Minggu, 21 Februari 2016

Nubuatan Berulang Dalam Kisah-kisah Kitab Suci Al-Quran & Nubuatan Dalam Kisah Nabi Yusuf a.s. Tentang Nabi Besar Muhammad Saw.


Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Nubuatan Berulang Dalam Kisah-kisah  Kitab Suci Al-Quran  & Nubuatan  Dalam Kisah Nabi Yusuf a.s Tentang Nabi Besar Muhammad Saw..

Bab 38


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya telah dijelaskan penjelasan Masih Mau’ud a.s.  mengenai pembukaan khazanah Surah Al-Fatihah,   dan sabda Masih Mau’ud a.s. tersebut merupakan bukti kebenaran   perumpamaan  Al-Quran berikut ini, firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا کَلِمَۃً طَیِّبَۃً  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ ﴿ۙ﴾  تُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah engkau melihat  bagaimana Allah mengemukakan perumpamaan satu kalimat yang baik?  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ -- Kalimat itu seperti sebatang pohon yang baik, yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau  langitتُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا --   Ia memberikan buahnya  setiap waktu dengan izin Rabb-nya (Tuhan-Nya), وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ  -- dan Allah mengemukakan  perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia, supaya mereka mendapat nasihat. (Ibrahim [14]:25-26).
     Firman Allah  Swt. dalam ayat-ayat ini   -- yakni Al-Quran  --  diumpamakan sebatang pohon yang mempunyai empat macam sifat yang penting:
    (a) Kalam Ilahi  itu baik, artinya bersih dari segala ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal dan kata hati manusia, atau berlawanan dengan perasaan dan kepekaan tabiat manusia.
      (b) Seperti sebatang pohon yang baik, akarnya dalam serta buahnya subur; Kalam Ilahi itu mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, dan menerima hayat (hidup) serta jaminan hidup yang tetap segar dari sumbernya; dan laksana sebatang pohon yang kuat  firman Ilahi itu tidak merunduk oleh tiupan angin perlawanan serta kecaman yang timbul dari rasa permusuhan, tetapi berdiri tegak di hadapan segala taufan badai. Firman Allah itu mendapat hayat dan jaminan hidup hanya dari satu sumber dan oleh karena itu tidak ada ketidak-serasian atau pertentangan dalam prinsip-prinsip dan ajarannya.
       (c) Pohon yang baik itu memiliki dahan-dahan yang menjangkau sampai ke langit, yang berarti bahwa dengan mengamalkannya, orang dapat menanjak (naik) ke puncak-puncak kemuliaan ruhani tertinggi.
       (d) Kalam Ilahi itu menghasilkan buahnya yang berlimpah-limpah di segala musim, yang berarti bahwa berkat-berkatnya nampak di sepanjang masa. Kalam Ilahi itu di sepanjang abad terus-menerus membuahkan orang-orang yang karena beramal sesuai dengan ajaran-ajarannya  sehingga mereka mencapai perhubungan dengan Allah Swt.   dan karena kejujurannya serta kesucian dalam tingkah lakunya mereka  menjulang tinggi dan mengatasi orang-orang yang sezaman dengan mereka. Kitab suci Al-Quran memiliki semua sifat itu dalam ukuran yang sepenuhnya.

Nubuatan dalam Kisah-kisah Di Al-Quran & Kisah Nabi Yusuf a.s.

        Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai hakikat kisah-kisah dalam Al-Quran,  -- yang karena kejahilannya  dianggap    “dongeng kaum purbakala” belaka (QS.6:26-27; QS.8:32; QS.16:25-26; QS.23:83-84; QS.25:5-6; QS.27:68-69; QS.46:18-19; QS.68:11-17), karena hati (mata ruhani) mereka terhalang karat-karat dosa (QS.83:14-18)   -- beliau bersabda:
      “Kisah-kisah yang dikemukakan di dalam Kitab Suci Al-Quran sesungguhnya adalah nubuatan-nubuatan yang diutarakan dalam bentuk cerita. Dalam Kitab Taurat, yang dimaksud adalah memang kisah-kisah saja, tetapi di dalam Al-Quran setiap kisah tersebut merupakan nubuatan berkaitan dengan Hadhrat Rasulullah Saw. dan agama Islam dimana kenyataannya semua nubuatan tersebut telah terpenuhi secara nyata.      
    Kitab Suci Al-Quran merupakan samudra kebenaran, wawasan dan nubuatan. Tidak mungkin bagi seseorang beriman sepenuhnya kepada Allah Swt. kecuali melalui Al-Quran. Karakteristik ini khas bagi Al-Quran karena dengan mematuhinya secara sempurna maka segala rintangan yang terdapat di antara  manusia dengan Tuhan-nya akan tersingkirkan.
     Penganut agama-agama lain menyebutkan nama Tuhan hanya semata-mata sebagai tokoh dongeng, sedangkan Al-Quran mengemukakan Wujud Sang Maha Terkasih sedemikian rupa sehingga nur keyakinan akan merasuki hati seseorang. Allah Swt.  Yang tersembunyi bagi seluruh dunia, hanya bisa dilihat melalui Al-Quran.” (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm.  271-272, London, 1984).
      Salah satu contohnya adalah kisah Nabi Yusuf a.s. dalam Surah Yusuf   yang berisi nubuatan mengenai Nabi Besar Muhammad saw. serta mengenai berbagai peristiwa yang akan dialami beliau saw.,  seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan Nabi Yusuf a.s., sehingga Allah Swt. menyebutnya sebagai “kisah yang paling baik”, firman-Nya:
نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَیۡکَ اَحۡسَنَ الۡقَصَصِ بِمَاۤ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ ٭ۖ وَ اِنۡ   کُنۡتَ  مِنۡ  قَبۡلِہٖ  لَمِنَ  الۡغٰفِلِیۡنَ ﴿﴾
Kami menceriterakan kepada engkau kisah yang paling baik dengan mewahyukan kepada engkau Al-Quran ini, dan walau pun sebelumnya engkau benar-benar termasuk orang yang tidak mengetahui. (Yusuf [12]:4).
      Yang menjadi sebab mengapa riwayat Nabi Yusuf a.s.  diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.   begitu terinci ialah, karena riwayat itu mengandung banyak sekali isyarat berupa kabar gaib (nubuatan) mengenai kehidupan beliau saw. sendiri. Seluruh riwayat itu seolah-olah akan terulang kembali dalam kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw. sendiri dan dalam kehidupan sanak-saudara beliau, kaum Quraisy, yang diperankan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. yang bersikap dengki terhadap beliau (QS.12:8-19).
     Surah ini mempunyai suatu keistimewaan, yakni seluruhnya membahas riwayat hidup hanya mengenai seorang nabi saja yaitu Nabi Yusuf a.s..  Dalam hal inilah Surah ini berbeda dari semua Surah lainnya. Alasan adanya keistimewaan itu  ialah  karena kehidupan Nabi Yusuf a.s.  mengandung persamaan yang sangat erat dengan kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw., bahkan dalam urusan-urusan kecil sekalipun.
     Seluruh Surah Yusuf   dikhususkan untuk menceriterakan riwayat yang agak terinci mengenai kehidupan Nabi Yusuf a.s.  agar dapat digunakan sebagai peringatan mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dalam kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw..

Persamaaan Pengampunan Nabi Besar Muhammad saw. dengan  Pengampunan Nabi Yusuf a.s. kepada Saudara-saudaranya

      Dalam Surah sebelumnya (Surah Yunus) riwayat Nabi Yunus a.s.  telah dipilih untuk melukiskan rahmat Allah Swt.,  sedang dalam uraiannya yang disajikan secara rinci dalam Surah  Yusuf  riwayat Nabi Yusuf a.s.   telah dikemukakan sebagai contoh untuk melukiskan tujuan yang sama. Dua alasan dapat diberikan untuk itu:
      (1) Kehidupan Nabi Yunus a.s.  dan kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.    menunjukkan persamaan-persamaan antara satu sama lain, hanya pada tahap-tahap terakhir – yakni berupa pembatalan azab Ilahi  kepada kaum Nabi Yunus a.s.   --  tetapi kehidupan Nabi Yusuf a.s.   menyerupai kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.    sampai kepada hal-hal kecil sekalipun.
      (2) Meskipun peristiwa Nabi Yunus a.s.   menyerupai peristiwa  Nabi Besar Muhammad saw.  --    dalam kenyataan bahwa baik kaum Nabi Yunus a.s.  maupun kaum  Nabi Besar Muhammad saw.  diampuni  -- tetapi persamaan antara kedua nabi Allah itu hanya pada bagian-bagian tertentu saja,    tetapi persamaan antara Nabi Yusuf a.s.  dan  Nabi Besar Muhammad saw.,  terutama dalam cara Allah Swt. memperlakukan saudara-saudara Nabi Yusuf a.s.  dan memperlakukan  kaum  Nabi Besar Muhammad saw. sangat erat dan hampir sempurna, firman-Nya:
قَالُوۡا تَاللّٰہِ لَقَدۡ اٰثَرَکَ اللّٰہُ عَلَیۡنَا وَ  اِنۡ کُنَّا لَخٰطِئِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ ؕ یَغۡفِرُ اللّٰہُ  لَکُمۡ ۫ وَ ہُوَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾
Mereka berkata:  “Demi Allah, sungguh Allah benar-benar telah melebihkan engkau di atas kami dan sesungguhnya kami benar-benar  orang-orang yang bersalah.”    Ia (Yusuf)  berkata: لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ  -- “Tidak ada celaan bagi kamu pada hari ini,  semoga Allah mengampuni kamu, dan Dia-lah Yang Paling Penyayang dari semua penyayang.” (Yusuf [12]:92-93).
      Nabi Yusuf a.s. tidak membiarkan saudara-saudaranya dalam kegelisahan, dan seketika itu juga melenyapkan segala kekhawatiran dan kecemasan mereka mengenai cara bagaimanakah beliau akan memperlakukan mereka, dengan segera mengatakan bahwa beliau akan mengampuni semua kesalahan mereka tanpa batas dan tanpa syarat apa pun.
       Pengampunan Nabi Yusuf a.s. terhadap saudara-saudaranya dengan kelapangan dan kemurahan hati merupakan persamaan yang paling besar dan menonjol dengan Nabi Besar Muhammad saw..    Seperti Nabi Yusuf a.s.,   Nabi Besar Muhammad saw.  pun mencapai kemuliaan dan kekuasaan dalam masa hijrah dan pembuangan di Madinah, dan ketika sesudah bertahun-tahun mengalami pembuangan, beliau memasuki kota kelahiran, Makkah, beliau saw. sebagai penakluk  dengan memimpin 10.000 Sahabat, dan Makkah bertekuk-lutut dan mencium duli telapak kaki beliau saw., dan Nabi Besar Muhammad saw.   bertanya kepada kaum beliau perlakuan apa yang mereka harapkan dari beliau saw.: “Perlakuan yang Nabi Yusuf a.s. berikan kepada saudara-saudaranya,” jawab mereka.   Nabi Besar Muhammad saw.  menjawab dengan segera.  لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ  -- “Tidak ada celaan atas kamu  pada hari ini.”
     Perlakuan mulia dari  Nabi Besar Muhammad saw..     terhadap musuh-musuh beliau saw. yang haus darah, yakni kaum Quraisy Mekkah, yang tidak ada suatu kesempatan pun mereka biarkan untuk membunuh beliau saw. dan membinasakan Islam sampai ke akar-akarnya, adalah tidak ada bandingannya sepanjang sejarah umat manusia.
      Kerahiman yang diperlihatkan kepada kaum Nabi Yunus a.s.  merupakan akibat langsung karunia Allah Swt.,  karena tidak ada campur tangan Nabi Yunus a.s. di dalamnya. Tetapi pernyataan ampunan bagi saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. dibuat oleh Nabi Yusuf a.s.  sendiri, dan demikian pula halnya mengenai kaum Quraisy Mekkah, pernyataan ampunan yang sepenuhnya dan tiada taranya itu langsung diucapkan oleh lisan  Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri.

Keunikan dan Ketidak-terbatasan Khazanah Al-Quran

       Dengan demikian benarlah sabda Masih Mau’ud a.s. sebelum  ini mengenai hakikat kisah-kisah dalam Al-Quran:
      “Kisah-kisah yang dikemukakan di dalam Kitab Suci Al-Quran sesungguhnya adalah nubuatan-nubuatan yang diutarakan dalam bentuk cerita. Dalam Kitab Taurat, yang dimaksud adalah memang kisah-kisah saja, tetapi di dalam Al-Quran setiap kisah tersebut merupakan nubuatan berkaitan dengan Hadhrat Rasulullah Saw. dan agama Islam dimana kenyataannya semua nubuatan tersebut telah terpenuhi secara nyata.”   (Chasma Marifat).   
       Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai keunikan Al-Quran yang tanpa tanding dalam keindahan komposisinya  dan keluhuran kandungannya:
   “Kitab Suci Al-Quran tidak saja tanpa banding dalam keindahan komposisinya tetapi juga tanpa banding dalam segala keluhuran isinya. Hal ini merupakan suatu kenyataan karena apa pun yang datang dari Allah Yang Maha Kuasa tidak hanya bersifat unik dalam satu bidang saja, melainkan dalam keseluruhannya. Mereka yang menyangkal Al-Quran sebagai kebenaran dan wawasan yang bersifat komprehensif (lengkap) sebenarnya tidak menghargai Kitab itu sebagaimana mestinya.
       Salah satu tanda guna mengenali firman Tuhan yang benar dan suci adalah keunikan dalam sifatnya,  karena kami mengamati bahwa apa pun yang berasal dari Allah Yang Maha Agung selalu bersifat unik dan tanpa banding serta tidak bisa dipadani oleh manusia, meski pun hanya tentang sebutir biji gandum sekali pun.
      Keadaan tanpa banding juga mengandung arti tanpa batas. Dengan kata lain, sesuatu dikatakan tanpa banding hanya jika keajaiban dan sifat-sifatnya itu bersifat tanpa batas. Sebagaimana dikemukakan di atas, karakteristik seperti itu akan ditemui dalam segala hal yang diciptakan Allah Swt.. Sebagai contoh, misalnya pun manusia meneliti keajaiban selembar daun dari sebuah pohon selama 1000 tahun, namun waktu itu akan berlalu sedangkan keajaiban   daun tersebut akan selalu ada yang baru.    
    Sesuatu yang mewujud melalui kekuasaan tak terbatas, dengan sendirinya akan berisi keajaiban dan sifat-sifat yang juga tidak ada batasnya. Ayat yang menyatakan:
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ  قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ لَوۡ  جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ  مَدَدًا
Katakanlah: “Sekiranya setiap lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Rabb-ku (Tuhan-ku), niscayalah lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat  Rabb-ku (Tuhan-ku) habis, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai bantuan tambahan”  (Al-Kahf [18]:110).

Tidak Terbatasnya Khazanah Al-Quran

      Ayat  itu  mendukung pendapat tersebut karena sesungguhnya seluruh ciptaan ini adalah firman-firman Tuhan.     Ayat itu mengandung arti bahwa sifat-sifat  semua ciptaan tersebut adalah tanpa batas dan tanpa akhir. Kalau semua benda ciptaan Tuhan tersebut memiliki sifat-sifat yang tidak terbatas dan tanpa akhir serta mengandung keajaiban dan mukjizat yang tidak terhitung, lalu bagaimana mungkin Kitab Suci Al-Quran yang merupakan firman Suci  Allah Yang Maha Kuasa dibatasi hanya dalam beberapa pengertian sebagaimana diuraikan dalam 40,  50, atau 1000 kitab tafsir, atau juga bisa selesai disampaikan oleh Junjungan dan Penghulu kita Hadhrat Rasulullah Saw. dalam kurun waktu yang demikian terbatas? Jika ada yang menganggapnya demikian, sama saja sepertinya sudah mendekati kekafiran
   Memang benar bahwa apa pun yang telah dikemukakan oleh Hadhrat Rasulullah Saw. sebagai penafsiran dari Al-Quran adalah betul adanya, namun tidak berarti bahwa Al-Quran tidak lagi memiliki wawasan di luar dari yang telah disampaikan beliau. Ungkapan para lawan kita mengenai hal ini mengindikasikan bahwa mereka tidak mengimani ketidak-terbatasan keagungan dan sifat-sifat dari Al-Quran.
      Ucapan mereka yang menyatakan bahwa Al-Quran diwahyukan bagi mereka yang tidak terpelajar atau buta huruf, lebih menegaskan lagi bahwa mereka itu sesungguhnya luput dari pengenalan Nur Al-Quran,  karena mereka melupakan bahwa Hadhrat Rasulullah Saw. tidak saja diutus bagi mereka yang bodoh, tetapi juga bagi segenap manusia dari segala tingkatan. Allah Swt. telah berfirman:
قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا
 Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul kepada kamu sekalian  (Al-A’rāf [7]:159).
      Ayat ini menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Quran diwahyukan bagi semua tingkatan. Ayat yang menyatakan:
وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ  النَّبِیّٖنَ
 “Tetapi ia adalah Rasul Allah dan Meterai sekalian nabi” (Al-Ahzāb [33]:41)
juga mensiratkan hal tersebut.
    Anggapan yang menyatakan bahwa tafsir Al-Quran tidak bisa melampaui sebatas apa yang telah disampaikan oleh Hadhrat Rasulullah Saw. jelas adalah suatu pandangan yang salah. Kami telah menegaskan argumentasi mengenai hal ini secara konklusif dan pasti bahwa sepatutnyalah yang namanya firman  Allah Yang Maha Kuasa mempunyai sifat yang tidak terbatas.
   Mereka menyanggah: “Kitab Suci Al-Quran memang demikian banyak mukjizat dan sifatnya, lalu mengapa umat terdahulu oleh Allah Swt.  tidak diberikan kemaslahatan pengetahuan mengenai hal itu?” maka jawabannya adalah bahwa mereka itu bukannya tidak memperoleh manfaat dari mukjizat-mukjizat Al-Quran, tetapi sesungguhnya mereka itu memperoleh pengetahuan sampai dengan apa yang menurut Tuhan cukup bagi mereka, sedangkan apa yang dibukakan pada masa kini adalah untuk kemaslahatan manusia sekarang ini.
      Segala hal yang menjadi dasar keimanan, yang melalui penghayatan dan pengamalannya seseorang disebut Muslim  telah dinyatakan secara tegas di setiap zaman. Aku sendiri tidak habis fikir, dari manakah para ulama atau maulvi yang bodoh itu mendapat kesimpulan kalau Allah Swt.   terikat oleh ketentuan bahwa segala rahmat dan berkat-Nya yang akan diwujudkan di masa depan harus dibuktikan bahwa hal itu telah pernah ada di masa lalu?” (Karamatus Sadiqin, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. VII, hlm. 60-62, London, 1984).

Pembukaan Rahasia-rahasia Gaib Allah Swt.

    Penjelasan Masih Mau’ud a.s. mengenai ketidak-terbatasan khazanah  ruhani  Al-Quran tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Dan  tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan  Kami sama sekali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu  (Al-Hijr [15]:22).
       Allah Swt.  memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga  Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.
     Seperti halnya alam semesta kebendaan, demikian juga  Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman, yakni melalui Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.3:180; QS.7:35-37), firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat  Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu  (Al-Jin [72]:27-29).
  Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.         Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin muttaki lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Tuhan dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib  -- “penguasaan atas yang gaib”, maka rahasia-rahasia yang diturunkan  (dibukakan) kepada orang-orang muttaki dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang muttaki lainnya tidak begitu terpelihara.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   16 Februari 2016



1 komentar:

  1. Casino - Mapyro
    The Casino at Bryson City is a casino in 순천 출장샵 Bryson City, New Jersey and is open daily 24 공주 출장샵 hours. The casino 광양 출장샵 has 상주 출장샵 36400 slots, 22 table 의정부 출장안마 games and a poker room. Rating: 2.8 · ‎2,738 reviews

    BalasHapus