Rabu, 09 Maret 2016

Superioritas (Keunggulan) Al-Quran Dibandingkan Kitab-kitab Suci yang Diwahyukan Sebelumnya & Perumpamaan "Kalimah yang Baik" dan "Kalimah yang Buruk"



Bismillaahirrahmaanirrahiim

KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


 Superioritas (Keunggulan) Al-Quran Atas Kitab-kitab Suci yang Diwahyukan Sebelumnya  &  Perumpamaan “Kalimah yang Baik” dan “Kalimah yang Buruk

Bab 51


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D

alam bagian akhir Bab sebelumnya telah kemukakan  mengenai  akibat buruk ketidak-bersyukuran kaum Nabi Nuh a.s. terhadap nikmat-nikmat Allah Swt. (QS.14:8) – terutama terhadap turunnya hujan ruhani berupa wahyu Ilahi kepada rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-5) – maka Allah Swt. akan membukakan “pintu-pintu langit” berupa curahan air hujan  yang diluar qadar (ukuran) yang   menyebabkan terbukanya “pintu-pintu  di muka bumi” berupa pancaran berbagai sumber mata air, sehingga  pertemuan  air dari langit dan air yang memancar dari bumi tersebut mengakibatkan terjadi bencana banjir dahsyat sebagaimana yang terjadi di zaman Nabi Nuh a.s., firman-Nya: 

کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ  قَوۡمُ نُوۡحٍ  فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ  قَالُوۡا  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾  فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾  وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ ﴿ۚ﴾  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ ﴿ۙ﴾  تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  تَّرَکۡنٰہَاۤ  اٰیَۃً  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾  فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ  وَ  نُذُرِ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾



Sebelum mereka pun kaum Nuh  telah  mendustakan,  lalu mereka mendustakan hamba Kami dan mereka berkata: “Ia  orang gila dan terusir.”   Maka ia (Nuh) berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya): “Sesungguhnya aku dikalahkan  maka tolonglah aku.”  Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras, dan Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.  Dan  Kami mengangkut dia  (Nuh) di atas sesuatu yang terbuat dari papan dan paku,  yang berlayar di bawah  pengawasan Kami sebagai ganjaran bagi orang yang senantiasa diingkari.   Dan  sungguh  Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai Tanda, maka apakah ada yang mengambil peringatanMaka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ  -- Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).



Berbagai Hikmah yang Tersembunyi Dalam Al-Quran



    Kejadian-kejadian tentang kaum Nabi Nuh a.s., suku-suku bangsa ‘Ad, Tsamud dan kaum Nabi Luth a.s.   telah berulangkali dan dengan agak terinci disebut-sebut dalam Al-Quran, sebab suku-suku bangsa itu hidup di lingkungan wilayah Hijaz, dan kaum Quraisy sangat mengenal sejarah mereka dan juga mempunyai hubungan niaga dengan mereka itu.

     Kaum Nabi Nuh a.s.  hidup di negeri Irak, yang terletak di sebelah timur-laut Arabia, dan suku bangsa Tsamud berkembang subur makmur di sebelah barat-laut Arabia, yang membentang dari Hijaz sampai ke Palestina, dan kaum Nabi Luth a.s.   yang malang itu tinggal di Sodom dan Gomorah di Palestina.

    Makna ayat:    فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ  -- “Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras, وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ  -- dan Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.” Air hujan yang tercurah dengan deras dari angkasa dan air yang menyembur dari dalam tanah, “kedua air itu” menyebabkan banjir raksasa yang menenggelamkan seluruh negeri kaum Nabi Nuh a.s. yang mendustakan dan menentang beliau, dan dengan demikian menjadi genaplah takdir Ilahi menghancurkan kaum Nabi Nuh a.s. yang takabbur dan durhaka.

   Makna ayat selanjutnya: وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ  -- “Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil peringatan?”   Al-Quran telah dipermudah pula dalam artian bahwa Kitab itu meliputi semua ajaran kekal abadi dan tidak termusnahkan yang terdapat di dalam Kitab-kitab wahyu lainnya, dengan banyak ajaran yang perlu sekali sebagai petunjuk bagi manusia hingga Hari Kiamat (QS.98:4).

   Khazanah-khazanah makrifat Ilahi dan rahasia-rahasia gaib yang tersembunyi di dalam Al-Quran, hanya dapat dijangkau oleh sedikit bilangan hamba Allah yang bertakwa yang dilimpahi pengertian ruhani istimewa dan yang telah menaiki jenjang ketinggian perhubungan dengan Dzat Ilahi dan telah disucikan oleh Allah Swt. (QS.56:80; QS.72:27-29).



Makna “Kitab yang Sangat  Terpelihara 



         Kembali kepada firman Allah Swt. mengenai pewahyuan Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw.:

فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾

Tidak demikian,   Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan.  Dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui, sesungguhnya itu  benar-benar  Al-Quran yang mulia, dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.       Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. (Al-Wāqi’ah [56]: [76-81).

        Makna ayat: فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ --  “dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,“ bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik (QS.15:10), merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad  tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan.

  Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya, tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil (kesimpulan) yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh   Nabi Besar Muhammad saw. kepada dunia 14  abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun (Sir Williams Muir).

 Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya (ayat 80). Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam.

  Seperti hukum alam, demikian juga  cita-cita dan asas-asas  dalam Al-Quran  juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman. Atau, ayat فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ --  “dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31).

  Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran, sebagaimana dikemukakan ayat selanjutnya:  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- “yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.

  Hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih (QS.91:8-11), firman-Nya:

عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾

Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29). Lihat pula QS.3:180.



Dua Tujuan Akbar Diwahyukan-Nya Al-Quran dan Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw. & Cara  Allah Swt. “Menjaga” Al-Quran



      Sehubungan dengan  jaminan Allah Swt. akan senantiasa “menjaga”  (memelihara) Al-Quran, Masih Mau’ud a.s. bersabda:

        Makna dari  ayat:

ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭

Dia-lah yang telah mengutus di tengah-tengah bangsa yang butahuruf seorang rasul dari antara mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  (Al-Jumu’ah [62]:3), adalah untuk menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Quran mempunyai dua tujuan akbar yang untuk itu maka telah diutus Hadhrat Rasulullah Saw.. Yang pertama adalah hikmah kebijaksanaan Al-Quran yaitu yang berkaitan dengan wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang dikandungnya. Yang kedua adalah pengaruh dari Al-Quran dalam mensucikan batin.

       Penjagaan Al-Quran tidak saja berarti memelihara keutuhan teksnya, karena fungsi seperti ini juga telah dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristiani berkaitan dengan Kitab-kitab suci mereka sejak dahulu  sedemikian rupa, sehingga tekanan huruf-huruf hidup (vowel) dari Kitab Taurat pun mendapat perhatian mereka.

     Yang dimaksud dengan penjagaan Al-Quran tidak saja hanya memelihara teksnya tetapi juga memelihara kemaslahatan dan pengaruh Kitab tersebut, dan hal ini bisa dilakukan sejalan dengan pengelolaan Ilahi, jika dari waktu ke waktu selalu didatangkan wakil-wakil dari Hadhrat Rasulullah Saw. dimana mereka ini memperoleh berkat kerasulan sebagai refleksi (pantulan) wujud beliau. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

وَعَدَ  اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan bermuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka dan niscaya  Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah kepada-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Daku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka (Al-Nūr [24]:56).

Ayat ini menjelaskan makna dari ayat lainnya yaitu:

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ

Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya” (Al-Hijr [15]:10).

      Sebagai jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana Al-Quran itu akan dijaga, Allah Yang Maha Agung telah berfirman bahwa dari waktu ke waktu Dia akan mengirimkan pewaris Hadhrat Rasulullah Saw..” (Shahadatul Quran, Panjab Press, Sialkot, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. VI, hlm. 338-339, London, 1984).



Tanda-tanda Kebenaran Al-Quran Sebagai Kitab Ilahi



      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai tanda-tanda kebenaran Al-Quran sebagai Kitab Ilahi:

     Cara yang pasti, mudah, sempurna, tanpa kesulitan, tanpa susah-payah, tanpa keraguan atau kecurigaan, tanpa kesalahan atau kealpaan  -- berikut prinsip-prinsip yang benar yang dilengkapi dengan argumentasi yang mendukung serta memberikan keyakinan yang sempurna -- adalah Kitab Suci Al-Quran. Tidak ada Kitab atau pun sarana lainnya yang bisa memberikan sarana guna pencapaian tujuan akbar tersebut.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 77, London, 1984).

Firman-Nya:

اِنَّ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِالذِّکۡرِ  لَمَّا جَآءَہُمۡ ۚ وَ  اِنَّہٗ   لَکِتٰبٌ عَزِیۡزٌ ﴿ۙ﴾ لَّا یَاۡتِیۡہِ  الۡبَاطِلُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ لَا مِنۡ خَلۡفِہٖ ؕ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ حَکِیۡمٍ حَمِیۡدٍ ﴿﴾

Sesungguhnya rugilah orang-orang yang ingkar kepada Peringatan, yakni Al-Quran,  ketika ia datang kepada mereka, dan sesungguhnya ia benar-benar Kitab yang mulia. لَّا یَاۡتِیۡہِ  الۡبَاطِلُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ لَا مِنۡ خَلۡفِہٖ  -- Kebatilan tidak dapat mendekatinya, baik dari depannya maupun dari belakangnya. تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ حَکِیۡمٍ حَمِیۡدٍ  -- Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji. Hā MīmAs-Sajdah [41]:42-43).

    Dalam ayat tersebut – dan juga dalam berbagai Surah lainnya – mengapa Al-Quran disebut dzikr karena:

  (a) Al-Quran mengemukakan dan mengulang-ulangi asas-asas dan ajaran-ajarannya dalam berbagai bentuk, dengan demikian membuat manusia terus mengingat asas-asas serta ajaran-ajarannya;

 (b) Al-Quran mengingatkan manusia akan ajaran-ajaran mulia yang pernah diturunkan di dalam Kitab-kitab Suci terdahulu; dan

 (c) dengan beramal atas ajaran-ajarannya manusia dapat menaiki puncak-puncak keluhuran ruhani (dzikr berarti pula kehormatan).

  Al-Quran adalah Kitab suci yang sangat  menakjubkan, ternyata tidak ada satu pun di antara kebenaran-kebenaran, asas-asas, dan cita-cita agung yang diuraikan oleh Al-Quran pernah disangkal atau ditentang oleh ajaran-ajaran zaman dahulu ataupun oleh ilmu pengetahuan modern.



Keadaan Kitab-kitab Suci yang Diwahyukan Sebelum Al-Quran  Superioritas Al-Quran



  Lebih lanjut Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai keadaan Kitab-kitab suci yang diwajyukan sebelum Al-Quran:

     Tanda jelas yang digunakan seorang yang berfikir untuk mengenali suatu Kitab yang diwahyukan hanya bisa ditemukan di dalam Kitab Suci dari Allah Yang Maha Kuasa yaitu Al-Quran. Di masa ini semua sifat  yang seharusnya bisa ditemukan sebagai tanda yang jelas dari suatu Kitab Ilahi nyatanya tidak terdapat di dalam Kitab-kitab lainnya. Bisa jadi Kitab-kitab tersebut ada memiliki sifat-sifat tersebut di masa awalnya, tetapi yang jelas sekarang ini sudah tidak ada lagi.

       Berdasarkan alasan yang telah kami kemukakan, Kitab-kitab tersebut masih kami anggap sebagai sesuatu yang diwahyukan, namun dalam kondisinya sekarang ini sebenarnya Kitab-kitab itu sudah tidak ada gunanya. Kitab-kitab itu lebih mirip istana yang telah kosong dan tinggal puing-puingnya serta luput dari kekayaan dan kekuatan.” (artikel dilekatkan pada Chasma Ma’rifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm, 402, London, 1984).

      Penjelasan Masih Mau’ud a.s. mengenai ketidak-berfungsian  Kitab-kitab yang diwahyukan sebelum Al-Quran tersebut sesuai dengan pernyataan Allah Swt. mengenai  makna pembatalan (nasikh-mansukh) dalam firman-Nya berikut ini:

مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾

Ayat  mana pun yang Kami mansukhkan  yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak  mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).

      Ayah berarti, pesan, tanda, perintah atau ayat Al-Quran (Lexicon Lane).  Ada kekeliruan dalam mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat Al-Quran telah dimansukhkan (dibatalkan). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat Al-Quran, sebab dalam QS.5:4 dan QS.15:10 dengan tegas Allah Swt.  menyatakan bahwa  agama Islam (Al-Quran) merupakan  agama dan Kitab suci terakhir dan tersempurna dan senantiasa mendapat jaminan pemelihraan Allah Swt. dalam segala seginya.

     Dalam ayat sebelum dan sesudah ayat ini telah disinggung mengenai Ahlul Kitab dan kedengkian  mereka terhadap wahyu baru yang menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh (batal)  menunjuk kepada wahyu-wahyu terdahulu. Dijelaskan bahwa Kitab-kitab Suci terdahulu mengandung dua macam perintah (aturan/hukum):

    (a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah dan karena keuniversilan wahyu baru itu  menghendaki pembatalan;

   (b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti dengan perintah-perintah baru dan pula menegakkan kembali perintah-perintah yang sudah hilang, maka Allah Swt.  menghapuskan beberapa bagian wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan lagi bagian-bagian yang hilang dengan yang sama.

Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran. Al-Quran telah    membatalkan semua Kitab Suci sebelumnya, sebab — mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula kepada seluruh umat manusia dari semua zaman. Karena itu ajaran yang lebih rendah dengan lingkup tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas universal.

      Dalam ayat ini kata nansakh (Kami membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik), dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā (yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah SWt. menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik, dan bila untuk sementara waktu Dia membiarkan sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang lain. Diakui oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan ke Babilonia oleh Nebukadnezar, seluruh Taurat (lima Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang (Encyclopaedia Biblica).



Superioritas Al-Quran & Perumpamaan  Kalimat yang Baik” dan “Kalimat yang Buruk



       Lebih jauh Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi mengenai keunggulan Al-Quran sebagai Kitab suci  yang terakhir dan  tersempurna:

      Jika ada lawan Islam yang berkeberatan atas superioritas atau lebih baiknya Al-Quran dibanding semua Kitab-kitab yang diwahyukan, karena hal itu berarti bahwa Kitab-kitab lainnya itu mutunya lebih rendah, padahal isinya bersumber pada Tuhan yang sama, sehingga seharusnya tidak ada masalah superioritas atau inferioritas di antara Kitab-kitab tersebut, maka jawaban untuk itu ialah bahwa dari sudut pandang pewahyuan memang semua Kitab itu sama adanya, namun nyatanya yang satu lebih tinggi dari yang lain berkaitan dengan kuantitas isi dan penyempurnaan keimanan yang dikandungnya.

       Dari sudut pandang ini, jelas bahwa Al-Quran lebih unggul dibanding semua Kitab Samawi lainnya, karena Kitab-kitab tersebut tidak mengandung petunjuk guna penyempurnaan agama, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan Ketauhidan Ilahi, penyangkalan segala bentuk syirik, obat penawar bagi penyakit-penyakit ruhani, argumentasi untuk menolak agama-agama palsu serta bukti-bukti dari akidah yang benar, sebagaimana secara tegas dikemukakan dalam Al-Quran.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 74, London, 1984).

       Sungguh sangat menakjubkan perumpamaan yang dikemukakan Allah Swt. berikut ini mengenai perbandingan antara Al-Quran  (Kalimah yang baik)  yang senantiasa mendapat jaminan pemeliharaan Allah Swt. (QS.15:10)  dengan Kitab-kitab suci sebelumnya yang tidak mendapat jaminan pemeliharaan Allah Swt. karena misinya bersifat kaumi dan untuk sementara karena keadaannya bagaikan pakaian  anak-anak kecil  yang tidak dapat digunakan lagi ketika perkembangan tubuh manusia telah mencapai kedewasaan sepenuhnya, sehingga jika “pakaian kecil” seperti itu dipaksakan untuk dipakai orang dewasa  mutlak  harus dilakukan berbagai macam perombakan dalam segala seginya (QS.2:107), firman-Nya:

اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا کَلِمَۃً طَیِّبَۃً  کَشَجَرَۃٍ  طَیِّبَۃٍ اَصۡلُہَا ثَابِتٌ وَّ فَرۡعُہَا فِی  السَّمَآءِ ﴿ۙ﴾  تُؤۡتِیۡۤ  اُکُلَہَا کُلَّ حِیۡنٍۭ  بِاِذۡنِ رَبِّہَا ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ  الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ کَشَجَرَۃٍ خَبِیۡثَۃِۣ اجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ مَا  لَہَا مِنۡ  قَرَارٍ ﴿﴾  یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ وَ یَفۡعَلُ  اللّٰہُ  مَا یَشَآءُ ﴿٪﴾

Tidakkah engkau melihat  bagaimana Allah mengemukakan perumpamaan satu kalimat yang baik? Kalimat itu seperti sebatang pohon yang baik, yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau  langit? Ia memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Rabb-nya (Tuhan-nya), dan  Allah mengemukakan perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia  supaya mereka mendapat nasihat.  Dan perumpamaan kalimah yang buruk  adalah seperti  pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, ia sekali-kali tidak memiliki kemantapan.  Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan firman yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang zalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim [14]:25-28).



Sifat-sifat  Pohon yang Baik” (Al-Quran)



      Firman Allah  dalam ayat-ayat ini diumpamakan sebatang pohon yang mempunyai empat macam sifat yang penting:

    (a) Kalam Ilahi  itu baik, artinya bersih dari segala ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal dan kata hati manusia atau berlawanan dengan perasaan dan kepekaan tabiat manusia.

     (b) Seperti sebatang pohon yang baik, akarnya dalam serta buahnya subur; Kalam Ilahi itu mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, dan menerima hayat serta jaminan hidup yang tetap segar dari sumbernya; dan laksana sebatang pohon yang kuat  firman Ilahi itu tidak merunduk oleh tiupan angin perlawanan serta kecaman yang timbul dari rasa permusuhan, tetapi berdiri tegak di hadapan segala taufan badai. Firman Allah itu mendapat hayat dan jaminan hidup hanya dari satu sumber dan oleh karena itu tidak ada ketidak-serasian atau pertentangan dalam prinsip-prinsip dan ajarannya.

      (c) Dahan-dahannya menjangkau sampai ke langit, yang berarti bahwa dengan mengamalkannya  orang dapat menanjak ke puncak-puncak kemuliaan ruhani tertinggi.

      (d) Kalam Ilahi itu menghasilkan buahnya yang berlimpah-limpah di segala musim, yang berarti bahwa berkat-berkatnya nampak di sepanjang masa. Kalam Ilahi itu di sepanjang abad terus-menerus membuahkan orang-orang yang karena beramal sesuai dengan ajaran-ajarannya mencapai perhubungan dengan Allah Swt.,  dan karena kejujurannya serta kesucian dalam tingkah lakunya  menjulang tinggi dan mengatasi orang-orang yang sezaman dengan mereka.

       Al-Quran memiliki semua sifat itu dalam ukuran (kadar) yang sepenuhnya:  یُثَبِّتُ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِالۡقَوۡلِ الثَّابِتِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ  -- “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan firman yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.“



Sifat-sifat  Pohon yang Buruk 



       Kemudian mengenai keadaan Kitab-kitab suci yang diwahyukan sebelum Al-Quran Allah Swt. berfirman: وَ مَثَلُ کَلِمَۃٍ خَبِیۡثَۃٍ  -- “Dan perumpamaan kalimah yang buruk  اجۡتُثَّتۡ مِنۡ فَوۡقِ الۡاَرۡضِ کَشَجَرَۃٍ خَبِیۡثَۃِۣ -- adalah seperti  pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, مَا  لَہَا مِنۡ  قَرَارٍ --  ia sekali-kali tidak   memiliki kemantapan.”

        Jadi, berbeda dari pohon yang baik, kitab yang diciptakan oleh seorang pemalsu, adalah seperti pohon yang buruk. Ia tidak memiliki kekekalan atau kemantapan. Ajarannya tidak didukung oleh akal maupun hukum-hukum alam. Kitab semacam itu tak dapat bertahan terhadap kritikan, dan asas-asas serta cita-citanya terus berubah bersama dengan berubahnya keadaan manusia dan lingkungannya.

      Ia merupakan ajaran yang campur aduk, dikumpulkan dari sumber-sumber yang meragukan.  Kitab semacam itu tidak bisa melahirkan orang-orang yang dapat menda'wakan pernah mengadakan perhubungan yang hakiki dengan Allah Swt.. Kitab itu tidak menerima daya hidup yang baru dari sumber Ilahi dan selamanya terancam keruntuhan dan kemunduran: وَ یُضِلُّ اللّٰہُ الظّٰلِمِیۡنَ ۟ۙ وَ یَفۡعَلُ  اللّٰہُ  مَا یَشَآءُ  -- “dan Allah menyesatkan orang-orang zalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”



(Bersambung)



Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo

Pajajaran Anyar, 5 Maret  2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar