Jumat, 26 Februari 2016

Makna Kata "Rafa'a" (Mengangkat) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. & Hakikat Perumpamaan Maryam Binti 'Imran Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah



Bismillaahirrahmaanirrahiim


  KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


  Makna Kata Rafa’a  (Mengangkat) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. &   Hakikat Perumpamaan Maryam binti ‘Imran  Melahirkan     Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah

Bab 43


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai   penyelamatan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau, Maryam binti ‘Imran, ke Kasymir setelah beliau selamat dari upaya pembunuhan melalui penyaliban yang dorancang oleh para pemuka kaum Yahudi guna membuktikan  tuduhan mereka bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. seorang pendusta,  serta betapa  uniknya  “perjalanan panjang”  yang dilakukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  – yakni beliau hijrah dari Palestina ke Kasymir serta wafat di sana – karena di dekat kawasan itu pulalah Allah Swt. telah membangkitkan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ  اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ  اِلٰی رَبۡوَۃٍ  ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan  Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki   lembah-lembah hijau  dan sumber-sumber mata air yang  mengalir (Al-Mu’minūn [23]:51).
        Ayat  tersebut  merupakan tafsir dari kata rafa’a  mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam ayat: بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ --    Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا --  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisā [4]:159).

Dua Makna yang Benar  Kata  Rafa’a (Mengangkat) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. & Kedatangan Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

      Jadi, penggunaan kata rafa’a (mengangkat) dalam ayat tersebut mengandung  dua macam arti:
     (1) Pengangkatan secara ruhani, yaitu Allah Swt. telah menyelamatkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari kematian terkutuk di atas salib yang diupayakan oleh para pemuka kaum Yahudi untuk membuktikan tuduhan mereka terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..
     (2) Pengangkatan secara jasmani, yaitu Allah Swt. telah menyelamatkan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau (Maryam binti ‘Imran) ke sebuah tempat yang jauh dari wilayah Palestina,  yang merupakan sebuah dataran tinggi  yang penuh dengan lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir, seakan-akan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. berada dalam surga di dunia ini  juga, yakni Kasymir.
      Sebaliknya, kaum Yahudi yang berada di Palestina kembali  mendapat kehinaan karena Yerusalem  untuk kedua kalinya diserbu  oleh Panglima Titus dari kerajaan Romawi, sehingga orang-orang Yahudi bukan saja telah kehilangan  silsilah kenabian  tetapi juga telah kehilangan tanah-air mereka (Palestina) dan mereka telah menjadi bangsa yang tercerai-berai di berbagai penjuru dunia dan senantiasa mendapat perlakuan kejam dari bangsa-bangsa yang membenci mereka, firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ  رَبَّکَ  لَسَرِیۡعُ  الۡعِقَابِ ۚۖ وَ  اِنَّہٗ  لَغَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengumumkan bahwa niscaya  Dia akan mengutus  kepada mereka  orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka  azab yang sangat buruk hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang  (Al-A’rāf [7]:168). Lihat pula  bab kutuk -  Ulangan 28:15-68;  bab pembinasa keji   - Matius 23:37-39 & 24:1-22.
     “Batu sandungan” yang sangat menggelincirkan  dan paling berbahaya dari peristiwa “penyaliban” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang sangat misterius adalah   munculnya  faham “Trinitas” dan  “penebusan  dosa”  oleh kematian terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib, mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:  
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ لَا تَغۡلُوۡا فِیۡ دِیۡنِکُمۡ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ ؕ اِنَّمَا الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ رَسُوۡلُ اللّٰہِ وَ کَلِمَتُہٗ ۚ اَلۡقٰہَاۤ اِلٰی مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ مِّنۡہُ ۫ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ۟ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا ثَلٰثَۃٌ ؕ اِنۡتَہُوۡا خَیۡرًا  لَّکُمۡ ؕ اِنَّمَا اللّٰہُ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ؕ سُبۡحٰنَہٗۤ اَنۡ یَّکُوۡنَ لَہٗ  وَلَدٌ ۘ لَہٗ  مَا  فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا  فِی  الۡاَرۡضِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ  وَکِیۡلًا ﴿﴾٪  لَنۡ یَّسۡتَنۡکِفَ الۡمَسِیۡحُ اَنۡ یَّکُوۡنَ عَبۡدًا لِّلّٰہِ وَ لَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ؕ وَ مَنۡ یَّسۡتَنۡکِفۡ عَنۡ عِبَادَتِہٖ وَ یَسۡتَکۡبِرۡ فَسَیَحۡشُرُہُمۡ  اِلَیۡہِ جَمِیۡعًا ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam urusan agama kamu, dan janganlah kamu mengatakan mengenai Allah kecuali yang haq. Sesungguhnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam hanyalah  seorang rasul Allah,    suatu kalimat dari-Nya yang diturunkan kepada Maryam, dan  ruh  dari-Nya, maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan janganlah kamu  mengatakan: “Tuhan itu tiga”, berhentilah, itu lebih baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa.  Maha Suci Dia dari memiliki  anak. Milik-Nya apa pun  yang ada di seluruh langit dan   apa  pun yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.  لَنۡ یَّسۡتَنۡکِفَ الۡمَسِیۡحُ اَنۡ یَّکُوۡنَ عَبۡدًا لِّلّٰہِ وَ لَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- Al-Masih tidak pernah   merasa hina menjadi hamba bagi Allah, dan tidak juga malaikat yang dekat kepada-Nya, وَ مَنۡ یَّسۡتَنۡکِفۡ عَنۡ عِبَادَتِہٖ وَ یَسۡتَکۡبِرۡ فَسَیَحۡشُرُہُمۡ  اِلَیۡہِ جَمِیۡعًا -- dan barangsiapa merasa hina karena beribadah kepada-Nya dan berlaku takabur maka Dia akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya  (An-Nisā [4]:172-173).

Makna Kalimah dan Ruh

       Kalimat dalam ayat:  اِنَّمَا الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ رَسُوۡلُ اللّٰہِ وَ کَلِمَتُہٗ ۚ اَلۡقٰہَاۤ اِلٰی مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ مِّنۡہُ ۫    -- “Sesungguhnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam hanyalah  seorang rasul Allah,    suatu kalimat dari-Nya  yang diturunkan kepada Maryam  dan  ruh  dari-Nya“ berarti: sebuah kata, putusan, perintah (Al-Mufradat).
     Kata Kalimat  bersama-sama dengan kata ruh menjelaskan tanpa sekelumit pun keraguan bahwa jauh dari membenarkannya, bahkan  kata-kata itu dipakai untuk menghancurkan dan menolak paham yang menganggap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah Tuhan dan anak Tuhan.
     Dalam ayat ini Nabi Isa a.s. disebut Kalimatullāh, karena kata-kata (ucapan-ucapan) beliau membantu untuk kepentingan Kebenaran. Seperti halnya orang yang membela kepentingan kebenaran dengan keberaniannya disebut Saifullāh (Pedang Allah) atau Asadullah (Singa Allah), demikian pula Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  disebut Kalimatullāh, sebab kelahirannya tidak terjadi dengan perantaraan seorang ayah melainkan atas “perintah” langsung dari Allah Swt.  (QS.19:22).
     Selain arti harfiah yang tercantum di atas, Al-Quran telah memakai kata kalimah dalam arti-arti berikut: (1) “Tanda” (QS.66:13 dan QS.8:8); (2) “hukuman” (QS.10:97); (3) “rencana” atau “rancangan” (QS.9:40); (4) “kabar gembira” (QS.7:138); (5) “ciptaan Tuhan” (QS.18:110); (6) “semata-mata ucapan” atau “semata-mata pernyataan” (QS.23:101).
     Diambil dalam rangkuman salah satu arti di atas, penggunaan kata kalimah mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sekali-kali tidak memberikan kepada beliau suatu martabat yang lebih baik daripada nabi-nabi lainnya. Tambahan pula, bila Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  disebut Kalimah dalam Al-Quran,  Nabi Besar Muhammad saw. dalam Al-Quran telah disebut Adz-Dzikr, artinya Kitab atau nasihat yang baik (QS.65:11-12), yang tentunya terdiri atas banyak kalimat.
      Pada hakikatnya, bila Kalimatullāh diambil dalam arti “Firman Allah”,  paling-paling kita hanya dapat mengatakan bahwa  Allah Swt.   telah menyatakan Diri-Nya lewat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   seperti halnya Dia menyatakan Diri-Nya melalui para nabi Allah lainnya. Kata-kata   atau kalimat  tidak lain hanya wahana untuk pengungkapan pikiran-pikiran. Kata-kata (kalimat) tidak merupakan bagian wujud kita dan tidak pula menjadi titisan manusia.
  Makna rūh dalam ayat:  اَلۡقٰہَاۤ اِلٰی مَرۡیَمَ وَ رُوۡحٌ مِّنۡہُ   --  “yang diturunkan kepada Maryam  dan  ruh  dari-Nya“ berarti:  ruh atau jiwa, nafas yang memenuhi seluruh jisim, dan apabila nafas berhenti  maka orang akan mati; wahyu Ilahi atau ilham; Al-Quran; malaikat; kegembiraan dan kebahagiaan; rahmat (Lexicon Lane). Dari berbagai arti rūh dan kalimah tersebut di atas jelaslah bahwa tidak ada kedudukan ruhani yang istimewa pada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..

Para Rasul Allah Merupakan “Suami Ruhani” Bagi Kaum Mereka s.

   Kata-kata itu dan ucapan-ucapan lainnya yang seperti itu dipakai dalam Al-Quran mengenai nabi-nabi Allah lainnya, dan juga mengenai orang-orang shalih lainnya seperti  Maryam binti ‘Imran (QS.15:30; QS.32:10; QS.58:23). Kata-kata itu telah dipergunakan untuk membersihkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dan  Maryam binti ‘Imran dari noda-noda yang dilemparkan oleh orang-orang Yahudi kepada kedua mereka itu dan bukan memberikan kepada mereka suatu kedudukan ruhani istimewa (QS.19:28-35).
 Mengisyaratkan kepada kenyataan itu pulalah Allah Swt. dalam Al-Quran telah menjadikan Maryam binti ‘Imran dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  sebagai perumpamaan bagi orang-orang bertakwa, yang karena memelihara kesucian akhlak dan ruhaninya secara ketat – seperti halnya yang dilakukan Maryam binti ‘Imran  --  ia  mengalami  proses perkembangan akhlak dan ruhani, seperti Maryam binti ‘Imran yang mengalami  kehamilan melalui “peniupan ruh”  oleh Allah  Swt. (QS,21:92), yang kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:41-49;  QS.4:172-173; QS.19:17-37), yang memiliki martabat ruhani lebih tinggi daripada ibunya (Maryam binti ‘Imran), firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”  Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Rabb (Tuhan), buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ   -- Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).
    Dalam ayat 11 orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah diumpamakan seperti istri durhaka Nabi Nuh a.s.   dan istri durhaka Nabi Luth a.s.,  untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa   -- bahkan dengan  nabi Allah sekalipun --  tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.
    Misal  Istri Fir’aun dalam ayat selanjutnya menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa, tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh buruk  nafs Ammarah (QS.12:54) yang dilukiskan dalam wujud Fir’aun, dan setelah sampai kepada tingkat “jiwa yang menyesali diri sendiri” (nafsu lawwamah    -- QS.75:3) kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir.

Misal (Perumpamaan) Maryam binti ‘Imran yang Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s.

   Perumpamaan Maryam binti ‘Imran,  ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt., mereka dikaruniai ilham (wahyu)  Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi: فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا  -- “maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami “   menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu.
   Atau, kata pengganti (hi)  itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk, tetapi Maryam binti ‘Imran benar-benar telah memelihara semua inderanya secara ketat, yang mengakibatkan Allah Swt. berkenan “meniupkan  ruh-Nya” kepada orang-rang seperti itu yakni menurunkan ilham (wahyu) Ilahi (QS.42:52-54; QS.58:23), firman-Nya:
وَ الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ  اٰیَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah Maryam perempuan yang memelihara kesuciannya, فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا --  maka Kami meniupkan kepadanya ruh Kami وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ  اٰیَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ  -- dan Kami menjadikan dia dan anaknya  suatu Tanda untuk seluruh alam. (Al-Anbiyā [21]:92).
      Ayat ini selain membantah fitnahan-fitnahan keji yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi terhadap  Maryam binti ‘Imran  (QS.4:157; QS.219:17-20), ayat ini pun  dapat pula diterapkan kepada siapa pun yang menjalani kehidupan yang bertakwa dan lurus.
      Dalam QS.66:13 sebelum ini suatu golongan tertentu dari orang-orang mukmin dipersamakan dengan  Maryam binti ‘Imran. Setiap orang dari antara orang-orang mukmin yang mempunyai ketakwaan seperti itu, seolah-olah menjadi   Maryam binti ‘Imran, dan ketika Allah Swt.   “meniupkan ke dalam dirinya ruh-Nya”,  maka ia secara ruhani berubah menjadi seorang “Isa anak Maryam” yakni ia mencerminkan sifat-sifat Tuhan seperti yang dimiliki Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yakni meraih derajat kenabian.
     Sejak diutus-Nya Nabi Besar Muhammad saw. yang membawa agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), karunia Allah Swt. tersebut hanya  mungkin  terjadi  para  pengikut sejati Nabi Besar Muhammmad saw. (QS.3:32), firman-Nya:  
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui  (An-Nisa [4]:70-71).
        Dengan demikian nampak sejak hubungan antara   firman Allah Swt. tersebut dengan firman Allah Swt. berikut ini: وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ   -- Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13), dan dengan firman-Nya:
وَ الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ  اٰیَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah Maryam perempuan yang memelihara kesuciannya, فَنَفَخۡنَا فِیۡہَا مِنۡ رُّوۡحِنَا --  maka Kami meniupkan kepadanya ruh Kami وَ جَعَلۡنٰہَا وَ ابۡنَہَاۤ  اٰیَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ  -- dan Kami menjadikan dia dan anaknya  suatu Tanda untuk seluruh alam. (Al-Anbiyā [21]:92).

Keselarasan Peristiwa Jasmani dan Peristiwa Ruhani  & Munculnya  Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Kalangan Umat Islam

       Perkembangan akhlak dan ruhani  orang-orang yang bertakwa yang benar-benar menjaga kesucian dirinya  seperti Maryam binti ‘Imran tersebut   memiliki keselarasan dengan  peristiwa jasmani yang dialami oleh Maryam binti ‘Imran dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ  اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ  اِلٰی رَبۡوَۃٍ  ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan  Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki   lembah-lembah hijau  dan sumber-sumber mata air yang  mengalir (Al-Mu’minūn [23]:51).
 Tidak mungkin ada lukisan lebih bagus mengenai tempat di mana sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  terhindar dari kematian terkutuk di atas salib,  beliau  dan ibunda beliau  tinggal  dengan aman-sentausa dan pulang ke Rahmatullāh, daripada yang dikemukakan oleh Al-Quran  dalam kata-kata "dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber air yang mengalir" yang merupakan lukisan yang sangat tepat mengenai  Lembah Kasymir yang indah itu. Nicholas Notovitch menamakan Kasymir "Lembah Kebahagiaan Abadi".
     Firman Allah Swt.  mengenai gambaran “surga jasmani” di dunia tersebut   memiliki hubungan dengan firman-Nya mengenai “surga ruhani” yang dikemukakan firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾  وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾  
Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau, maka masuklah dalam golong-an hamba-hamba-Ku,   dan masuklah ke dalam surga-Ku.  (Al-Fajr [89]: 28-31).
    Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi, ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khas. Ia “manunggal” dengan Tuhan dan tidak dapat hidup tanpa Dia.
    Di dunia ini, dan bukan  setelah mati perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan  bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga. Dengan demikian benarlah sabda Masih Mau’ud a.s.  berikut ini:
Kisah-kisah yang dikemukakan di dalam Kitab Suci Al-Quran sesungguhnya adalah nubuatan-nubuatan yang diutarakan dalam bentuk cerita. Dalam Kitab Taurat, yang dimaksud adalah memang kisah-kisah saja, tetapi di dalam Al-Quran setiap kisah tersebut merupakan nubuatan berkaitan dengan Hadhrat Rasulullah Saw. dan agama Islam dimana kenyataannya semua nubuatan tersebut telah terpenuhi secara nyata.”   (Chasma Marifat).  
      Jadi, kembali kepada sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai tujuh kaidah  penafsiran Al-Quran, betapa pentingnya mengamalkan  petunjuk dari Masih Mau’ud a.s. tersebut, sebab akibat kekeliruan   menafsirkan  firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 158-159   -- mengenai masalah  penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dan penyelamatan beliau   -- telah mengakibatkan umumnya  umat Islam tidak mampu menghadapi gerakan Kristenisasi  dengan cara-cara yang efektif dan tanpa harus menggunakan tindakan kekerasan, sebab Allah Swt. dalam Al-Quran dengan jelas telah menyatakan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat (QS.3:56 & 145; QS.5:117-119; QS.21:35-36), dan makna kedatangan kedua kali beliau di Akhir Zaman ini adalah kedatangan misal Nabi  Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) dalam wujud Masih Mau’ud a.s., firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾   
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya,     dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  Ia tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan  bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).
       Shadda (yashuddu)  dalam ayat  وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ    berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Al-Aqrab-ul-Mawarid).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo

Pajajaran Anyar,   21 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar