Sabtu, 13 Februari 2016

Umat Beragama "Golongan Awam" Rentan Menjadi Mangsa "Provokasi" & Munculnya "Generasi Penerus" yang Melalaikan Shalat



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)

  Umat Beragama “Golongan  Awam”  Rentan Menjadi Mangsa “Provokasi” & Munculnya “Generasi Penerus” yang Melalaikan “Shalat”   

Bab 31


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan   mengenai  firman  Allah Swt.:
 یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِل  --  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku لِتَعَارَفُوۡا  -- supaya kamu dapat saling mengenal. اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ  --  Sesungguhnya  yang paling mulia  di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ  --  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
    Pada peristiwa Haj terakhir di Mekkah, tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw.   wafat, beliau saw. berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan:
Wahai sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapak kamu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Allah dan manusia.  اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ   --  Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu” (Baihaqi).
      Sabda agung ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu masyarakat yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah,  Nabi Besar Muhammad saw.  mengajarkan asas yang sangat demokratis.
   Sehubungan dengan firman Allah Swt.  selanjutnya   -- mengenai komentar Allah Swt.  sehubungan   pernyataan “beriman”  yang dikemukakan orang-orang Arab gurun,    yang mewakili   orang-orang Muslim golongan awam  (QS.49:15) --   mengandung makna bawa sekalian orang Muslim,  siapa pun mereka itu dan dari bangsa mana pun mereka, merupakan bagian tidak terpisahkan dari persaudaraan dalam Islam.
  Islam memberikan hak sama kepada putra-putra padang pasir yang buta huruf dan biadab, seperti halnya kepada penduduk kota kecil maupun kota besar yang beradab dan berbudaya; hanya  saja oleh Islam dianjurkan kepada mereka yang disebut pertama (Muslim  golongan awam), agar mereka berusaha lebih keras untuk belajar dan meresapkan ke dalam dirinya ajaran Islam (Al-Quran) yang sempurna dan membuat ajaran-ajaran itu menjadi pedoman hidup mereka, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau saw. di masa awal (QS.33:22-24), sehingga walau pun mereka itu  merupakan “golongan minoritas”  -- jika dibandingkan dengan para penentangnya   -- tetapi pada akhirnya mereka  dengan pertolongan Allah Swt. berhasil meraih keunggulan  dengan cara-cara yang terhormat   (QS.2:250-253).   

 Makna Lain “Orang-orang Arab Gurun”  yang “Lugu”

   Jadi, kembali kepada pembahasan mengenai   “orang-orang Arab gurun” yang menyatakan “telah  beriman” kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. – padahal mereka itu baru layak disebut  “muslim”  (orang Islam)    saja (QS.49:15)   --   firman-Nya:
قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ  قُوۡلُوۡۤا  اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ  قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Orang-orang Arab gurun berkata:  اٰمَنَّا --  “Kami telah beriman.” قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا --  Katakanlah: “Kamu belum beriman, وَ لٰکِنۡ  قُوۡلُوۡۤا  اَسۡلَمۡنَا --   tetapi katakanlah:  ‘Kami telah Islam (berserah diri - Muslim)”,  وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ  قُلُوۡبِکُمۡ  -- karena keimanan belum masuk ke dalam hati kamu.” وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  --  Tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari amal-amal kamu, اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  --  sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Hujurat [49]:15).
      Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa ungkapan “orang-orang Arab gurun” dapat pula mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim golongan awam (umum), lebih tepat lagi tertuju kepada  mereka yang disebut  “Muslim abangan” atau “Muslim KTP.” Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan tanda-tanda orang-orang yang benar-benar telah beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, firman-Nya:
اِنَّمَا  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ 
Sesungguhnya orang beriman adalah الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ   --  orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ  -- kemudian tidak ragu-ragu dan terus berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.  اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ  -- Mereka itulah orang-orang yang benar  (Al-Hujurat [49]:16).
   Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai “niat-niat” sebenarnya yang mendasari “pernyataan iman” mereka itu:
قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ  شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾  یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ ہَدٰىکُمۡ  لِلۡاِیۡمَانِ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾  اِنَّ  اللّٰہَ  یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan (memberitahukan) kepada Allah tentang agama kamu?  وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ -- Padahal  Allah mengetahui apa yang ada di seluruh langit dan bumi. وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ  شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ  -- Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا  -- Mereka mengira telah mem-beri anugerah  kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islamقُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ    -- Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, قُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ   -- bahkan  Allah-lah Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ --  jika kamu orang-orang yang benar.”  اِنَّ  اللّٰہَ  یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ  -- Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di seluruh langit dan bumi. وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ  -- Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan  (Al-Hujurāt [49]:15-19).
       Jadi, betapa  setelah  seseorang menjadi  seorang Muslim  masih banyak kewajiban berupa tahapan-tahapan kemajuan  atau  “suluk”  yang harus dilakukannya sehingga  layak menjadi seorang Muslim yang kāffah (seutuhnya  —QS.2:209), sebab untuk menjadi “pewaris surga”  itu tidak mudah, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan melakukan “tindakan bunuh diri”  macam apa pun, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿﴾   قَدۡ  اَفۡلَحَ  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  فِیۡ صَلَاتِہِمۡ خٰشِعُوۡنَ ۙ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ  مُعۡرِضُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِلزَّکٰوۃِ  فٰعِلُوۡنَ ۙ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾  اِلَّا عَلٰۤی اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ  مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾  فَمَنِ ابۡتَغٰی وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ ۙ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ  ۘ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡوٰرِثُوۡنَ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama  Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. الۡمُؤۡمِنُوۡنَ اَفۡلَحَ قَدۡ  -- Sungguh  telah berhasil   orang-orang yang beriman,  yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya,    dan  orang-orang yang berpaling dari hal yang sia-sia, dan  orang-orang yang membayar zakat,   dan  orang-orang yang menjaga kemaluannya,     kecuali terhadap istri-istri mereka atau apa yang dimiliki tangan kanannya maka sesungguhnya mereka tidak tercela, tetapi barangsiapa mencari selain dari itu  maka mereka itu  orang-orang yang melampaui batas.   Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian mereka,   dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat merekaاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡوٰرِثُوۡنَ --   Mereka itulah pewaris, الَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ --  yaitu orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus,  ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- mereka akan   kekal di dalamnya (Al-Mu’minūn [23]:1-12).

Muslim “Awam” Sering Menjadi  Mangsa “Provokasi

      Jadi, sungguh sangat “lugu” keadaan “orang-orang Arab  gurun” tersebut karena mereka mengira   dengan ke-Islam-an (ke-Muslim-an) mereka telah memberikan suatu “jasa besar” kepada  Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.. Orang-orang “Muslim” yang seperti itu sangat rentan terprovokasi  oleh orang-orang yang bersembunyi di balik “jubah” melakukan  “jihad fī  sabilillāh”  (jihad di jalan Allah) dengan cara   melakukan berbagai bentuk kekerasan  dan paksaan  -- bahkan intimidasi dan teror -- dalam memperjuangkan maksud-maksud yang ingin mereka   capai, termasuk dalam masalah politik, sebagaimana firman-Nya:
وَ مِنَ النَّاسِ مَنۡ یُّعۡجِبُکَ قَوۡلُہٗ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ یُشۡہِدُ اللّٰہَ عَلٰی مَا فِیۡ  قَلۡبِہٖ  ۙ وَ ہُوَ  اَلَدُّ  الۡخِصَامِ ﴿﴾ وَ اِذَا تَوَلّٰی سَعٰی فِی الۡاَرۡضِ لِیُفۡسِدَ فِیۡہَا وَ یُہۡلِکَ الۡحَرۡثَ وَ النَّسۡلَ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا  یُحِبُّ الۡفَسَادَ ﴿﴾
Dan  di antara manusia ada orang yang ucapannya  mengenai kehidupan dunia mengagumkan engkau  dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada dalam hatinya, padahal ia adalah pembantah yang paling keras.   Dan apabila ia berkuasa ia berkeliaran  di muka bumi membuat kerusakan di dalamnya dan membinasakan sawah-ladang  dan keturunan, dan Allah tidak menyukai ke-rusakan.  (Al-Baqarah [2]:205-206).
     Ada orang-orang yang berkat kefasihan lidahnya dan cinta semunya kepada sesama manusia dapat menipu pendengarnya, tetapi dalam hati mereka hanya mencintai dan mencari kepentingan diri mereka sendiri, dan mereka berbantah hebat dengan orang-orang lain mengenai hak mereka sekecil-kecilnya, dengan tidak memberikan sedikitpun bukti akan jiwa pengorbanan yang sangat penting untuk kemajuan manusia yang hakiki itu.
      Kata al-harts dalam ayat وَ اِذَا تَوَلّٰی سَعٰی فِی الۡاَرۡضِ لِیُفۡسِدَ فِیۡہَا وَ یُہۡلِکَ الۡحَرۡثَ وَ النَّسۡلَ -- “Dan apabila ia berkuasa ia berkeliaran  di muka bumi membuat kerusakan di dalamnya dan membinasakan sawah-ladang  dan keturunan“ berarti: (1) sebidang tanah yang telah dibajak untuk ditebari, atau betul-betul telah disemai dengan benih; (2) tanaman atau palawija, baik hasil ladang atau kebun; (3) keuntungan, pendapatan atau penghasilan; (4) upah atau ganjaran; (5) benda-benda duniawi; (6) seorang atau beberapa istri, sebab istri itu bagaikan ladang yang telah ditebari bibit untuk menumbuhkan tanaman berupa anak-anak (Lexicon Lane).
        Salah satu ciri dari mereka itu dikemukakan dalam  firman Allah Swt. selanjutnya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُ  اتَّقِ اللّٰہَ اَخَذَتۡہُ الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ ؕ وَ لَبِئۡسَ الۡمِہَادُ ﴿﴾
Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada  Allah”, اَخَذَتۡہُ الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ  --   rasa  sombong  mendorongnya untuk berbuat dosa,  maka cukuplah  Jahannam baginya, dan benar-benar sangat buruk tempat kediaman itu. (Al-Baqarah [2]:207).
    Orang-orang seperti itu segala jerih-payahnya ditujukan untuk merugikan kepentingan orang lain dan memajukan kepentingannya sendiri.  فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ ؕ وَ لَبِئۡسَ الۡمِہَادُ  – “maka cukuplah  Jahannam baginya, dan benar-benar sangat buruk tempat kediaman itu.“
      Para penyusun kamus sepakat, bahwa kata jahannam tak punya akar-kata dalam bahasa Arab. Kata itu mungkin berasal dari jahuma yang berarti dahinya menjadi berkerut atau mukanya menjadi buruk. Jika demikian huruf  nun dalam kata jahannam agaknya suatu imbuhan (Al-Bahrul-Muhith). Jadi jahannam berarti tempat siksaan yang keadaannya gelap lagi gersang  serta  menjadikan wajah penghuninya buruk dan berkerut.
      Jadi makna اَخَذَتۡہُ الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ  --   rasa  sombong  mendorongnya untuk berbuat dosa,  maka cukuplah  Jahannam baginya”,  bahwa rasa diri mulia dan gengsi semu merupakan batu licin yang menyebabkan ia jatuh, keangkuhan mendorongnya ke arah perbuatan dosa yang lebih jauh hingga dosa itu benar-benar mengepungnya dari segala jurusan. Orang-orang demikian meratakan jalannya sendiri ke neraka.

Munculnya Generasi Penerus yang Melalaikan Shalat

    Demikianlah Sunnatullah  yang terjadi pada dunia keagamaan ketika umat beragama  telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat, yakni hati  mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka menjadi orang-orang fasiq, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ  -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ  --  lalu   hati mereka menjadi keras,   -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا --  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya.   -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti (Al-Hadīd [57]:17-18).
        Erat hubungannya dengan   pernyataan Allah Swt. tersebut dalam Surah lain   Dia berfirman mengenai keadaan “generasi penerus” yang muncul setelah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat tersebut:
اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ مِنۡ ذُرِّیَّۃِ  اٰدَمَ ٭ وَ مِمَّنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوۡحٍ ۫ وَّ مِنۡ ذُرِّیَّۃِ  اِبۡرٰہِیۡمَ وَ اِسۡرَآءِیۡلَ ۫ وَ مِمَّنۡ ہَدَیۡنَا وَ اجۡتَبَیۡنَا ؕ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتُ الرَّحۡمٰنِ  خَرُّوۡا  سُجَّدًا  وَّ  بُکِیًّا ﴿ٛ﴾  فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوۃَ وَ اتَّبَعُوا الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ  غَیًّا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَاُولٰٓئِکَ یَدۡخُلُوۡنَ  الۡجَنَّۃَ  وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ  شَیۡئًا ﴿ۙ﴾
Mereka inilah orang-orang  yang Allah telah memberi nikmat atas mereka dari antara nabi-nabi dari keturunan Adam, dari antara keturunan orang-orang yang Kami angkut dalam bahtera bersama Nuh,   dari keturunan Ibrahim dan Israil,   dan  dari antara orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.  اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتُ الرَّحۡمٰنِ  خَرُّوۡا  سُجَّدًا  وَّ  بُکِیًّا --  Tat­kala Ayat-ayat Yang Maha Pemurah dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur bersujud dan menangis.  فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوۃَ  --  Lalu datang menggantikan sesudah mereka  pengganti yang mengabaikan shalat وَ اتَّبَعُوا الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ  غَیًّا  --   dan meng­ikuti hawa-nafsu maka segera mereka  akan menemui kesesatan, اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا  --    Kecuali  orang yang ber­taubat dan beriman serta beramal saleh  فَاُولٰٓئِکَ یَدۡخُلُوۡنَ  الۡجَنَّۃَ  وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ  شَیۡئًا --  maka mereka itulah akan masuk surga, dan mereka tidak akan dizalimi sedikit pun.  (Maryam [19]:59-61).
  Makna ayat  فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوۃَ  --  “Lalu datang menggantikan sesudah mereka  pengganti yang mengabaikan shalat,” sebenarnya kealpaan dan kelalaian dalam menjalankan shalat membuat orang menjadi jahil mengenai Sifat-sifat Allah  Swt.  serta memusnahkan keinginannya untuk menegakkan hubungan dengan Khāliq-nya, dengan demikian selanjutnya melemparkan dia ke dalam cengkeraman syaitan dari kalangan jin dan ins (manusia- QS.6:112-114; QS.25:28-32) dan menjadikannya sebagai  sebagai “temannya”  (qarīn - QS.43:37-39).
 Makna ayat selanjutnya وَ اتَّبَعُوا الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ  غَیًّا  --   “dan meng­ikuti hawa-nafsu maka segera mereka  akan menemui kesesatan”  bahwa kealpaan dalam memohon rahmat Ilahi dan dalam mendoa kepada-Nya  berupa shalat  membawa orang kepada kegagalan, maka menuruti ajakan nafsu buruk – yakni menjadi “penyembah hawa-nafsunya”   (QS.25:44-45; QS.45:24-27)  -- mengakibatkan ada sikap tidak acuh terhadap ilmu hakiki dan bergelimang dengan perbuatan-perbuatan kotor serta usaha-usaha yang tidak berguna, dan bila semua hal tersebut tergabung  menjadi satu, maka hal itu akan mendatangkan kehancuran akhlak dan ruhani manusia secara total.  

Makna “Amal Shaleh” yang Hakiki

  Sebutan "amal saleh"  dalam ayat selanjutnya: اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا  --    Kecuali orang yang ber­taubat dan beriman serta beramal saleh  فَاُولٰٓئِکَ یَدۡخُلُوۡنَ  الۡجَنَّۃَ  وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ  شَیۡئًا --  maka mereka itulah akan masuk surga, dan mereka tidak akan dizalimi sedikit pun” (Maryam [19]:61),   lebih tepat dikenakan kepada amal-perbuatan yang dilakukan pada keadaan yang tepat serta sesuai dengan tuntutan waktu, daripada dikenakan hanya kepada ibadah-ibadah belaka seperti umumnya anggapan orang, yang dalam kenyataannya  ibadah-ibadah yang dilakukannya – termasuk shalat  mereka  -- tidak mampu menjadikan  akhlak dan ruhani si pelakunya menjadi  lebih baik (QS.27:46; QS.107:1-8), akibatnya  berbagai bentuk musibah dan azab Ilahi  terus menerus  terjadi walau pun berbagai ritual  “peribadahan” pun tetap dikerjakan,  benarlah firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui (An-Nisā [4]:148).
Firman-Nya lagi:
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾  وَ قَالَ مُوۡسٰۤی  اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ  وَ  مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ ﴿﴾  اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕۛ لَا  یَعۡلَمُہُمۡ  اِلَّا اللّٰہُ ؕ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ  اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ  اُرۡسِلۡتُمۡ  بِہٖ وَ  اِنَّا  لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا  تَدۡعُوۡنَنَاۤ   اِلَیۡہِ  مُرِیۡبٍ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ --  tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” وَ قَالَ مُوۡسٰۤی  اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ  وَ  مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا  --  Dan Musa berkata: “Jika  kamu kafir, kamu dan siapa pun yang ada di bumi ini semuanya tidak akan memu-daratkan Allah sedikit pun  فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ -- karena sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ   -- Bukankah telah datang kepada kamu berita mengenai orang-orang yang sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, ‘Ād, Tsamūd, dan orang-orang yang sesudah mereka? لَا  یَعۡلَمُہُمۡ  اِلَّا اللّٰہُ   --  Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah. جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ  --   Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ  اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا  -- tetapi mereka meletakkan tangan mereka pada mulutnya وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ  اُرۡسِلۡتُمۡ  بِہٖ وَ  اِنَّا  لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا  تَدۡعُوۡنَنَاۤ   اِلَیۡہِ  مُرِیۡبٍ  --  dan berkata: “Sesungguhnya kami tidak percaya kepada apa yang dengan itu kamu telah diutus, dan sesungguhnya kami benar-benar ada dalam keraguan yang sangat menggelisahkan mengenai apa yang kamu seru kami kepadanya” (Ibrahim [14]:8-10). 

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   8 Februari  2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar