Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran adalah
kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Umat Beragama “Golongan Awam” Rentan Menjadi Mangsa “Provokasi” & Munculnya “Generasi
Penerus” yang Melalaikan “Shalat”
Bab 31
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dijelaskan mengenai
firman Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا
النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ
شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ
اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ
﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari laki-laki
dan perempuan, وَ جَعَلۡنٰکُمۡ
شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِل -- dan Kami
telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku لِتَعَارَفُوۡا -- supaya kamu dapat saling mengenal. اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ
عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ -- Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ
عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ -- Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha
Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
Pada peristiwa Haj terakhir
di Mekkah, tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw. wafat,
beliau saw. berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan:
“Wahai
sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapak kamu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan
atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai
kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya,
seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya
terhadap Allah dan manusia. اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ
عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ -- Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu sekalian pada pandangan Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu” (Baihaqi).
Sabda agung ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu
masyarakat yang terpecah-belah
dalam kelas-kelas yang berbeda itulah, Nabi Besar Muhammad saw. mengajarkan asas yang sangat demokratis.
Sehubungan dengan firman Allah
Swt. selanjutnya -- mengenai komentar Allah Swt. sehubungan
pernyataan “beriman” yang dikemukakan orang-orang Arab gurun, yang
mewakili orang-orang Muslim golongan awam (QS.49:15) -- mengandung makna bawa sekalian orang Muslim, siapa pun mereka itu dan dari bangsa mana pun mereka, merupakan bagian tidak terpisahkan dari persaudaraan
dalam Islam.
Islam memberikan hak sama
kepada putra-putra padang pasir yang buta
huruf dan biadab, seperti
halnya kepada penduduk kota kecil
maupun kota besar yang beradab dan berbudaya; hanya saja oleh Islam dianjurkan kepada mereka yang
disebut pertama (Muslim golongan awam), agar mereka berusaha lebih keras untuk belajar dan meresapkan ke dalam dirinya ajaran
Islam (Al-Quran) yang sempurna dan membuat ajaran-ajaran itu menjadi pedoman
hidup mereka, sebagaimana yang telah dicontohkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat
beliau saw. di masa awal
(QS.33:22-24), sehingga walau pun mereka itu
merupakan “golongan minoritas” -- jika dibandingkan dengan para penentangnya -- tetapi pada akhirnya mereka dengan pertolongan
Allah Swt. berhasil meraih keunggulan
dengan cara-cara yang terhormat (QS.2:250-253).
Makna Lain “Orang-orang Arab Gurun” yang “Lugu”
Jadi, kembali kepada pembahasan mengenai “orang-orang
Arab gurun” yang menyatakan “telah beriman” kepada Allah Swt. dan Nabi
Besar Muhammad saw. – padahal mereka itu baru layak disebut “muslim” (orang Islam) saja (QS.49:15) -- firman-Nya:
قَالَتِ
الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ قُوۡلُوۡۤا
اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ
اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Orang-orang Arab gurun berkata: اٰمَنَّا -- “Kami telah beriman.” قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا -- Katakanlah: “Kamu belum beriman, وَ لٰکِنۡ
قُوۡلُوۡۤا اَسۡلَمۡنَا -- tetapi
katakanlah: ‘Kami telah Islam (berserah diri - Muslim)”, وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ
فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ -- karena keimanan
belum masuk ke dalam hati kamu.” وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ لَا یَلِتۡکُمۡ
مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ -- Tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari amal-amal kamu, اِنَّ اللّٰہَ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ -- sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Al-Hujurat [49]:15).
Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, bahwa ungkapan “orang-orang
Arab gurun” dapat pula mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim golongan awam (umum), lebih tepat lagi tertuju kepada mereka yang disebut “Muslim
abangan” atau “Muslim KTP.”
Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan tanda-tanda
orang-orang yang benar-benar telah
beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, firman-Nya:
اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ
جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ
اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang beriman adalah الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ -- orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, ثُمَّ لَمۡ
یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ -- kemudian tidak ragu-ragu dan terus berjihad
dengan harta dan jiwa mereka di
jalan Allah. اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الصّٰدِقُوۡنَ -- Mereka itulah orang-orang
yang benar (Al-Hujurat [49]:16).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Besar Muhammad saw. mengenai “niat-niat”
sebenarnya yang mendasari “pernyataan
iman” mereka itu:
قُلۡ
اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ
وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ
عَلَیۡکُمۡ اَنۡ ہَدٰىکُمۡ لِلۡاِیۡمَانِ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ
اللّٰہَ یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ
وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan (memberitahukan) kepada
Allah tentang agama kamu? وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ
وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ -- Padahal Allah mengetahui apa yang ada di seluruh
langit dan bumi. وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا
-- Mereka mengira telah
mem-beri anugerah kepada engkau
karena mereka telah menjadi orang Islam. قُلۡ
لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ
اِسۡلَامَکُمۡ -- Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, قُلۡ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ اِسۡلَامَکُمۡ -- bahkan
Allah-lah Yang memberi
anugerah terhadap kamu karena Dia
telah memberi kamu petunjuk kepada iman, اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ -- jika kamu
orang-orang yang benar.” اِنَّ اللّٰہَ
یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ
-- Sesungguhnya Allah mengetahui
yang gaib di seluruh langit dan bumi.
وَ
اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ
-- Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan (Al-Hujurāt [49]:15-19).
Jadi, betapa setelah
seseorang menjadi seorang Muslim masih banyak kewajiban berupa tahapan-tahapan kemajuan atau “suluk”
yang harus dilakukannya sehingga
layak menjadi seorang Muslim
yang kāffah (seutuhnya —QS.2:209), sebab untuk menjadi “pewaris surga” itu tidak mudah, dan sama sekali tidak ada
hubungannya dengan melakukan “tindakan
bunuh diri” macam apa pun,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿﴾ قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ
ہُمۡ فِیۡ صَلَاتِہِمۡ
خٰشِعُوۡنَ ۙ﴿﴾
وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ مُعۡرِضُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِلزَّکٰوۃِ فٰعِلُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ
ۙ﴿﴾
اِلَّا عَلٰۤی اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ
اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾ فَمَنِ ابۡتَغٰی
وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ ۘ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡوٰرِثُوۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. الۡمُؤۡمِنُوۡنَ اَفۡلَحَ قَدۡ -- Sungguh telah berhasil orang-orang yang beriman, yaitu
orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang
yang berpaling dari hal yang sia-sia,
dan orang-orang
yang membayar zakat, dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
istri-istri mereka atau apa yang dimiliki tangan kanannya maka
sesungguhnya mereka tidak tercela, tetapi
barangsiapa mencari selain dari itu maka mereka
itu orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian
mereka, dan orang-orang
yang memelihara shalat-shalat mereka. اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡوٰرِثُوۡنَ -- Mereka itulah pewaris, الَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ
الۡفِرۡدَوۡسَ -- yaitu orang-orang yang akan
mewarisi surga Firdaus, ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- mereka akan kekal di dalamnya
(Al-Mu’minūn
[23]:1-12).
Muslim “Awam”
Sering Menjadi Mangsa “Provokasi”
Jadi, sungguh sangat “lugu” keadaan “orang-orang Arab gurun” tersebut karena mereka mengira dengan
ke-Islam-an (ke-Muslim-an) mereka telah memberikan suatu “jasa besar” kepada Allah
Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.. Orang-orang “Muslim” yang seperti itu sangat rentan terprovokasi oleh
orang-orang yang bersembunyi di balik
“jubah” melakukan “jihad fī sabilillāh” (jihad di jalan Allah) dengan cara melakukan berbagai bentuk kekerasan dan paksaan -- bahkan intimidasi
dan teror -- dalam memperjuangkan maksud-maksud yang ingin mereka capai, termasuk dalam masalah politik, sebagaimana firman-Nya:
وَ مِنَ
النَّاسِ مَنۡ یُّعۡجِبُکَ قَوۡلُہٗ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ یُشۡہِدُ
اللّٰہَ عَلٰی مَا فِیۡ قَلۡبِہٖ ۙ وَ ہُوَ
اَلَدُّ الۡخِصَامِ ﴿﴾ وَ اِذَا
تَوَلّٰی سَعٰی فِی الۡاَرۡضِ لِیُفۡسِدَ فِیۡہَا وَ یُہۡلِکَ الۡحَرۡثَ وَ
النَّسۡلَ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یُحِبُّ الۡفَسَادَ ﴿﴾
Dan di
antara manusia ada orang yang ucapannya
mengenai kehidupan dunia mengagumkan
engkau dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada dalam hatinya,
padahal ia adalah pembantah yang paling
keras. Dan apabila
ia berkuasa ia berkeliaran di muka bumi
membuat kerusakan di dalamnya dan membinasakan sawah-ladang dan keturunan,
dan Allah tidak menyukai ke-rusakan. (Al-Baqarah [2]:205-206).
Ada orang-orang yang berkat kefasihan lidahnya dan cinta semunya kepada sesama manusia dapat menipu pendengarnya, tetapi dalam hati mereka hanya mencintai
dan mencari kepentingan diri mereka
sendiri, dan mereka berbantah hebat
dengan orang-orang lain mengenai hak
mereka sekecil-kecilnya, dengan tidak memberikan sedikitpun bukti akan jiwa pengorbanan yang sangat penting untuk kemajuan manusia yang hakiki itu.
Kata al-harts
dalam ayat وَ اِذَا تَوَلّٰی سَعٰی فِی الۡاَرۡضِ لِیُفۡسِدَ فِیۡہَا وَ یُہۡلِکَ
الۡحَرۡثَ وَ النَّسۡلَ -- “Dan apabila
ia berkuasa ia berkeliaran di muka bumi
membuat kerusakan di dalamnya dan membinasakan sawah-ladang dan keturunan“
berarti: (1) sebidang tanah yang telah dibajak untuk ditebari, atau betul-betul
telah disemai dengan benih; (2) tanaman atau palawija, baik hasil ladang atau
kebun; (3) keuntungan, pendapatan atau penghasilan; (4) upah atau ganjaran; (5)
benda-benda duniawi; (6) seorang atau beberapa istri, sebab istri itu bagaikan
ladang yang telah ditebari bibit untuk menumbuhkan tanaman berupa anak-anak (Lexicon Lane).
Salah satu ciri
dari mereka itu dikemukakan dalam firman
Allah Swt. selanjutnya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُ اتَّقِ
اللّٰہَ اَخَذَتۡہُ الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ ؕ وَ لَبِئۡسَ
الۡمِہَادُ ﴿﴾
Dan apabila
dikatakan kepadanya: “Bertakwalah
kepada Allah”, اَخَذَتۡہُ
الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ -- rasa
sombong mendorongnya untuk berbuat
dosa, maka cukuplah Jahannam baginya, dan benar-benar sangat buruk tempat kediaman itu. (Al-Baqarah
[2]:207).
Orang-orang
seperti itu segala jerih-payahnya
ditujukan untuk merugikan kepentingan orang lain dan memajukan kepentingannya sendiri. فَحَسۡبُہٗ
جَہَنَّمُ ؕ وَ لَبِئۡسَ الۡمِہَادُ – “maka
cukuplah
Jahannam baginya, dan benar-benar sangat buruk tempat kediaman itu.“
Para
penyusun kamus sepakat, bahwa kata jahannam
tak punya akar-kata dalam bahasa Arab. Kata itu mungkin berasal dari jahuma
yang berarti dahinya menjadi berkerut atau mukanya menjadi buruk.
Jika demikian huruf nun dalam
kata jahannam agaknya suatu imbuhan (Al-Bahrul-Muhith). Jadi jahannam berarti tempat siksaan yang keadaannya gelap lagi gersang serta menjadikan wajah penghuninya buruk
dan berkerut.
Jadi
makna اَخَذَتۡہُ
الۡعِزَّۃُ بِالۡاِثۡمِ فَحَسۡبُہٗ جَہَنَّمُ -- rasa
sombong mendorongnya untuk berbuat
dosa, maka cukuplah Jahannam baginya”, bahwa rasa
diri mulia dan gengsi semu
merupakan batu licin yang menyebabkan
ia jatuh, keangkuhan mendorongnya ke
arah perbuatan dosa yang lebih jauh
hingga dosa itu benar-benar mengepungnya dari segala jurusan. Orang-orang
demikian meratakan jalannya sendiri ke neraka.
Munculnya Generasi Penerus
yang Melalaikan Shalat
Demikianlah Sunnatullah yang terjadi
pada dunia keagamaan ketika umat beragama telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat,
yakni hati mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka menjadi orang-orang fasiq, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang
yang beriman, bahwa hati mereka
tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, dan mereka
tidak menjadi seperti orang-orang yang
diberi kitab sebelumnya, فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ -- lalu hati
mereka menjadi keras, -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah,
bahwasanya Allah menghidupkan
bumi sesudah matinya. -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada
kamu supaya kamu mengerti (Al-Hadīd
[57]:17-18).
Erat hubungannya dengan pernyataan Allah Swt. tersebut dalam Surah
lain Dia berfirman mengenai keadaan “generasi penerus” yang muncul setelah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat
tersebut:
اُولٰٓئِکَ
الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ مِنۡ ذُرِّیَّۃِ اٰدَمَ ٭ وَ مِمَّنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوۡحٍ ۫
وَّ مِنۡ ذُرِّیَّۃِ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ
اِسۡرَآءِیۡلَ ۫ وَ مِمَّنۡ ہَدَیۡنَا وَ اجۡتَبَیۡنَا ؕ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ
اٰیٰتُ الرَّحۡمٰنِ خَرُّوۡا سُجَّدًا
وَّ بُکِیًّا ﴿ٛ﴾ فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اتَّبَعُوا الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ غَیًّا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا
فَاُولٰٓئِکَ یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ شَیۡئًا ﴿ۙ﴾
Mereka inilah orang-orang yang Allah telah memberi nikmat atas
mereka dari antara nabi-nabi dari
keturunan Adam, dari antara keturunan
orang-orang yang Kami angkut dalam bahtera bersama Nuh, dari keturunan
Ibrahim dan Israil, dan dari antara
orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. اِذَا تُتۡلٰی
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتُ الرَّحۡمٰنِ
خَرُّوۡا سُجَّدًا وَّ
بُکِیًّا -- Tatkala
Ayat-ayat Yang Maha Pemurah dibacakan
kepada mereka, mereka menyungkur
bersujud dan menangis. فَخَلَفَ مِنۡۢ
بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوۃَ -- Lalu datang
menggantikan sesudah mereka pengganti yang mengabaikan shalat وَ اتَّبَعُوا
الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ غَیًّا -- dan mengikuti hawa-nafsu maka segera mereka akan menemui kesesatan, اِلَّا مَنۡ تَابَ
وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا -- Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh فَاُولٰٓئِکَ
یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ شَیۡئًا -- maka mereka
itulah akan masuk surga, dan mereka
tidak akan dizalimi sedikit pun. (Maryam
[19]:59-61).
Makna ayat فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ
اَضَاعُوا الصَّلٰوۃَ -- “Lalu datang
menggantikan sesudah mereka pengganti yang mengabaikan shalat,” sebenarnya
kealpaan dan kelalaian dalam menjalankan shalat
membuat orang menjadi jahil mengenai Sifat-sifat Allah Swt. serta memusnahkan
keinginannya untuk menegakkan
hubungan dengan Khāliq-nya,
dengan demikian selanjutnya melemparkan
dia ke dalam cengkeraman syaitan
dari kalangan jin dan ins (manusia- QS.6:112-114; QS.25:28-32)
dan menjadikannya sebagai sebagai
“temannya” (qarīn - QS.43:37-39).
Makna ayat
selanjutnya وَ اتَّبَعُوا الشَّہَوٰتِ فَسَوۡفَ یَلۡقَوۡنَ غَیًّا -- “dan mengikuti hawa-nafsu maka segera mereka akan menemui kesesatan” bahwa kealpaan
dalam memohon rahmat Ilahi dan dalam mendoa kepada-Nya berupa shalat
membawa orang kepada kegagalan, maka menuruti ajakan nafsu buruk – yakni menjadi “penyembah hawa-nafsunya” (QS.25:44-45; QS.45:24-27) -- mengakibatkan ada sikap tidak acuh terhadap ilmu
hakiki dan bergelimang dengan perbuatan-perbuatan
kotor serta usaha-usaha yang tidak berguna, dan bila semua hal
tersebut tergabung menjadi satu,
maka hal itu akan mendatangkan kehancuran
akhlak dan ruhani manusia secara total.
Makna “Amal Shaleh” yang Hakiki
Sebutan "amal saleh" dalam ayat
selanjutnya: اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا
-- Kecuali
orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh فَاُولٰٓئِکَ
یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ وَ لَا یُظۡلَمُوۡنَ شَیۡئًا -- maka mereka
itulah akan masuk surga, dan mereka
tidak akan dizalimi sedikit pun” (Maryam [19]:61), lebih
tepat dikenakan kepada amal-perbuatan
yang dilakukan pada keadaan yang tepat
serta sesuai dengan tuntutan waktu, daripada dikenakan hanya
kepada ibadah-ibadah belaka seperti
umumnya anggapan orang, yang dalam
kenyataannya ibadah-ibadah yang dilakukannya – termasuk shalat mereka -- tidak mampu menjadikan akhlak
dan ruhani si pelakunya menjadi lebih
baik (QS.27:46; QS.107:1-8), akibatnya
berbagai bentuk musibah dan azab Ilahi terus menerus
terjadi walau pun berbagai ritual “peribadahan” pun tetap dikerjakan, benarlah firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ
اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai, Maha
Mengetahui (An-Nisā [4]:148).
Firman-Nya lagi:
وَ
اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکُمۡ
لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ
وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ
عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾ وَ قَالَ
مُوۡسٰۤی اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ وَ
مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ ﴿﴾ اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ
قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕۛ
لَا یَعۡلَمُہُمۡ اِلَّا اللّٰہُ ؕ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ
بِالۡبَیِّنٰتِ فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ
اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ اُرۡسِلۡتُمۡ
بِہٖ وَ اِنَّا لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا تَدۡعُوۡنَنَاۤ اِلَیۡہِ
مُرِیۡبٍ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) kamu
mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya akan
Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ
کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat keras.”
وَ قَالَ مُوۡسٰۤی
اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ
وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا -- Dan
Musa berkata: “Jika kamu kafir, kamu dan siapa pun yang ada di bumi ini semuanya
tidak akan memu-daratkan Allah sedikit pun فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ -- karena sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ
عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ -- Bukankah
telah datang kepada kamu berita mengenai orang-orang yang sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, ‘Ād, Tsamūd, dan orang-orang yang sesudah mereka? لَا یَعۡلَمُہُمۡ
اِلَّا اللّٰہُ -- Tidak
ada yang mengetahui mereka kecuali Allah.
جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ -- Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka
dengan Tanda-tanda yang nyata, فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ
اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا -- tetapi mereka meletakkan tangan mereka pada mulutnya وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا
بِمَاۤ اُرۡسِلۡتُمۡ بِہٖ وَ
اِنَّا لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا تَدۡعُوۡنَنَاۤ اِلَیۡہِ
مُرِیۡبٍ -- dan berkata: “Sesungguhnya
kami tidak percaya kepada apa yang
dengan itu kamu telah diutus, dan sesungguhnya
kami benar-benar ada dalam keraguan yang sangat menggelisahkan mengenai apa yang kamu seru kami kepadanya”
(Ibrahim
[14]:8-10).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 8
Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar