Selasa, 02 Februari 2016

Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran & Keberadaan Para Mujaddid Bagaikan "Manzilah-manzilah Bulan" Sebagai Bukti "Jaminan Pemeliharaan" Allah Swt. Terhadap Al-Quran



Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran  &  Keberadaan Para Mujaddid   Bagaikan   Manzilah-manzilah Bulan Sebagai Bukti “Jaminan Pemeliharaan” Allah Swt. Terhadap Al-Quran

Bab 25


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan mengenai kritikan keras Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) terhadap para pemuka agama Yahudi          yang tidak sesuai dengan ajaran Taurat m(Matius 23:1-39), beliau berkata:
12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. 12:34 Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. 12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. 12:36 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. 12:37 Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:33-37).

Pohon yang Buruk”  yang Membuahkan Berbagai Bentuk “Kemudharatan”  & Cara Menciptakan “Kehidupan Surgawi” di Dunia

     Demikian juga  di kalangan umat Islam, jika dalam kenyataannya  di kalangan mereka ada yang menyukai menebar fatwa kafir (pengkafiran) serta melakukan intimidasi atau teror terhadap pihak-pihak yang berbeda faham (pandangan) dalam masalah agama dengan mereka,  maka hal tersebut  mengindikasikan bahwa  mereka itu termasuk jenis “pohon yang buruk”  yang pasti akan menghasilkan “buah-buahan yang buruk” pula berupa timbul berbagai macam  kemudaratan  bagi berbagai pihak, antara lain berupa  tindakan  “teror” terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan atau musuh mereka.
   Mengapa demikian? Sebab pemahaman  dan pengamalan keagamaan atau keimanan mereka  bertentangan dengan misi kerasulan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108)  serta  bertentangan dengan gelar “umat terbaik” yang ditetapkan Allah Swt. bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.2:144; QS.3:111),  yang  identik dengan  perumpamaan   “pohon yang baik”, sebagaimana firman-Nya sebelum ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا کَلِمَۃً طَیِّبَۃً  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ ﴿ۙ﴾  تُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ کَشَجَرَۃٍ خَبِیۡثَۃِۣ اجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ مَا  لَہَا مِنۡ  قَرَارٍ ﴿﴾  یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ وَ یَفۡعَلُ  اللّٰہُ  مَا یَشَآءُ ﴿٪﴾
Tidakkah engkau melihat  bagaimana Allah mengemukakan perumpamaan satu kalimat yang baik?  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ -- Kalimat itu seperti sebatang pohon yang baik, yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau  langit? تُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا   -- Ia memberikan buahnya  setiap waktu dengan izin Rabb-nya (Tuhan-nya), وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ --  dan Allah mengemukakan  perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia, supaya mereka mendapat nasihatاجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ مَا  لَہَا مِنۡ    وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ کَشَجَرَۃٍ خَبِیۡثَۃِۣ قَرَارٍ  --  Dan perumpamaan kalimah yang buruk  adalah seperti  pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, ia sekali-kali tidak   memiliki kemantapan. یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ  --   Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan firman yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat,  وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ وَ یَفۡعَلُ  اللّٰہُ  مَا یَشَآءُ  -- dan Allah menyesatkan orang-orang zalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim [14]:25-28).
      Apabila umat beragama  -- terutama umat Islam  --    kembali kepada petunjuk Allah Swt. dalam Al-Quran  yang pemahamannya serta pengamalannya telah disunnahkan Nabi Besar Muhammad saw maka Sunnatullah berikut ini yang pasti akan mereka alami di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا --  Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ --  mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا --  akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya  (Al-Baqarah [2]:26).

Makna Huruf  Muqaththa’at  Dalam Surah-surah Al-Quran

    Jadi, kembali kepada pembahasan utama  mengenai tanda-tanda orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt., Dia befirman:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾   الٓـمّٓ ۚ﴿﴾ ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ  مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ  یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Alif Lām Mīm. Inilah Kitab yang sempurna itu,  tidak ada keraguan di dalamnya,  petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.  Yaitu orang-orang yang beriman kepada  yang gaib, dan   mendirikan shalat, dan mereka  membelanjakan sebagian dari apa  yang Kami rezekikan  kepada mereka.   Dan orang-orang  yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau, juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau  dan kepada  akhirat  pun mereka   yakin.   Mereka itulah orang-orang yang  berada di atas  petunjuk dari Rabb (Tuhan) mereka  dan mereka itulah  orang-orang yang  berhasil. (Al-Baqarah [2]:1-6).
        Mengenai arti yang dikenakan pada muqaththa’at  الٓـمّٓ   (Alif Lām Mīm),   ada dua yang nampak lebih beralasan:
       (a) bahwa tiap-tiap huruf mempunyai nilai angka tertentu (Jarir). Huruf-huruf alif lam mim mempunyai nilai 71 (alif bernilai 1 lam 30 dan mim 40). Jadi, penempatan Alif Lam Mim pada permulaan Surah dapat berarti bahwa pokok masalahnya ialah tegak berdirinya Islam secara istimewa di masa permulaan akan memakan waktu 71 tahun untuk berkembang selengkapnya.
      (b) Huruf-huruf itu seperti dinyatakan di atas, adalah singkatan dari Sifat-sifat khusus Allah Swt.  dan Surah-surah Al-Quran yang pada permulaannya muqaththa’at itu ditempatkan huruf-huruf muqaththa’at, dalam pokok masalahnya  mempunyai hubungan dengan Sifat-sifat Ilahi yang ditampilkan oleh huruf muqaththa’at yang khas itu.
      Jadi, singkatan Alif Lām Mīm yang dicantumkan di sini dan pada permulaan Surah-surah ke-3, 29, 30, 31 dan 32 berarti “Aku Allah Yang Lebih Mengetahui.” Arti itu dikuatkan oleh Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas’ud, Alif singkatan dari Anā, Lām singkatan dari Allāh, dan Mīm singkatan dari ‘alamu.
       Atau menurut beberapa sumber lain Alif singkatan dari “Allah”, Lām singkatan dari “Jibril” dan Mīm singkatan dari “Muhammad”, mengisyaratkan bahwa inti Surah ini adalah makrifat Ilahi yang dianugerahkan Allah Swt. – Wujud Yang merupakan Sumber utama pengetahuan yang hakiki -- kepada Nabi Muhammad saw.    dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.. Huruf-huruf singkatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari wahyu Al-Quran (Bukhari).

Kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran

        Kata  Dzālika dalam ayat ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ --  “Inilah Kitab yang sempurna itu,  tidak ada keraguan di dalamnya,  petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” terutama dipakai dalam arti “itu”, tetapi kadang-kadang digunakan juga dalam arti “ini” (Al-Aqrab-ul-Mawarid). Kadang-kadang dipakai untuk menyatakan pangkat tinggi dan kemuliaan wujud yang dimaksud. Di sini kata itu mempunyai arti bahwa Kitab itu — ditilik dari segi faedahnya yang luarbiasa dan agung  — seolah-olah jauh dari pembaca (Al-Fath-ul-Bari).
     Mengisyaratkan kepada kenyataan “jauhnya” (tingginya)  kesempurnaan Al-Quran  itulah pernyataan Allah Swt. dalam Surah lainnya bahwa tidak ada yang dapat “menyentuh” keluarbiasaan khazanah ruhani tak terhingga yang terkandung dalam Al-Quran kecuali orang-orang yang disucikan Allah Swt. (QS.56:78-81), yakni para wali Allah atau para mujaddid,  terutama sekali  rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan di Akhir Zaman ini (QS.4:70-71; QS.72:27-29) guna mewujudkan  kejayaan Islam yang kedua kali dengan cara-cara  yang damai  dan tanpa paksaan serta kekerasan (QS.61:10; QS.62:3-5), LOVE FOL ALL HATRED FOR NONE.
     Al  dalam kata al-Kitab dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzālikal- Kitāb akan berarti  “inilah Kitab” atau “inilah Kitab itu” yakni Kitab yang dijanjikan itu dalam nubuatan-nubuatan para rasul Allah  dan  tercantum dalam kitab-kitab suci sebelumnya (QS.2:5;   107; 147; 286), sehingga Allah Swt. menyatakan  bahwa mereka itu mengenalnya bagaikan mengenal  anak-anak mereka sendiri  (QS.2:147; QS.6:21).  
       Kata al dalam kata al-Kitab dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang. Jadi ungkapan ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ itu berarti  “Inilah Kitab yang memiliki segala sifat luhur  itu yang seyogianya dimiliki oleh suatu Kitab yang sempurna”  atau dapat juga ungkapan itu berarti “hanya inilah Kitab yang sempurna.” Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyatakan bahwa Al-Quran merupakan Kitab syariat yang terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
  
Makna “Tidak Ada Keraguan di Dalamnya

    Raib dalam ayat لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di dalamnya” berarti: kegelisahan atau ketidaktenteraman hati; keraguan;  malapetaka atau bencana atau pendapat jahat; tuduhan palsu atau fitnah (Al-Aqrab-ul-Mawarid). Ayat ini tak berarti bahwa tidak akan ada yang merasa ragu-ragu mengenai Al-Quran., sebab Allah Swt. menyatakan bahwa    Al-Quran  pun memilik  kemampuan  “menyesatkan” orang-orang yang berhati bengkok  dan berpenyakit (QS.2:26-27; QS.3:8-10).
    Jadi, makna ayat  لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ – “tidak ada keraguan di dalamnya” itu hanya mengandung arti bahwa ajarannya begitu masuk akal sehingga orang berpikir sehat yang menelaahnya dengan pikiran tidak berat sebelah dan tanpa purbasangka akan mendapatkannya sebagai petunjuk yang aman dan pasti. Sedangkan bagi  orang-orang yang berhati bengkok dan berpenyakit  kesempurnaan Al-Quran bukannya merupakan petunjuk  dan sebagai penyembuh berbagai penyakit ruhani manusia  melainkan  mendatangkan kerugian  besar. firman-Nya:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ  لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا ﴿﴾
Dan  Kami  menurunkan dari Al-Quran suatu  penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian   (Bani Israil [17]:83).
Firman-Nya lagi:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنِ  لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ  مَا  یَزِیۡدُہُمۡ   اِلَّا  نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang  dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian. (Bani Israil [17]:42).
      Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan umat manusia yang penting-penting  adalah wajar dan menjadi keharusan, supaya Kitab itu berulang kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok. Bila pengulangan itu dimaksudkan untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas pikirannya dapat mengemukakan keberatan terhadap hal demikian. Selanjutnya  Allah Swt. berfirman:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menguraikan bagi manusia berbagai macam cara  perumpamaan dalam Al-Quran ini tetapi kebanyakan manusia menolak segala sesuatu kecuali kekafiran. (Bani Israil [17]:90).
     Karena kemampuan-kemampuan manusia terbatas, paling-paling orang dapat menghadapi masalah-masalah yang jumlahnya terbatas saja. Tetapi Al-Quran telah membahas dengan selengkap-lengkapnya semua masalah dan persoalan yang bertalian dengan kemajuan akhlak dan ruhani manusia.

Makna Orang-orang yang Bertakwa  & Tanda Pertama  Orang-orang yang Bertakwa:  “Beriman Kepada yang Gaib”

     Kembali kepada firman Allah Swt. mengenai kesempurnaan Kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa: ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ --  “Inilah Kitab yang sempurna itu,  tidak ada keraguan di dalamnya,  petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah ayat 3).
    Makna  muttaqi dalam ayat: ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ  -- “petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”  diserap dari kata waqa, yang mempunyai pengertian menjaga diri terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Kata  wiqayah berarti perisai, dan ittaqa bihi (muttaqi itu bentuk ism fa’il dari ittaqa)  berarti ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lexicon Lane).
     Ubayy bin Ka’ab r.a., sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  yang terkenal, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi (orang bertakwa) sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan robek oleh duri-durinya (Tafsir Ibnu Katsir).
    Jadi  seorang muttaqi (bertakwa) adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt.  sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.  Hanya orang-orang beriman yang seperti itulah (orang-orang bertakwa) akan memperoleh petunjuk  atau  berbagai manfaat  dari kesempurnaan Kitab suci Al-Quran, walau pun Al-Quran itu pada dasarnya merupakan petunjuk bagi seluruh  umat manusia (QS.2:186), sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. merupakan Rasul Allah bagi seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108;  QS.25:2;QS.34:29).
     Kata-kata ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ    --  “petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Al-Quran tidak terbatas. Al-Quran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan ruhani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Ilahi yang tidak terbatas.
    Tanda utama  orang-orang yang bertakwa adalah:  الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ -- “Yaitu orang-orang yang beriman kepada  yang gaib.”   Al-ghaib berarti: sesuatu yang tersembunyi atau tidak nampak; sesuatu yang tidak terlihat, tidak hadir, atau jauh sekali (Al-Aqrab-ul-Mawarid): Allah Swt.  para malaikat dan Hari Kiamat atau alam akhirat,  semuanya al-ghaib.
     Lagi pula, kata yang digunakan dalam Al-Quran mengenai al-ghaib tersebut tidak berarti hal-hal yang khayali dan tidak nyata, melainkan hal-hal yang nyata   dan keberadaannya telah dibenarkan meskipun tidak nampak, terutama Allah Swt. sebagai Wujud Yang paling gaib dari segala sesuatu yang gaib (QS.32:7; QS.34:4;QS.49:19; QS.59:23).
       Oleh karena itu keliru sekali menyangka — seperti dikira oleh beberapa kritikus Al-Quran dari Barat — bahwa Islam memaksakan kepada para pengikutnya beberapa kepercayaan aneh yang tidak dapat dipahami dan mengajak mereka mempercayainya dengan membabi buta.

Makna “yang Gaib” Menurut Al-Quran

      Kata  gaib  itu berarti hal-hal yang meskipun di luar jangkauan indera manusia tetapi dapat dibuktikan oleh akal atau pengalaman. Yang tidak tertangkap oleh pancaindera tidak senantiasa tak dapat diterima oleh akal. Tidak ada dari hal-hal  gaib  yang orang Islam diminta agar beriman kepadanya itu di luar jangkauan akal.
     Banyak benda-benda di dunia yang meskipun tidak nampak tetapi terbukti adanya dengan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang kuat dan tiada seorang pun dapat menolak kehadiran (keberadaan) benda-benda itu. Dari sekian  banyak bukti yang tak terbilang jumlahnya,  bukti yang paling nyata mengenai “Keberadaan Wujud” Allah Swt. Yang Maha Gaib adalah  Al-Quran  yang diwahyukan-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.  – dan menjadi “Nur di atas nur” (Cahaya di atas cahaya – QS.24:36)  -- serta  keduanya senantiasa mendapat jaminan pemeliharaan Allah Swt.   (QS.15:10) sehingga beliau saw. memperoleh kesuksesan dalam melaksanakan tugasnya (missinya), firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ فِیۡ شِیَعِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾  کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہٗ فِیۡ  قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ قَدۡ خَلَتۡ سُنَّۃُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya   Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.  Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum engkau kepada umat-umat yang terdahulu.  Dan  sekali-kali tidak  datang kepada mereka seorang rasul pun, melainkan mereka selalu  memperolok-olokkannya. Demikianlah Kami memasukkan kebiasaan buruk ini ke dalam hati orang-orang yang berdosa.    Mereka itu  tidak beriman kepada Al-Quran ini, sekalipun telah berlalu sebelum mereka contoh orang-orang yang terdahulu. (Al-Hijr [15]:10-14).
       Bahwa  sebagaimana Allah Swt. selain tetap  menjamin pemeliharaan-Nya atas Al-Quran  (QS.15:10), hal yang sama dilakukannya terhadap keabadian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22), bahwa penjelmaan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. mengambil  bentuk nyata dalam wujud-wujud secara jasmani  sebagai “bayangan” beliau saw., terutama dalam wujud para mujaddid Islam yang dibangkitkan di setiap permulaan abad, dan yang paling sempurna  dari kenyataan tersebut terjadi di Akhir Zaman ini  berupa mujaddid ‘azham dalam wujud Rasul Akhir Zaman, yang akan mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.4:70-71; QS.61:10; QS.62:3-5),  yakni   Masih Mau’ud a.s, firman-Nya: 
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata,    وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar  (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Kemunculan “Bulan Purnama Ruhani

      Perumpamaan yang dikemukakan dalam Al-Quran mengenai  kemunculan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani di Akhir Zaman  yang diisyaratkan dalam    ayat:   وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,” adalah seperti proses kemunculan bulan purnama pada malam hari   yang ke 14   -- yang melambangkan abad 14 hijriyah   --  firman-Nya:
وَ اٰیَۃٌ  لَّہُمُ الَّیۡلُ ۚۖ نَسۡلَخُ مِنۡہُ النَّہَارَ  فَاِذَا ہُمۡ  مُّظۡلِمُوۡنَ ﴿ۙ﴾   وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ لِمُسۡتَقَرٍّ  لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ  الۡعَزِیۡزِ  الۡعَلِیۡمِ ﴿ؕ ﴾  وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ  مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ  الۡقَدِیۡمِ ﴿﴾  لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ الۡقَمَرَ  وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ النَّہَارِ ؕ وَ کُلٌّ فِیۡ  فَلَکٍ  یَّسۡبَحُوۡنَ ﴿﴾
Dan suatu Tanda bagi mereka  adalah malam, darinya siang hari Kami tanggalkan  dan tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan. وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ لِمُسۡتَقَرٍّ  لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ  الۡعَزِیۡزِ  الۡعَلِیۡمِ  -- Matahari beredar ke arah tujuan yang telah ditetapkan baginya, demikian itulah takdir Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui. وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ  مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ  الۡقَدِیۡمِ --   Dan   Kami telah   menetapkan bagi bulan tingkat-tingkatnya,  hingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan korma yang tua. لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ الۡقَمَرَ  وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ النَّہَارِ  --   Matahari tidak mungkin  menyusul bulan,  dan tidak pula malam mendahului siang. وَ کُلٌّ فِیۡ  فَلَکٍ  یَّسۡبَحُوۡنَ --  Dan semua itu terus beredar pada tempat peredarannya.   (Yā Siīn [36]:38-41).
      Maksud  حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ  الۡقَدِیۡمِ  – “hingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan korma yang tua” ialah bahwa apabila bulan zahir kembali, maka itu tampak seperti satu kelopak tandan tua pohon yang bengkok. Demikian pula halnya kebenaran yang mula-mula nampak tidak ada artinya namun tidak lama kemudian memancarkan sinarnya bagaikan bulan purnama, firman-Nya:
فَلَاۤ  اُقۡسِمُ  بِالشَّفَقِ ﴿ۙ﴾  وَ الَّیۡلِ وَ مَا وَسَقَ ﴿ۙ﴾  وَ الۡقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَ ﴿ۙ﴾  لَتَرۡکَبُنَّ  طَبَقًا عَنۡ طَبَقٍ ﴿ؕ﴾  فَمَا لَہُمۡ  لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ اِذَا قُرِئَ عَلَیۡہِمُ الۡقُرۡاٰنُ  لَا یَسۡجُدُوۡنَ ﴿ؕٛ﴾  بَلِ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا یُکَذِّبُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اللّٰہُ  اَعۡلَمُ  بِمَا یُوۡعُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾  فَبَشِّرۡہُمۡ بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَہُمۡ  اَجۡرٌ  غَیۡرُ  مَمۡنُوۡنٍ ﴿٪﴾
Maka   tidak demikian, sesungguhnya aku bersumpah dengan cahaya senja,    dan demi malam serta apa yang diliputinya, وَ الۡقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَ  --   dan demi bulan apabila menjadi purnama.  Niscaya kamu akan naik satu tingkat ke tingkat lain.  Maka apa yang terjadi atas mereka  hingga mereka tidak beriman?    وَ اِذَا قُرِئَ عَلَیۡہِمُ الۡقُرۡاٰنُ  لَا یَسۡجُدُوۡنَ -- Dan apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud.  بَلِ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا یُکَذِّبُوۡنَ  -- Bahkan orang-orang kafir mereka   mendustakanوَ اللّٰہُ  اَعۡلَمُ  بِمَا یُوۡعُوۡنَ     --  dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka sembunyikan. فَبَشِّرۡہُمۡ بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ  --     Maka kabarkanlah kepada mereka mengenai azab yang pedih, اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَہُمۡ  اَجۡرٌ  غَیۡرُ  مَمۡنُوۡنٍ  --  kecuali terhadap orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka pahala yang tidak ada putus-putusnya.  (Al-Insyiqāq [84]:17-25).
 Ayat-ayat 17-19 berisikan nubuatan mengenai kemunduran sementara umat Islam (QS:32:6) serta kebangunan kembali mereka melalui seorang wujud  wakil agung Nabi Besar Muhammad saw. – yaitu   Masih Mau’ud a.s. – yang bagaikan bulan purnama akan memantul dalam diri beliau cahaya gemilang sang Matahari (Nabi Besar Muhammad saw – QS.33:46-48) dengan sepenuhnya serta seutuhnya.
Makna ayat لَتَرۡکَبُنَّ  طَبَقًا عَنۡ طَبَقٍ -- “Niscaya kamu akan naik satu tingkat ke tingkat lain” bahwa orang-orang Islam akan melalui semua keadaan yang telah disinggung dalam ayat-ayat sebelumnya,  bagaikan manzilah-manzilah (tingkat-tingkatan peredalan) bulan sehingga menjadi  bulan purnama: وَ الۡقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَ  --   dan “demi bulan apabila menjadi purnama.”   
 Mengapa orang-orang kafir tidak percaya mengenai terlaksananya bagian ketiga nubuatan itu, setelah menyaksikan terlaksananya dua bagian pertama? Mereka telah menyaksikan cahaya pijar kemerah-merahan matahari Islam terbenam, yang disusul oleh kekelaman malam ruhani selama 1000 tahun (QS.32:6), namun demikian mereka masih tidak mempercayai bahwa bulan purnama malam keempat belas akan menghalau kegelapan itu, yakni kemunculan Rasul Akhir Zaman  pada abad 14 Hijriyah dalam wujud Masih Mau’ud a.s.guna mewujudkan kembali kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman (QS.61:10; QS.24:56).
  Dalam ayat       فَبَشِّرۡہُمۡ بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ  --       ”Maka kabarkanlah kepada mereka mengenai azab yang pedih, orang-orang kafir diperingatkan bahwa Allah Swt. benar-benar mengetahui permusuhan dan kebencian yang dipendam di dalam hati mereka terhadap Rasul Allah; Dia mengetahui pula komplotan-komplotan rahasia yang direncanakan mereka untuk memusnahkan misi beliau dan untuk menghancurkan usaha beliau menegakkan kebenaran: وَ اللّٰہُ  اَعۡلَمُ  بِمَا یُوۡعُوۡنَ     --  “dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (Al-Insyiqāq [84]:25).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   28 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar