Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Makna Kata Rafa’a (Mengangkat) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. & Hakikat Perumpamaan
Maryam binti ‘Imran Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah
Bab 43
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
Bab sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai penyelamatan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau, Maryam binti ‘Imran, ke Kasymir setelah beliau selamat dari upaya pembunuhan melalui penyaliban yang dorancang oleh para pemuka kaum Yahudi guna membuktikan tuduhan
mereka bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. seorang pendusta, serta betapa uniknya
“perjalanan
panjang” yang dilakukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. –
yakni beliau hijrah dari Palestina ke Kasymir serta wafat di
sana – karena di dekat kawasan itu
pulalah Allah Swt. telah membangkitkan Mirza
Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ
اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی
رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan
Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran
yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber
mata air yang mengalir (Al-Mu’minūn
[23]:51).
Ayat tersebut
merupakan tafsir dari kata rafa’a mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam ayat:
بَلۡ
رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ -- Bahkan
Allah telah mengangkatnya kepada-Nya وَ کَانَ اللّٰہُ
عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا -- dan Allah Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisā
[4]:159).
Dua Makna yang Benar Kata Rafa’a (Mengangkat) Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. & Kedatangan Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Jadi, penggunaan kata rafa’a (mengangkat) dalam ayat tersebut
mengandung dua macam arti:
(1) Pengangkatan
secara ruhani, yaitu Allah Swt. telah
menyelamatkan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dari kematian terkutuk di atas salib yang diupayakan oleh para pemuka kaum Yahudi untuk membuktikan tuduhan mereka terhadap Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s..
(2) Pengangkatan secara jasmani, yaitu
Allah Swt. telah menyelamatkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau
(Maryam binti ‘Imran) ke sebuah tempat
yang jauh dari wilayah Palestina,
yang merupakan sebuah dataran
tinggi yang penuh dengan lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir,
seakan-akan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
berada dalam surga di dunia ini juga, yakni Kasymir.
Sebaliknya, kaum Yahudi yang berada di Palestina kembali mendapat kehinaan
karena Yerusalem untuk kedua kalinya diserbu oleh Panglima
Titus dari kerajaan Romawi, sehingga orang-orang
Yahudi bukan saja telah kehilangan silsilah kenabian tetapi juga telah kehilangan tanah-air mereka (Palestina) dan mereka telah menjadi bangsa yang tercerai-berai di berbagai penjuru dunia dan senantiasa mendapat perlakuan kejam dari bangsa-bangsa yang membenci mereka, firman-Nya:
وَ اِذۡ
تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ
یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ
رَبَّکَ لَسَرِیۡعُ الۡعِقَابِ ۚۖ وَ اِنَّہٗ
لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) engkau mengumumkan bahwa niscaya Dia akan mengutus kepada mereka
orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang sangat buruk hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar sangat
cepat dalam menghukum dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang (Al-A’rāf
[7]:168). Lihat pula bab kutuk -
Ulangan 28:15-68; bab pembinasa
keji - Matius 23:37-39 & 24:1-22.
“Batu sandungan” yang sangat menggelincirkan dan paling berbahaya dari peristiwa “penyaliban”
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang sangat misterius
adalah munculnya faham “Trinitas”
dan “penebusan
dosa” oleh kematian
terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib, mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَہۡلَ
الۡکِتٰبِ لَا تَغۡلُوۡا فِیۡ دِیۡنِکُمۡ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ اِلَّا الۡحَقَّ ؕ اِنَّمَا الۡمَسِیۡحُ
عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ رَسُوۡلُ اللّٰہِ وَ کَلِمَتُہٗ ۚ اَلۡقٰہَاۤ اِلٰی
مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ مِّنۡہُ ۫ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ۟ وَ لَا
تَقُوۡلُوۡا ثَلٰثَۃٌ ؕ اِنۡتَہُوۡا خَیۡرًا
لَّکُمۡ ؕ اِنَّمَا اللّٰہُ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ؕ سُبۡحٰنَہٗۤ اَنۡ یَّکُوۡنَ
لَہٗ وَلَدٌ ۘ لَہٗ مَا
فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ وَکِیۡلًا ﴿﴾٪ لَنۡ یَّسۡتَنۡکِفَ الۡمَسِیۡحُ اَنۡ یَّکُوۡنَ
عَبۡدًا لِّلّٰہِ وَ لَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ؕ وَ مَنۡ یَّسۡتَنۡکِفۡ
عَنۡ عِبَادَتِہٖ وَ یَسۡتَکۡبِرۡ فَسَیَحۡشُرُہُمۡ اِلَیۡہِ جَمِیۡعًا ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam urusan agama kamu, dan janganlah kamu mengatakan mengenai Allah
kecuali yang haq. Sesungguhnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam hanyalah seorang rasul Allah, suatu
kalimat dari-Nya yang diturunkan
kepada Maryam, dan ruh dari-Nya, maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan janganlah kamu mengatakan: “Tuhan itu tiga”, berhentilah, itu lebih
baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah adalah
Tuhan Yang Maha Esa. Maha Suci Dia dari memiliki anak. Milik-Nya apa pun yang ada di
seluruh langit dan apa
pun yang ada di bumi. Dan cukuplah
Allah sebagai Pemelihara. لَنۡ یَّسۡتَنۡکِفَ الۡمَسِیۡحُ اَنۡ
یَّکُوۡنَ عَبۡدًا لِّلّٰہِ وَ لَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- Al-Masih tidak
pernah merasa hina menjadi hamba bagi Allah, dan tidak juga malaikat yang dekat kepada-Nya,
وَ مَنۡ یَّسۡتَنۡکِفۡ
عَنۡ عِبَادَتِہٖ وَ یَسۡتَکۡبِرۡ فَسَیَحۡشُرُہُمۡ اِلَیۡہِ جَمِیۡعًا -- dan barangsiapa merasa hina karena beribadah
kepada-Nya dan berlaku takabur
maka Dia akan mengumpulkan mereka semua
kepada-Nya (An-Nisā [4]:172-173).
Makna Kalimah dan Ruh
Kalimat dalam
ayat: اِنَّمَا
الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ رَسُوۡلُ اللّٰہِ وَ کَلِمَتُہٗ ۚ اَلۡقٰہَاۤ
اِلٰی مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ مِّنۡہُ ۫ -- “Sesungguhnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam hanyalah
seorang rasul Allah, suatu kalimat
dari-Nya yang diturunkan kepada Maryam dan ruh
dari-Nya“ berarti: sebuah
kata, putusan, perintah (Al-Mufradat).
Kata Kalimat bersama-sama dengan
kata ruh menjelaskan tanpa sekelumit pun keraguan bahwa jauh dari membenarkannya, bahkan kata-kata itu dipakai untuk menghancurkan dan menolak paham yang menganggap Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. adalah Tuhan dan anak Tuhan.
Dalam ayat ini Nabi Isa a.s.
disebut Kalimatullāh, karena kata-kata (ucapan-ucapan) beliau membantu
untuk kepentingan Kebenaran. Seperti
halnya orang yang membela kepentingan
kebenaran dengan keberaniannya disebut Saifullāh (Pedang Allah) atau Asadullah
(Singa Allah), demikian pula Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. disebut Kalimatullāh, sebab kelahirannya tidak terjadi dengan
perantaraan seorang ayah melainkan
atas “perintah” langsung dari Allah
Swt. (QS.19:22).
Selain arti harfiah yang
tercantum di atas, Al-Quran telah memakai kata kalimah dalam arti-arti
berikut: (1) “Tanda” (QS.66:13 dan
QS.8:8); (2) “hukuman” (QS.10:97);
(3) “rencana” atau “rancangan” (QS.9:40); (4) “kabar gembira” (QS.7:138); (5) “ciptaan Tuhan” (QS.18:110); (6) “semata-mata ucapan” atau “semata-mata pernyataan” (QS.23:101).
Diambil dalam rangkuman salah
satu arti di atas, penggunaan kata kalimah mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. sekali-kali tidak memberikan kepada beliau suatu martabat yang lebih baik daripada nabi-nabi
lainnya. Tambahan pula, bila Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. disebut Kalimah dalam Al-Quran, Nabi Besar Muhammad saw. dalam Al-Quran telah
disebut Adz-Dzikr, artinya Kitab atau nasihat yang baik (QS.65:11-12), yang tentunya terdiri atas banyak kalimat.
Pada hakikatnya, bila Kalimatullāh diambil dalam arti “Firman Allah”, paling-paling kita hanya dapat mengatakan
bahwa Allah Swt. telah menyatakan Diri-Nya lewat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. seperti halnya Dia menyatakan Diri-Nya melalui para nabi Allah lainnya. Kata-kata atau kalimat tidak lain hanya wahana untuk pengungkapan
pikiran-pikiran. Kata-kata (kalimat) tidak merupakan bagian wujud kita dan tidak pula menjadi titisan manusia.
Makna rūh dalam ayat: اَلۡقٰہَاۤ اِلٰی مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ
مِّنۡہُ -- “yang diturunkan
kepada Maryam dan ruh
dari-Nya“ berarti: ruh
atau jiwa, nafas yang memenuhi seluruh jisim, dan apabila nafas berhenti maka orang akan mati; wahyu Ilahi atau ilham; Al-Quran; malaikat; kegembiraan dan
kebahagiaan; rahmat (Lexicon Lane).
Dari berbagai arti rūh dan kalimah tersebut di atas jelaslah
bahwa tidak ada kedudukan ruhani yang
istimewa pada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..
Para Rasul
Allah Merupakan “Suami Ruhani”
Bagi Kaum Mereka s.
Kata-kata itu
dan ucapan-ucapan lainnya yang seperti itu dipakai dalam Al-Quran mengenai nabi-nabi Allah lainnya, dan juga
mengenai orang-orang shalih lainnya
seperti Maryam binti ‘Imran (QS.15:30; QS.32:10; QS.58:23). Kata-kata itu
telah dipergunakan untuk membersihkan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan
Maryam binti ‘Imran dari noda-noda yang dilemparkan oleh orang-orang Yahudi kepada kedua mereka
itu dan bukan memberikan kepada mereka suatu kedudukan ruhani istimewa (QS.19:28-35).
Mengisyaratkan
kepada kenyataan itu pulalah Allah Swt. dalam Al-Quran telah menjadikan Maryam binti ‘Imran dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai perumpamaan
bagi orang-orang bertakwa, yang
karena memelihara kesucian akhlak dan
ruhaninya secara ketat – seperti
halnya yang dilakukan Maryam binti ‘Imran --
ia mengalami proses perkembangan
akhlak dan ruhani, seperti Maryam binti
‘Imran yang mengalami kehamilan melalui “peniupan ruh” oleh
Allah Swt. (QS,21:92), yang kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.3:41-49; QS.4:172-173; QS.19:17-37),
yang memiliki martabat ruhani lebih
tinggi daripada ibunya (Maryam binti
‘Imran), firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ
مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ
اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا
النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah
mengemukakan istri Nuh dan istri
Luth sebagai misal bagi
orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua
hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua
suami mereka, maka mereka
berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu berdua
ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah
mengemukakan istri Fir’aun sebagai misal
bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Rabb (Tuhan), buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, وَ مَرۡیَمَ ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ
اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا
فِیۡہِ مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا
وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ
-- Dan juga Maryam putri
‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,
dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia
termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).
Dalam ayat 11 orang-orang
kafir yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah diumpamakan seperti istri
durhaka Nabi Nuh a.s. dan
istri durhaka Nabi Luth a.s., untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa -- bahkan dengan nabi Allah
sekalipun -- tidak berfaedah bagi orang
yang mempunyai kecenderungan buruk
menolak kebenaran.
Misal Istri
Fir’aun dalam ayat selanjutnya menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa, tidak sepenuhnya dapat melepaskan
diri dari pengaruh buruk nafs
Ammarah (QS.12:54) yang dilukiskan
dalam wujud Fir’aun, dan setelah
sampai kepada tingkat “jiwa yang menyesali diri sendiri” (nafsu lawwamah -- QS.75:3) kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir.
Misal
(Perumpamaan) Maryam binti ‘Imran
yang Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s.
Perumpamaan Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa,
yang karena telah menutup segala jalan
dosa dan karena telah berdamai
dengan Allah Swt., mereka dikaruniai ilham
(wahyu) Ilahi; kata pengganti hi dalam
fīhi: فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ رُّوۡحِنَا -- “maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami “ menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib
baik serupa itu.
Atau, kata pengganti (hi) itu dapat pula
menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk, tetapi Maryam binti ‘Imran benar-benar telah memelihara semua inderanya secara ketat,
yang mengakibatkan Allah Swt. berkenan “meniupkan ruh-Nya” kepada orang-rang seperti itu
yakni menurunkan ilham (wahyu) Ilahi (QS.42:52-54; QS.58:23),
firman-Nya:
وَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا
فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ اٰیَۃً
لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
Maryam perempuan yang memelihara
kesuciannya, فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ
رُّوۡحِنَا -- maka Kami
meniupkan kepadanya ruh Kami وَ
جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ اٰیَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ -- dan Kami
menjadikan dia dan anaknya suatu Tanda
untuk seluruh alam. (Al-Anbiyā [21]:92).
Ayat ini selain membantah fitnahan-fitnahan keji yang dilancarkan
oleh orang-orang Yahudi terhadap Maryam
binti ‘Imran (QS.4:157;
QS.219:17-20), ayat ini pun dapat pula diterapkan kepada siapa pun yang menjalani kehidupan
yang bertakwa dan lurus.
Dalam QS.66:13 sebelum ini suatu golongan
tertentu dari orang-orang mukmin
dipersamakan dengan Maryam binti ‘Imran. Setiap orang dari antara orang-orang mukmin yang mempunyai ketakwaan seperti itu, seolah-olah menjadi Maryam binti ‘Imran, dan ketika Allah
Swt. “meniupkan ke dalam dirinya ruh-Nya”, maka ia secara
ruhani berubah menjadi seorang “Isa
anak Maryam” yakni ia mencerminkan sifat-sifat Tuhan seperti yang dimiliki Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yakni meraih
derajat kenabian.
Sejak diutus-Nya Nabi Besar Muhammad saw. yang
membawa agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), karunia Allah Swt. tersebut hanya mungkin
terjadi para pengikut
sejati Nabi Besar Muhammmad saw. (QS.3:32), firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di
antara orang-orang yang
Allah memberi nikmat kepada mereka
yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang
shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui (An-Nisa [4]:70-71).
Dengan demikian nampak sejak hubungan
antara firman Allah Swt. tersebut
dengan firman Allah Swt. berikut ini: وَ
مَرۡیَمَ ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ
اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا
فِیۡہِ مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ
رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ --
Dan juga Maryam putri ‘Imran,
yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,
dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia
termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13), dan dengan
firman-Nya:
وَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا
فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ اٰیَۃً
لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
Maryam perempuan yang memelihara
kesuciannya, فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ
رُّوۡحِنَا -- maka Kami
meniupkan kepadanya ruh Kami وَ
جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ اٰیَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ -- dan Kami
menjadikan dia dan anaknya suatu Tanda
untuk seluruh alam. (Al-Anbiyā [21]:92).
Keselarasan Peristiwa Jasmani dan Peristiwa
Ruhani & Munculnya Misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Kalangan Umat Islam
Perkembangan
akhlak dan ruhani orang-orang yang bertakwa yang benar-benar menjaga kesucian dirinya seperti Maryam
binti ‘Imran tersebut memiliki keselarasan dengan peristiwa
jasmani yang dialami oleh Maryam
binti ‘Imran dan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dalam firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ
اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی
رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan
Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran
yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber
mata air yang mengalir (Al-Mu’minūn
[23]:51).
Tidak mungkin ada lukisan
lebih bagus mengenai tempat di mana
sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhindar dari kematian terkutuk di atas salib,
beliau dan ibunda
beliau tinggal dengan aman-sentausa dan pulang ke Rahmatullāh, daripada yang dikemukakan
oleh Al-Quran dalam kata-kata "dataran yang tinggi yang memiliki
lembah-lembah hijau dan sumber-sumber air yang mengalir" yang
merupakan lukisan yang sangat tepat mengenai
Lembah Kasymir yang indah itu.
Nicholas Notovitch menamakan Kasymir
"Lembah Kebahagiaan Abadi".
Firman Allah Swt. mengenai gambaran “surga jasmani” di dunia tersebut
memiliki hubungan dengan firman-Nya mengenai “surga ruhani” yang dikemukakan firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیَّتُہَا
النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ
جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah
kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau
ridha kepada-Nya dan Dia
pun ridha kepada engkau, maka masuklah
dalam golong-an hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]: 28-31).
Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi, ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23).
Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat
surgawi ia menjadi kebal terhadap
segala macam kelemahan akhlak,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khas. Ia “manunggal” dengan Tuhan dan
tidak dapat hidup tanpa Dia.
Di dunia ini, dan bukan setelah mati perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia
inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga. Dengan demikian benarlah
sabda Masih Mau’ud a.s. berikut ini:
“Kisah-kisah yang dikemukakan di dalam Kitab
Suci Al-Quran sesungguhnya adalah nubuatan-nubuatan
yang diutarakan dalam bentuk cerita.
Dalam Kitab Taurat, yang dimaksud
adalah memang kisah-kisah saja,
tetapi di dalam Al-Quran setiap kisah tersebut merupakan nubuatan berkaitan dengan Hadhrat Rasulullah Saw. dan agama Islam dimana kenyataannya semua nubuatan tersebut telah terpenuhi secara nyata.” (Chasma Marifat).
Jadi, kembali kepada sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai tujuh kaidah
penafsiran Al-Quran, betapa pentingnya mengamalkan petunjuk dari Masih Mau’ud a.s. tersebut, sebab akibat kekeliruan menafsirkan firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 158-159 -- mengenai masalah penyaliban
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan penyelamatan beliau -- telah mengakibatkan
umumnya umat Islam tidak mampu menghadapi gerakan Kristenisasi dengan
cara-cara yang efektif dan tanpa
harus menggunakan tindakan kekerasan,
sebab Allah Swt. dalam Al-Quran
dengan jelas telah menyatakan bahwa Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat
(QS.3:56 & 145; QS.5:117-119; QS.21:35-36), dan makna kedatangan kedua kali beliau di Akhir
Zaman ini adalah kedatangan misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)
dalam wujud Masih Mau’ud a.s.,
firman-Nya:
وَ لَمَّا
ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا
ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾ اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ
جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan
sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal
itu kepada engkau melainkan perbantahan
semata. Bahkan mereka adalah kaum
yang biasa berbantah. Ia
tidak lain melainkan seorang hamba yang
telah Kami anugerahi nikmat kepadanya,
dan Kami menjadikan dia suatu
perumpamaan bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).
Shadda (yashuddu) dalam
ayat وَ لَمَّا ضُرِبَ
ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ berarti: ia menghalangi dia dari
sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes)
(Al-Aqrab-ul-Mawarid).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 21 Februari
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar