Senin, 15 Februari 2016

Cara Menjadi "Muslim yang Kaaffah" (Utuh) & Empat Golongan Orang-orang Shadiq (Benar) Sebagai "Teman yang Hakiki"



Bismillaahirrahmaanirrahiim



KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


  Cara Menjadi  Muslim yang Kāffah  (Utuh) & Empat  Golongan  Orang-orang    Shadiq  (Benar) Sebagai Teman yang Hakiki  

Bab 33


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  Bab sebelumnya Masih Mau’ud a.s   menjelaskan mengenai pentingnya bergaul dengan “orang-orang yang benar” (shadiqin)  sebagaimana, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ کُوۡنُوۡا مَعَ  الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, اتَّقُوا اللّٰہَ --  bertakwalah kamu kepada Allah  وَ کُوۡنُوۡا مَعَ  الصّٰدِقِیۡنَ -- dan hendaklah kamu senantiasa beserta orang-orang yang benar  (At-Taubah [9]:119).
     Mengenai pentingnya senantiasa bergaul atau bergabung  dengan golongan “orang-orang yang shadiq” tersebut   Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:
    "Kalau ada yang bertanya, bagaimana mungkin semua hal yang katanya didapat dengan cara mematuhi Al-Quran tersebut memang benar ada di dalam agama Islam? Maka jawabannya adalah,  bahwa pengetahuan demikian bisa didapat dengan cara mengakrabi mereka yang telah mendapatkan pengalaman demikian.
    Kami sudah beberapa kali mengutarakan hal ini dan akan mengulanginya,  bahwa harta karun akbar ini hanya bisa ditemukan di dalam Islam dan tidak terdapat pada agama lainnya.  Kami bersedia memberikan bukti-bukti kepada para pencari kebenaran.
    Jika ada yang diilhami dengan itikad baik untuk meneliti secara sabar dan keteguhan hati maka semua hal tersebut akan dibukakan kepadanya setara dengan kapasitas dan kemampuan dirinya, asalkan ia mau bersahabat dengan kami.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 545, London, 1984).

Orang-orang Shadiq  (Benar)  Adalah    “Sebaik-baik Teman Bergaul”

    Makna lain dari  وَ کُوۡنُوۡا مَعَ  الصّٰدِقِیۡنَ – “dan hendaklah kamu senantiasa beserta orang-orang yang benar” (QS.9:118) adalah mengikuti   suri teladan terbaik Nabi besar Muhammad saw. (QS.33:22), sebagaimana firman-Nya kepada beliau saw.:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾  قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:  ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah  aku,  Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Katakanlah:   Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir (Ali ‘Imran [3]:32-33).
       Akibat pasti yang telah ditetapkan Allah Swt. bagi orang-orang yang benar-benar “mengikuti”  Nabi Besar Muhammad saw.  – yakni menjadi Muslim yang kāffah (seutuhnya -- QS.2:209)  -- adalah mereka akan termasuk ke dalam derajat-derajat ruhani yang disediakan Allah Swt. bagai para pecinta hakiki Nabi Besar Muhammad saw., dan mereka itu merupakan  “teman-teman yang hakiki”,  firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih,  وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- dan mereka  itulah sahabat yang sejati.  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا  --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui (An-Nisa [4]:70-71).

Akibat Buruk Tidak Mensyukuri “Nikmat” Allah Swt.

   Jadi, yang dimaksud dengan shādiqīn (orang-orang yang benar)   -- yang merupakan “sebaik-baik teman”: وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا – “dan    mereka  itulah sahabat yang sejati”   -- adalah orang-orang yang dengan karunia Allah Swt.  meraih  derajat-derajat  ruhani yaitu:  مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- “nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih,” selaras dengan doa yang diajarkan Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾
Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan yang sesat” (Al-Al-Fatihah [1]:6-7).
      Orang-orang yang menolak atau tidak mensyukuri keeempat macam derajat ruhani yang disediakan bagai para pengikut (pecinta) hakiki Nabi Besar Muhammad saw. pasti adalah golongan “maghdhūb” dan “dhāllīn” sesuai firman-Nya:  
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui (An-Nisā [4]:148).
Firman-Nya lagi:
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾  وَ قَالَ مُوۡسٰۤی  اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ  وَ  مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ ﴿﴾  اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕۛ لَا  یَعۡلَمُہُمۡ  اِلَّا اللّٰہُ ؕ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ  اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ  اُرۡسِلۡتُمۡ  بِہٖ وَ  اِنَّا  لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا  تَدۡعُوۡنَنَاۤ   اِلَیۡہِ  مُرِیۡبٍ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ --  tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” وَ قَالَ مُوۡسٰۤی  اِنۡ تَکۡفُرُوۡۤا اَنۡتُمۡ  وَ  مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا  --  Dan Musa berkata: “Jika  kamu kafir, kamu dan siapa pun yang ada di bumi ini semuanya tidak akan memu-daratkan Allah sedikit pun  فَاِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ حَمِیۡدٌ -- karena sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ ۬ؕۛ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ   -- Bukankah telah datang kepada kamu berita mengenai orang-orang yang sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, ‘Ād, Tsamūd, dan orang-orang yang sesudah mereka? لَا  یَعۡلَمُہُمۡ  اِلَّا اللّٰہُ   --  Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah. جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ  --   Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, فَرَدُّوۡۤا اَیۡدِیَہُمۡ فِیۡۤ  اَفۡوَاہِہِمۡ وَ قَالُوۡۤا  -- tetapi mereka meletakkan tangan mereka pada mulutnya وَ قَالُوۡۤا اِنَّا کَفَرۡنَا بِمَاۤ  اُرۡسِلۡتُمۡ  بِہٖ وَ  اِنَّا  لَفِیۡ شَکٍّ مِّمَّا  تَدۡعُوۡنَنَاۤ   اِلَیۡہِ  مُرِیۡبٍ  --  dan berkata: “Sesungguhnya kami tidak percaya kepada apa yang dengan itu kamu telah diutus, dan sesungguhnya kami benar-benar ada dalam keraguan yang sangat menggelisahkan mengenai apa yang kamu seru kami kepadanya” (Ibrahim [14]:8-10). 

Meraih  Najat (Keselamatan) dan Falah (Kesuksesan) Melalui Al-Quran

       Sejalan dengan firman Allah Swt. tersebut Masih Mau’ud a.s. – berdasarkan pengalaman pribadi beliau   -- menjelaskan   sebagai berikut:
     “Melalui Kitab Suci Al-Quran manusia bisa sepenuhnya mematuhi Hadhrat Rasulullah Saw.. Dengan mematuhi Kitab ini manusia akan memperoleh tanda-tanda keselamatan bahkan di dunia ini juga. Hanya Kitab inilah yang dengan cara eksplisit atau pun implisit (tersembunyi) dapat menyempurnakan jiwa yang kotor dan membebaskannya dari keraguan dan kecurigaan.
      Cara eksplisit, dalam Kitab ini mencakup pernyataan-pernyataan yang bersifat komprehensif tentang kebenaran dan mutiara-mutiara hikmah dimana melalui argumentasi yang masuk akal akan menghapuskan semua keraguan yang telah menghalangi manusia mencapai Tuhan-nya, serta memelihara mereka dari keterlibatan dalam ratusan firqah atau sekte serta akidah-akidah palsu yang sekarang ini mencekam hati manusia yang tersesat.
      Keseluruhan Nur ajaran  bersinar gemilang dari Kitab ini laiknya matahari, dimana di dalamnya tersedia segala ramuan pengobat batin yang sakit dan tampilan dari semua wawasan sejati. Semua pengetahuan Ke-Ilahi-an telah terangkum di dalamnya tanpa ada yang disisakan untuk diwahyukan lagi di masa depan.
     Adapun yang dimaksud dengan cara implisit adalah jika manusia mengikuti petunjuk Kitab ini secara benar maka setelah pensucian batinnya dari kekotoran yang melekat  ia akan memiliki hubungan dengan Tuhan, dimana Nur keridhan-Nya akan mulai turun ke atas dirinya. Ia itu akan ditingkari  (diliputi) sedemikian rupa dengan rahmat Tuhan,  sehingga ketika ia memohon kepada-Nya di saat kesulitan  Allah Swt.  akan  segera menanggapinya dengan kasih dan berkat-Nya yang sempurna.
      Terkadang ia mendoa 1000 kali di saat ia dikepung kesulitan dan kesedihan, 1000 kali juga ia mendapat jawaban Tuhan-nya dalam kata-kata yang halus dan berberkat. Wahyu akan turun ke atas dirinya seperti hujan,  dan hatinya penuh dengan kasih kepada Allah Swt., laiknya bejana kristal yang berisi parfum yang halus harumnya. Ia akan dikaruniai dengan kesenangan dan hasrat,  yang akan menariknya keluar dari keadaan suram tersebut,  dan ia akan mendapat kehidupan baru dengan semilir angin sejuk dari Tuhan-nya yang sejuk dan menyegarkan.
    Sebelum ajalnya datang  ia diberkati Tuhan untuk menyaksikan apa yang menjadi dambaan orang lain dalam kehidupan setelah dunia ini (akhirat). Semua karunia demikian tidak harus merupakan hasil dari kehidupan monastik (seperti biarawan/petapa) tetapi merupakan karunia karena telah mengikuti petunjuk Al-Quran, dimana setiap pencari kebenaran bisa memperolehnya.

Pentingnya Mencintai Nabi Besar Muhammad Saw. dan Cara Meraihnya

   Guna mencapai keadaan seperti itu, syaratnya adalah kecintaan yang sempurna kepada Hadhrat Rasulullah Saw.. Seseorang yang mencintai beliau akan mendapat berkat dari Nur-nur tersebut setara dengan kapasitas masing-masing.
   Guna menyaksikan kebenaran dari pernyataan kami ini dengan mata kepalanya sendiri, tidak ada lagi cara lain yang lebih baik bagi pencahari kebenaran selain menganut agama Islam melalui seseorang yang memiliki wawasan dan pemahaman,  serta dengan cara mengikuti firman Allah Swt.  dan mengembangkan kecintaan kepada Hadhrat Rasulullah Saw..
     Jika yang bersangkutan datang kepada kami dengan hati yang tulus untuk mencapai tujuan tersebut maka kami selalu bersedia --  dengan mengharapkan berkat rahmat dan karunia Allah Swt.  --  untuk menunjukkan jalan yang lurus kepadanya setara dengan kapasitas dirinya dan adanya karunia Allah Swt..
   Perlu dimaklumi, bahwa keselamatan yang sempurna itu sama dengan kesehatan yang baik. Sebagaimana kesehatan yang baik merupakan persyaratan dari tanda-tanda seorang yang sehat dan tidak ada penyakit yang menggerogoti kesehatan itu, begitu juga dengan keselamatan yang sempurna yang memanifestasikan adanya tanda-tanda keselamatan.
    Segala sesuatu yang dinyatakan sebagai eksis (ada), tentunya harus bisa menunjukkan tanda-tanda serta pengaruh dan kondisi dari eksistensi demikian, karena tanpa tanda-tanda tersebut tidak mungkin menetapkan eksistensinya. Sebagaimana telah kami kemukakan berulang-kali, persyaratan dari keselamatan adalah  bergerak  sepenuhnya ke arah Tuhan dan keluhuran kasih kepada-Nya yang dilakukan secara sempurna,  sehingga melalui keakraban, perhatian dan doa-doa darinya orang lain bisa menyerap faedahnya setara dengan kapasitas dirinya.

Tanda-tanda Seorang  “Pemberi Syafaat” yang Benar

   Pribadi yang bersangkutan memiliki wawasan yang demikian cerahnya sehingga berkat-berkat yang diberikannya terlihat nyata bagi para pencari kebenaran. Ia itu memiliki sifat-sifat khusus dan diberkati dengan kesempatan berbicara dengan Tuhan-nya sebagai tanda dari seorang yang dekat kepada-Nya.
      Janganlah ada kiranya yang sampai terbujuk oleh ramalan-ramalan penujum dan ahli perbintangan,  karena orang-orang seperti itu tidak mempunyai hubungan dengan Nur dan berkat dari para hamba Allah. Kami telah menuliskan sebelumnya bahwa kemampuan sarana manusia tidak akan mampu dengan kekuatannya sendiri mendapatkan nubuatan dan janji-janji berberkat yang menjadi tanda kebenaran, pertolongan,  dan keagungan Ilahi.
     Allah Swt.  mengaruniakan fitrat demikian hanya kepada hamba-hamba Allah dimana penampilan, keakraban, perhatian dan doa-doa darinya menjadi obat penawar bagi orang lain,  dengan syarat orang tersebut memiliki kemampuan memadai. Orang-orang seperti itu tidak saja dikenali melalui nubuatan-nubuatannya tetapi juga dari perbendaharaan pengetahuan, keimanannya yang sempurna, ketulusannya yang luhur, keteguhan hatinya, kecintaannya kepada Tuhan, hasrat suci mereka, kerendahan hati, kesucian batinnya, cara mereka mengabaikan kecintaan kepada dunia, berkat mereka yang tak terhitung laiknya turun hujan, tanda mereka memperoleh bantuan Tuhan, tekad hati yang tiada taranya, kesetiaan yang tinggi, ketakwaan dan kesucian yang tanpa banding serta kejembaran fikirannya.
    Nubuatan tidak menjadi tujuan utama orang-orang seperti itu. Tujuan dari nubuatan mereka adalah untuk menyatakan di muka (terlebih dulu) tentang rahmat yang akan turun ke atas diri mereka serta orang-orang yang terkait dengan mereka, sehingga orang-orang lain akan menyadari bahwa mereka itu memang mendapat perhatian khusus dari Allah Swt.. 
   Komunikasi yang mereka terima dari Tuhan dimaksudkan sebagai bukti konklusif akan kebenaran diri mereka dan bahwa mereka berasal dari Tuhan. Orang-orang yang memperoleh banyak berkat suci demikian adalah orang-orang yang menurut kaidah kebijakan Ilahi yang abadi sebagai orang-orang yang akidahnya murni dan suci, memiliki keimanan yang sempurna, mempunyai hubungan yang dekat dengan Allah Swt.  serta telah menarik diri sepenuhnya dari dunia beserta isinya.
     Fitrat mereka itu cenderung mendekat kepada Nur Ilahi dan iman yang benar. Adalah suatu kebodohan yang keterlaluan untuk membandingkan fitrat mereka yang begitu luhur dan penuh berkat dengan para penujum atau ahli perbintangan, karena mereka itu tidak memiliki hubungan dengan orang-orang dunia kelas rendahan demikian.
    Mereka itu sendiri adalah Nur surgawi yang bagaikan matahari dan rembulan dimana Nur abadi dari kebijakan Ilahi telah menjadikan mereka sebagai terang dunia. Tuhan telah menciptakan obat bagi penyakit-penyakit fisik melalui penyediaan sarana penawar bagi berbagai macam penyakit dan gangguan,  dengan cara menanamkan karakteristik khusus pada obat tersebut,  dimana seseorang yang belum melewati tahap  tidak   bisa diobati lalu menggunakannya dengan benar, maka Sang Maha Penyembuh akan memberikan kesembuhan dan kekuatan kepada si pasien setara dengan kapasitas diri dan kemampuannya.

Penyembuh Berbagai Macam “Penyakit Ruhani

     Serupa dengan itu Allah Yang Maha Kuasa telah membekali ruh suci kepada mereka yang diridhai dengan karakteristik,  bahwa perhatian, keakraban dan doa-doa mereka bisa menjadi obat bagi penyakit ruhani. Jiwa mereka menjadi wadah penerima berbagai bentuk rahmat melalui kasyaf dan kesempatan berbicara dengan Tuhan, dimana rahmat itu menjadi pengaruh yang sangat besar sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dengan kata lain, para hamba Allah demikian menjadi rahmat bagi makhluk Tuhan lainnya.
    Sebagaimana di dunia ini sudah menjadi hukum alam tentang sebab dan akibat, bahwa seorang yang haus bisa menghilangkan dahaganya dengan cara minum air, dan yang lapar meredam keroncongan perutnya dengan cara makan, begitu pula menurut kaidah Ilahi bahwa nabi-nabi dan para pengikutnya yang sempurna akan menjadi penawar dari penyakit-penyakit, kelaparan dan kehausan ruhaniah.
    Hati umat mendapatkan kepuasan dengan keakraban kepada mereka, sehingga kekurangan-kekurangan manusiawi di diri mereka menjadi berkurang, kegelapan ego menjadi cerah, hasrat kecintaan Ilahi jadi meluap dan rahmat surgawi menjadi nyata. Tanpa adanya orang-orang yang berberkat seperti itu, semua hal di atas tidak akan dapat dicapai,  karena antara lain melalui hal demikian itulah mereka jadi dikenali.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  345-356, London, 1984).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   10 Februari 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar