri mereka, serta segala kemuliaan, kemegahan, dan keagungan mereka sama sekali akan menjadi hancur berantakan.  
   Dengan demikian terjadinya Perang Dunia I dan Perang Dunia II  pun merupakan bagian dari  nubuatan  dan peringatan yang dikemukakan Al-Quran, sedangkan  Perang Dunia III atau Perang Nuklir hanya tinggal menunggu waktunya  yang akan terjadi secara tiba-tiba (QS.18:33-45 & 98-102;  QS.20:103-112).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   12  Januari 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar