Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Cara
Menjadi Muslim yang Kāffah (Utuh) & Empat Golongan Orang-orang Shadiq (Benar) Sebagai Teman yang Hakiki
Bab 33
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab
sebelumnya Masih
Mau’ud a.s menjelaskan mengenai pentingnya bergaul dengan “orang-orang yang benar” (shadiqin) sebagaimana, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ کُوۡنُوۡا مَعَ الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, اتَّقُوا اللّٰہَ -- bertakwalah kamu kepada Allah وَ کُوۡنُوۡا مَعَ الصّٰدِقِیۡنَ -- dan
hendaklah kamu senantiasa beserta
orang-orang yang benar (At-Taubah
[9]:119).
Mengenai pentingnya
senantiasa bergaul atau bergabung dengan golongan “orang-orang yang shadiq” tersebut
Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:
"Kalau ada yang bertanya, bagaimana mungkin semua hal yang katanya didapat dengan cara mematuhi Al-Quran tersebut memang benar
ada di dalam agama Islam? Maka
jawabannya adalah, bahwa pengetahuan demikian bisa didapat
dengan cara mengakrabi mereka yang
telah mendapatkan pengalaman
demikian.
Kami sudah beberapa kali
mengutarakan hal ini dan akan mengulanginya,
bahwa harta karun akbar ini
hanya bisa ditemukan di dalam Islam
dan tidak terdapat pada agama
lainnya. Kami bersedia memberikan bukti-bukti kepada para pencari kebenaran.
Jika ada yang diilhami dengan
itikad baik untuk meneliti secara sabar dan keteguhan hati maka
semua hal tersebut akan dibukakan
kepadanya setara dengan kapasitas
dan kemampuan dirinya, asalkan ia
mau bersahabat dengan kami.” (Brahin-i-
Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld. I, hlm. 545, London, 1984).
Orang-orang Shadiq (Benar) Adalah
“Sebaik-baik Teman Bergaul”
Makna lain dari وَ کُوۡنُوۡا مَعَ الصّٰدِقِیۡنَ – “dan hendaklah kamu senantiasa
beserta orang-orang yang benar” (QS.9:118)
adalah mengikuti suri teladan terbaik Nabi besar Muhammad saw. (QS.33:22), sebagaimana
firman-Nya kepada beliau saw.:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ
تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, Allah
pun akan mencintai kamu dan akan
mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Katakanlah: ”Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika
mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir (Ali ‘Imran [3]:32-33).
Akibat pasti yang telah ditetapkan Allah Swt. bagi orang-orang
yang benar-benar “mengikuti” Nabi Besar Muhammad saw. – yakni menjadi Muslim yang kāffah (seutuhnya
-- QS.2:209) -- adalah mereka akan
termasuk ke dalam derajat-derajat ruhani
yang disediakan Allah Swt. bagai para pecinta
hakiki Nabi Besar Muhammad saw., dan mereka itu merupakan “teman-teman
yang hakiki”, firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang
Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- dan mereka itulah sahabat
yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui (An-Nisa
[4]:70-71).
Akibat Buruk Tidak Mensyukuri “Nikmat” Allah Swt.
Jadi, yang dimaksud dengan shādiqīn (orang-orang yang benar) -- yang merupakan “sebaik-baik teman”: وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا – “dan mereka itulah sahabat
yang sejati” -- adalah orang-orang
yang dengan karunia Allah Swt. meraih derajat-derajat
ruhani yaitu: مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ
وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- “nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid,
dan orang-orang shalih,” selaras
dengan doa yang diajarkan Allah Swt.
dalam Surah Al-Fatihah:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾
“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus,
yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan
yang sesat” (Al-Al-Fatihah [1]:6-7).
Orang-orang yang menolak atau tidak mensyukuri
keeempat macam derajat ruhani yang
disediakan bagai para pengikut
(pecinta) hakiki Nabi Besar Muhammad saw. pasti adalah golongan “maghdhūb” dan “dhāllīn” sesuai firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ
اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai, Maha
Mengetahui (An-Nisā [4]:148).
Firman-Nya lagi:
وَ
اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکُمۡ
لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ
وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ
عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾ وَ قَالَ
مُوۡسٰۤی اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ وَ
مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ ﴿﴾ اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ
قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕۛ
لَا یَعۡلَمُہُمۡ اِلَّا اللّٰہُ ؕ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ
بِالۡبَیِّنٰتِ فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ
اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ اُرۡسِلۡتُمۡ
بِہٖ وَ اِنَّا لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا تَدۡعُوۡنَنَاۤ اِلَیۡہِ
مُرِیۡبٍ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) kamu
mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya akan
Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ
کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat keras.”
وَ قَالَ مُوۡسٰۤی
اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ
وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا -- Dan Musa berkata: “Jika kamu
kafir, kamu dan siapa pun yang ada
di bumi ini semuanya tidak akan memu-daratkan Allah sedikit pun فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ -- karena sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ
عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ -- Bukankah
telah datang kepada kamu berita mengenai orang-orang yang sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, ‘Ād, Tsamūd, dan orang-orang yang sesudah mereka? لَا یَعۡلَمُہُمۡ
اِلَّا اللّٰہُ -- Tidak
ada yang mengetahui mereka kecuali Allah.
جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ -- Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka
dengan Tanda-tanda yang nyata, فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ
اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا -- tetapi mereka meletakkan tangan mereka pada mulutnya وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا
بِمَاۤ اُرۡسِلۡتُمۡ بِہٖ وَ
اِنَّا لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا تَدۡعُوۡنَنَاۤ اِلَیۡہِ
مُرِیۡبٍ -- dan berkata: “Sesungguhnya
kami tidak percaya kepada apa yang
dengan itu kamu telah diutus, dan sesungguhnya
kami benar-benar ada dalam keraguan yang sangat menggelisahkan mengenai apa yang kamu seru kami kepadanya”
(Ibrahim
[14]:8-10).
Meraih Najat
(Keselamatan) dan Falah (Kesuksesan)
Melalui Al-Quran
Sejalan dengan firman Allah Swt. tersebut Masih Mau’ud a.s. – berdasarkan pengalaman pribadi beliau -- menjelaskan sebagai berikut:
“Melalui Kitab Suci Al-Quran
manusia bisa sepenuhnya mematuhi Hadhrat
Rasulullah Saw.. Dengan mematuhi
Kitab ini manusia akan memperoleh tanda-tanda
keselamatan bahkan di dunia ini
juga. Hanya Kitab inilah yang dengan
cara eksplisit atau pun implisit (tersembunyi) dapat menyempurnakan jiwa yang kotor dan membebaskannya dari keraguan dan kecurigaan.
Cara eksplisit, dalam Kitab ini mencakup pernyataan-pernyataan yang bersifat komprehensif tentang kebenaran
dan mutiara-mutiara hikmah dimana
melalui argumentasi yang masuk akal akan menghapuskan semua keraguan
yang telah menghalangi manusia
mencapai Tuhan-nya, serta memelihara mereka dari keterlibatan dalam ratusan firqah atau sekte
serta akidah-akidah palsu yang
sekarang ini mencekam hati manusia
yang tersesat.
Keseluruhan Nur ajaran bersinar gemilang dari Kitab ini laiknya matahari, dimana di dalamnya tersedia segala ramuan pengobat batin yang sakit
dan tampilan dari semua wawasan sejati. Semua pengetahuan Ke-Ilahi-an telah terangkum di dalamnya tanpa ada yang disisakan untuk diwahyukan lagi di masa
depan.
Adapun yang dimaksud dengan cara implisit
adalah jika manusia mengikuti petunjuk
Kitab ini secara benar maka setelah pensucian
batinnya dari kekotoran yang
melekat ia akan memiliki hubungan dengan Tuhan,
dimana Nur keridhan-Nya akan mulai turun ke atas dirinya. Ia itu akan ditingkari (diliputi) sedemikian rupa dengan rahmat Tuhan, sehingga ketika ia memohon kepada-Nya di saat kesulitan
Allah Swt. akan segera
menanggapinya dengan kasih dan berkat-Nya yang sempurna.
Terkadang ia mendoa 1000 kali
di saat ia dikepung kesulitan dan kesedihan, 1000 kali juga ia mendapat jawaban
Tuhan-nya dalam kata-kata yang halus
dan berberkat. Wahyu akan turun ke atas dirinya seperti hujan, dan hatinya
penuh dengan kasih kepada Allah Swt., laiknya bejana kristal yang berisi parfum yang halus harumnya. Ia akan dikaruniai
dengan kesenangan dan hasrat,
yang akan menariknya keluar
dari keadaan suram tersebut, dan ia akan mendapat kehidupan baru dengan semilir
angin sejuk dari Tuhan-nya yang sejuk dan menyegarkan.
Sebelum ajalnya datang ia diberkati
Tuhan untuk menyaksikan apa yang menjadi dambaan orang lain dalam kehidupan
setelah dunia ini (akhirat). Semua karunia
demikian tidak harus merupakan hasil
dari kehidupan monastik (seperti
biarawan/petapa) tetapi merupakan karunia
karena telah mengikuti petunjuk Al-Quran,
dimana setiap pencari kebenaran bisa
memperolehnya.
Pentingnya Mencintai Nabi Besar Muhammad Saw. dan Cara Meraihnya
Guna mencapai keadaan seperti
itu, syaratnya adalah kecintaan yang sempurna kepada Hadhrat Rasulullah Saw.. Seseorang yang
mencintai beliau akan mendapat berkat dari Nur-nur tersebut setara
dengan kapasitas masing-masing.
Guna menyaksikan kebenaran
dari pernyataan kami ini dengan mata
kepalanya sendiri, tidak ada lagi cara
lain yang lebih baik bagi pencahari kebenaran selain menganut agama Islam melalui seseorang yang memiliki wawasan dan pemahaman, serta dengan cara mengikuti firman Allah Swt. dan mengembangkan
kecintaan kepada Hadhrat Rasulullah
Saw..
Jika yang bersangkutan datang kepada kami dengan hati
yang tulus untuk mencapai tujuan
tersebut maka kami selalu bersedia --
dengan mengharapkan berkat rahmat
dan karunia Allah Swt. --
untuk menunjukkan jalan yang
lurus kepadanya setara dengan kapasitas
dirinya dan adanya karunia Allah
Swt..
Perlu dimaklumi, bahwa keselamatan
yang sempurna itu sama dengan kesehatan
yang baik. Sebagaimana kesehatan
yang baik merupakan persyaratan
dari tanda-tanda seorang yang sehat dan tidak ada penyakit
yang menggerogoti kesehatan itu,
begitu juga dengan keselamatan yang sempurna yang memanifestasikan adanya tanda-tanda
keselamatan.
Segala sesuatu yang dinyatakan
sebagai eksis (ada), tentunya harus
bisa menunjukkan tanda-tanda serta pengaruh dan kondisi dari eksistensi
demikian, karena tanpa tanda-tanda
tersebut tidak mungkin menetapkan
eksistensinya. Sebagaimana telah kami kemukakan berulang-kali, persyaratan dari keselamatan adalah bergerak sepenuhnya
ke arah Tuhan dan keluhuran kasih kepada-Nya yang dilakukan secara sempurna, sehingga melalui keakraban, perhatian dan doa-doa
darinya orang lain bisa menyerap
faedahnya setara dengan kapasitas
dirinya.
Tanda-tanda Seorang “Pemberi
Syafaat” yang Benar
Pribadi yang bersangkutan
memiliki wawasan yang demikian cerahnya sehingga berkat-berkat yang diberikannya terlihat nyata bagi para pencari
kebenaran. Ia itu memiliki sifat-sifat
khusus dan diberkati dengan kesempatan berbicara dengan Tuhan-nya sebagai tanda dari seorang yang
dekat kepada-Nya.
Janganlah ada kiranya yang sampai terbujuk
oleh ramalan-ramalan penujum dan ahli perbintangan, karena orang-orang seperti itu tidak mempunyai hubungan dengan Nur dan berkat dari para hamba Allah.
Kami telah menuliskan sebelumnya bahwa kemampuan
sarana manusia tidak akan mampu dengan kekuatannya
sendiri mendapatkan nubuatan dan
janji-janji berberkat yang menjadi tanda kebenaran, pertolongan, dan keagungan Ilahi.
Allah Swt. mengaruniakan fitrat
demikian hanya kepada hamba-hamba Allah
dimana penampilan, keakraban, perhatian dan doa-doa
darinya menjadi obat penawar bagi
orang lain, dengan syarat orang tersebut
memiliki kemampuan memadai. Orang-orang seperti itu tidak saja dikenali melalui nubuatan-nubuatannya tetapi juga dari perbendaharaan pengetahuan, keimanannya
yang sempurna, ketulusannya yang luhur,
keteguhan hatinya, kecintaannya kepada Tuhan, hasrat suci mereka, kerendahan
hati, kesucian batinnya, cara mereka mengabaikan kecintaan
kepada dunia, berkat mereka yang tak
terhitung laiknya turun hujan, tanda mereka memperoleh bantuan Tuhan, tekad hati yang tiada
taranya, kesetiaan yang tinggi, ketakwaan dan kesucian yang tanpa banding
serta kejembaran fikirannya.
Nubuatan tidak menjadi tujuan utama orang-orang seperti itu. Tujuan dari nubuatan mereka adalah untuk menyatakan
di muka (terlebih dulu) tentang rahmat
yang akan turun ke atas diri mereka serta orang-orang yang terkait
dengan mereka, sehingga orang-orang
lain akan menyadari bahwa mereka itu memang mendapat perhatian khusus dari Allah Swt..
Komunikasi yang mereka terima dari Tuhan dimaksudkan sebagai bukti
konklusif akan kebenaran diri mereka
dan bahwa mereka berasal dari Tuhan. Orang-orang yang memperoleh
banyak berkat suci demikian adalah orang-orang yang menurut kaidah kebijakan Ilahi yang abadi sebagai orang-orang yang akidahnya murni dan suci, memiliki keimanan
yang sempurna, mempunyai hubungan yang dekat dengan Allah Swt. serta telah menarik diri sepenuhnya dari dunia
beserta isinya.
Fitrat mereka itu cenderung mendekat kepada Nur Ilahi dan iman yang benar. Adalah suatu kebodohan
yang keterlaluan untuk membandingkan
fitrat mereka yang begitu luhur dan penuh berkat dengan para penujum atau ahli
perbintangan, karena mereka itu tidak memiliki hubungan dengan orang-orang dunia kelas rendahan
demikian.
Mereka itu sendiri adalah Nur surgawi yang bagaikan matahari dan rembulan dimana Nur abadi
dari kebijakan Ilahi telah
menjadikan mereka sebagai terang dunia.
Tuhan telah menciptakan obat bagi penyakit-penyakit fisik melalui
penyediaan sarana penawar bagi
berbagai macam penyakit dan gangguan, dengan cara menanamkan karakteristik khusus pada obat
tersebut, dimana seseorang yang belum
melewati tahap tidak bisa diobati lalu menggunakannya dengan benar,
maka Sang Maha Penyembuh akan
memberikan kesembuhan dan kekuatan kepada si pasien setara dengan kapasitas
diri dan kemampuannya.
Penyembuh Berbagai Macam “Penyakit Ruhani”
Serupa dengan itu Allah Yang Maha
Kuasa telah membekali ruh suci
kepada mereka yang diridhai dengan karakteristik, bahwa perhatian,
keakraban dan doa-doa mereka bisa menjadi obat
bagi penyakit ruhani. Jiwa mereka menjadi wadah penerima berbagai bentuk rahmat melalui kasyaf dan kesempatan
berbicara dengan Tuhan, dimana rahmat itu menjadi pengaruh yang sangat besar sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Dengan kata lain, para hamba Allah
demikian menjadi rahmat bagi makhluk Tuhan lainnya.
Sebagaimana di dunia ini
sudah menjadi hukum alam tentang sebab dan akibat, bahwa seorang yang haus
bisa menghilangkan dahaganya dengan
cara minum air, dan yang lapar meredam keroncongan perutnya dengan cara makan, begitu pula menurut kaidah
Ilahi bahwa nabi-nabi dan para pengikutnya yang sempurna akan menjadi penawar dari penyakit-penyakit, kelaparan
dan kehausan ruhaniah.
Hati umat mendapatkan kepuasan dengan keakraban kepada mereka, sehingga kekurangan-kekurangan manusiawi di diri mereka menjadi berkurang, kegelapan ego menjadi cerah,
hasrat kecintaan Ilahi jadi meluap dan rahmat surgawi menjadi nyata. Tanpa adanya orang-orang yang berberkat seperti itu,
semua hal di atas tidak akan dapat
dicapai, karena antara lain melalui hal demikian itulah mereka jadi dikenali.” (Brahin-i- Ahmadiyah,
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I,
hlm. 345-356, London, 1984).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 10 Februari
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar