Senin, 07 Maret 2016

Makna Ruhani Gejala "Meteorik" Berupa "Bintang-bintang Berjatuhan" & Dibukakan-Nya "Pintu-pintu Langit dan Bumi" Penyebab Terjadinya "Banjir Dahsyat" di Zaman Nabi Nuh as.



Bismillaahirrahmaanirrahiim

KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


 Makna Gejala Meteorik Berupa  Bintang-bintang Berjatuhan” & Dibukakan-Nya "Pintu-pintu Langit dan Bumi" Penyebab Terjadinya Banjir Dahsyat di Zaman Nabi Nuh a.s.

Bab 50


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D

alam Bab sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai    makna  firman Allah Swt.:

فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾

Tidak demikian,   Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui, Sesungguhnya itu  benar-benar  Al-Quran yang mulia, dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.       Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. (Al-Wāqi’ah [56]: [76-81).

  Ayat 76  bersumpah dengan dan berpegang kepada nujum yang berarti  juga bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik kejadian (penciptaan) manusia, demikian pula untuk membuktikan keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..

 Jika kata mawāqi’ diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ  -- “Tidak demikian, Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan  bermakna bahwa telah merupakan hukum Ilahi yang tidak pernah salah, bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul senantiasa  terjadi gejala meteorik berupa  bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya.]

   Di zaman Nabi Besar Muhammad saw.   meteor-meteor jatuh sedemikian banyaknya, sehingga kaum kafir menyangka bahwa langit dan bumi akan runtuh (Tafsir Ibnu Katsir). Dari kejadian yang luar biasa inilah Heraclius  --  Kaisar kerajaan Romawi  -- yang agaknya mempunyai sedikit pengetahuan tentang ilmu perbintangan  menarik kesimpulan, bahwa nabi dan raja bangsa Arab pasti sudah muncul (Bukhari bab bad’al-wahy).

     Di zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  juga bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah yang luar biasa besarnya (Majma’ Bihar-ul-Anwar). Gejala langit ini pernah disaksikan di masa di Akhir Zaman ini dalam tahun 1885, sehubungan dengan  pengutusan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s. dan Masih Mau’ud a.s. (1835-1908).

     Dengan demikian Al-Quran, hadits dan sejarah   memberikan kesaksian, bahwa berjatuhannya meteor-meteor dalam jumlah yang luar biasa besarnya  adalah satu tanda yang pasti mengenai munculnya seorang mushlih rabbani (rasul Allah) yang kedatangannnya dijanjikan  (QS.7:35-37; QS.61: 10; QS.62:3-5).  



Makna Lain “Bintang-bintang Berjatuhan



  Salah satu makna “berjatuhannya bintang-bintang  melambangkan kerusakan yang melanda dunia agama dimana para pemuka agama  yang seharusnya menjadi pembimbing umatnya ke jalan yang benar – sebagaimana halnya fungsi posisi bintang-bintang di langit pada malam hari bagi para musafir, baik dalam perjalanan di daratan mau pun di lautan --  telah jatuh berserakan (QS.81:1-4; QS.82:1-3).

   Demikian juga halnya dengan  fungsi gunung-gunung di permukaan bumi dalam rangka meredam goncangan-goncangan akibat desakan magma, -- secara kiasan “gunung-gunung”  mengisyaratkan  kepada pemimpin-pemimpin kaum  atau bangsa-bangsa besar (Lexicon Lane), karena para pemimpin kaum pun  dapat berperan sebagai peredam terjadinya  konflik antar suku dan antara bangsa, firman-Nya:

وَ اَلۡقٰی فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ  تَمِیۡدَ بِکُمۡ  وَ اَنۡہٰرًا وَّ سُبُلًا  لَّعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  عَلٰمٰتٍ ؕ وَ  بِالنَّجۡمِ  ہُمۡ  یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  اَفَمَنۡ یَّخۡلُقُ کَمَنۡ لَّا یَخۡلُقُ ؕ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾

Dan  Dia telah meletakkan gunung-gunung di bumi supaya jangan sampai berguncang  bersama kamu, dan menjadikan sungai-sungai serta jalan-jalan supaya kamu mendapat petunjuk.   Dan Dia  menciptakan tanda-tanda yang lain,  وَ  بِالنَّجۡمِ  ہُمۡ  یَہۡتَدُوۡنَ   --  dan dengan bintang-bintang itu mereka dapat mengikuti petunjuk arah yang benar.    اَفَمَنۡ یَّخۡلُقُ کَمَنۡ لَّا یَخۡلُقُ ؕ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ --    Apakah Dia Yang menciptakan sama dengan yang tidak menciptakan? Tidakkah kamu mau meng-ambil pelajaran?   (An-Nahl [16]:16-18).

         Kata subul (jalan-jalan) dalam ayat  وَ اَنۡہٰرًا وَّ سُبُلًا  لَّعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ -- “dan menjadikan sungai-sungai serta jalan-jalan supaya kamu mendapat petunjuk   tidak berarti jalan-jalan buatan yang dikerjakan oleh tangan manusia, melainkan jalan-jalan alam yang dibentuk oleh celah-celah gunung, sungai-sungai, dan lembah-lembah, yang telah dimanfaatkan sebagai jalan raya sepanjang masa.

       Ayat  وَ  بِالنَّجۡمِ  ہُمۡ  یَہۡتَدُوۡنَ  -- “dan dengan bintang-bintang itu mereka dapat mengikuti petunjuk arah yang benar mengandung arti, bahwa sekiranya bumi ini permukaannya datar seluruhnya dan tidak ada pendakian dan penurunan, tidak ada lembah-lembah, gunung-gunung atau sungai-sungai, maka boleh dikata hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mencari jalan dari satu tempat ke tempat lain.

       Ciri-ciri khas yang berbeda-beda pada permukaan bumi menolong manusia untuk mengetahui jalan mereka. Zaman sekarang, sempadan-sempadan (tanda-tanda batas) alami telah terbukti merupakan penolong besar untuk penerbangan. Bintang-bintang pun menolong kaum musafir kelana menemukan jalan mereka di daratan dan di lautan.



Berbagai Fungsi “Gunung-gunung

  

       Salah satu makna kiasan  dari gunung-gunung  adalah  para pemuka kaum, sebab  sebagaimana halnya  menurut ilmu tanah (geologi) telah membuktikan bahwa gunung-gunung sangat besar peranannya dalam menjaga bumi ini dari gangguan gempa bumi (QS.13:4; 15:20; QS.21:32; QS.31:11; QS.77:28), demikian pula  keberadaan dan fungsi  para pemuka kaum – termasuk para pemuka agama -- mereka berkewajiban menjadi   peredam agar dalam masyarakat tidak terjadi berbagai kegoncangan akibat terjadinya konflik di antara mereka, seperti yang terjadi di Akhir Zaman ini termasuk di kalangan  umumnya umat Islam, terutama di kawasan Timur Tengah.

      Fungsi lainnya gunung-gunung adalah sebagai “reservoir” (tempat penampungan air) raksasa, sebagaimana firman-Nya:  

وَ الۡاَرۡضَ مَدَدۡنٰہَا وَ اَلۡقَیۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ وَ اَنۡۢبَتۡنَا فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ مَّوۡزُوۡنٍ ﴿﴾  وَ جَعَلۡنَا لَکُمۡ  فِیۡہَا مَعَایِشَ وَ مَنۡ لَّسۡتُمۡ  لَہٗ  بِرٰزِقِیۡنَ ﴿﴾  وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾  وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ ۚ وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ  لَہٗ  بِخٰزِنِیۡنَ ﴿﴾

Dan bumi Kami telah membentangkannya,  di dalamnya Kami  telah menegakkan gunung-gunung yang kokoh dan juga Kami menumbuhkan di dalamnya segala sesuatu dengan perimbangan yang tepat.    Dan   Kami telah menjadikan bagi kamu di dalamnya segala keperluan hidup, dan juga bagi segala makhluk yang kamu tidak memberikan rezeki kepadanya.  وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ   --  Dan  tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ  -- dan  Kami sama sekali tidak menurun-kannya melainkan dalam ukuran yang tertentu. وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ   --  Dan   Kami telah mengirimkan angin pembiak,  maka Kami  menu-runkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum, وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ  لَہٗ  بِخٰزِنِیۡنَ -- dan   sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya  (Al-Hijr [15]:20-23).

       Kata-kata   وَ الۡاَرۡضَ مَدَدۡنٰہَا berarti  Kami telah membentangkan bumi”, atau “Kami telah memperkayanya”. Kedua-dua arti itu dapat dipakai di sini. Ayat ini mengandung arti bahwa Allah Swt.  telah membuat bumi ini sedemikian luasnya, sehingga kendatipun bentuknya bulat  tetapi manusia tidak merasa tidak enak disebabkan oleh bentuknya yang bulat itu.

     Atau ayat ini berarti bahwa Allah Swt.  telah memperkaya bumi ini dengan bahan-bahan penyubur. Penyelidikan-penyelidikan ilmu perbintangan telah menyingkapkan kenyataan  bahwa bumi terus-menerus memperoleh tenaga dan unsur penyubur baru dari bintang-bintang  yang darinya jatuh ke atas bumi serbuk-serbuk zat dalam bentuk meteor-meteor atau debunya yang berguna sekali untuk meningkatkan kesuburan bumi.

      Makna ayat: وَ اَلۡقَیۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ -- “di dalamnya Kami  telah menegakkan gunung-gunung yang kokoh.” Bumi memerlukan persediaan air yang banyak untuk menumbuhkan tanaman yang menghasilkan makanan. Untuk tujuan ini Allah Swt. telah menciptakan gunung-gunung yang gunanya sebagai penampung air, yang disimpannya dalam bentuk salju dan berangsur-angsur mencair lalu disalurkan ke atas bumi melalui sungai-sungai.



Khazanah Tidak Terbatas Ciptaan Allah Swt. &  Hembusan “Angin Pembiak



        Makna ayat: وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ   --  Dan  tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ  -- dan  Kami sama sekali tidak menurun-kannya melainkan dalam ukuran yang tertentu,”  Allah Swt.   memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga  Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.

Seperti halnya alam semesta kebendaan, demikian pula  Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman (QS.56:78-81; QS.72:27-29).

         Lawāqih   dalam ayat  وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ   --  Dan   Kami telah mengirimkan angin pembiak,  maka Kami  menu-runkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum,” adalah semacam angin yang menerbangkan tepung-sari bunga dari pohon-pohon jantan ke pohon-pohon betina, supaya pohon-pohon itu berbiak.

       Kata  lawāqih   itu pun berarti angin yang mengangkut uap yang mengepul dari bumi naik ke lapisan-lapisan udara yang tinggi, dan uap itu mengambil bentuk awan-gemawan yang menurunkan air hujan. Dalam arti kiasan lawāqih mengisyaratkan kepada pengutusan Rasul Allah  karena dengan perantaraan ajarannya menyebabkan terjadinya proses “pembiakan ruhani” (pembuahan ruhani) di kalangan umat manusia, terutama di kalangan orang-orang yang beriman kepadanya, sebab para rasul Allah berpepan sebagai “suami ruhani” (pasangan/jodoh) bagi kaumnya (umat manusia   --  QS.66:11-13),  firman-Nya:

وَیۡلٌ  یَّوۡمَئِذٍ  لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾  اَلَمۡ  نَجۡعَلِ الۡاَرۡضَ  کِفَاتًا ﴿ۙ﴾  اَحۡیَآءً   وَّ  اَمۡوَاتًا ﴿ۙ﴾  وَّ جَعَلۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ شٰمِخٰتٍ وَّ اَسۡقَیۡنٰکُمۡ مَّآءً  فُرَاتًا ﴿ؕ﴾

Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.    Tidakkah Kami  menjadikan bumi cukup menampung    bagi yang hidup dan yang mati?  Dan Kami menjadikan di dalamnya gunung-gunung yang tinggi, وَّ اَسۡقَیۡنٰکُمۡ مَّآءً  فُرَاتًا --  dan Kami memberi minum kamu dengan air tawar.   (Al-Mursalāt [77]:25-28).   

  Makna ayat  اَلَمۡ  نَجۡعَلِ الۡاَرۡضَ  کِفَاتًا -- “Tidakkah Kami  menjadikan bumi cukup menampung    bagi yang hidup dan yang mati? ” Segala makhluk hidup di bumi  apabila makhluk-makhluk itu mati maka sisa-sisa jasad kasar mereka tetap tinggal di bumi dalam suatu bentuk atau lain.

   Ayat ini dapat juga mengisyaratkan kepada hukum gravitasi (gaya tarik bumi) atau kepada gerak putar bumi pada sumbunya atau peredarannya mengelilingi matahari, sehubungan dengan hal tersebut keberadaan gunung-gunung pun  memberikan kontribusi bagi kelancaran perputaran bumi pada porosnya.



Keberadaan Makhluk Hidup Penghuni Langit 



  Kata kifāt dapat pula berarti bahwa segala keperluan jasmani manusia telah terpenuhi di bumi(QS.41:10-11; QS.55:30-31), sehingga tidak perlu manusia untuk pergi ke langit  karena tidak mustahil di  salah satu bagian kawasan langit pun terdapat   planet-planet yang keadaannya  sama dengan keadaan bumi termasuk penghuninya, firman-Nya:

وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖ خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا مِنۡ دَآبَّۃٍ ؕ وَ ہُوَ  عَلٰی جَمۡعِہِمۡ   اِذَا  یَشَآءُ  قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾

Dan dari antara Tanda-tanda-Nya adalah penciptaan seluruh langit dan bumi, وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا مِنۡ دَآبَّۃٍ -- dan apa yang telah disebarkan di dalam keduanya dari binatang-binatang, وَ ہُوَ  عَلٰی جَمۡعِہِمۡ   اِذَا  یَشَآءُ  قَدِیۡرٌ  -- dan Dia berkuasa menghimpunkan mereka apabila Dia menghendaki.   (Asy-Syurā [42]:30).

   Ayat ini mengandung suatu kesaksian yang unik mengenai kenyataan bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt.. Tidaklah mungkin bagi seorang manusia biar siapa pun —  apalagi bagi seorang putra padang pasir yang buta huruf yakni Nabi Besar Muhammad saw. — mengatakan 1400 tahun yang lalu ketika ilmu perbintangan masih dalam taraf permulaan, bahwa selain di bumi kita ada kehidupan dalam satu atau lain bentuk di badan-badan langit lain juga.

   Kepada Al-Quran diserahkan upaya menyingkapkan tabir kebenaran ilmiah yang agung dan ajaib itu seperti ditampakkan oleh kata-kata ayat ini خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا مِنۡ دَآبَّۃٍ  --  penciptaan seluruh langit dan bumi dan  apa yang telah disebarkan di dalam keduanya.”

   Isyarat dalam kata-kata وَ ہُوَ  عَلٰی جَمۡعِہِمۡ      -- “dan Dia berkuasa menghimpunkan mereka” dapat ditujukan kepada kemungkinan bahwa makhluk-makhluk yang hidup di bumi dan makhluk-makhluk yang hidup di badan-badan (bagian-bagian)  langit akan menjadi bersatu kemudian hari. Penyelidikan kepurbakalaan mutakhir telah mengungkapkan bahwa "Dropas" atau pengunjung-pengunjung dari angkasa luar pernah turun ke bumi 12.000 tahun yang lalu (The Pakistan Times, tanggal 13-8-1967).



Manusia Tidak Bisa “Menyimpan Air” dari Langit  &  Musim Kemarau Ruhani yang Panjang



     Kembali kepada firman Allah Swt. dalam Surah sebelumnya mengenai salah satu fungsi gunung-gunung sebagai reservoir (penampung persediaan air) raksasa: وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ   --  Dan   Kami telah mengirimkan angin pembiak,  maka Kami  menurunkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum, وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ  لَہٗ  بِخٰزِنِیۡنَ -- dan   sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya  (Al-Hijr [15]:23).

  Pernyataan Allah Swt. وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ  لَہٗ  بِخٰزِنِیۡنَ – “dan   sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya   sangat menarik untuk dibahas dari segi keruhanian, sebab dalam dunia keruhanian di kalangan umat beragama pun terjadi pula musim kemarau ruhani  yang lama yang menyebabkan  timbulnya berbagai macam keburukan di kalangan umat beragama, firman-Nya:

اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾

Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ --  dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?    اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا  --  Ketahuilah, bahwasanya  Allāh  menghidupkan bumi sesudah matinya. قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti  (Al-Hadīd [57]:17-18).

       Sejak masa kejayaan Islam yang pertama selama 3 abad, umat Islam telah mengalami masa musim kemarau ruhani   yang panjang (lama) selama 1000 tahun (QS.32:6), sehingga “persediaan air ruhani” di gunung-gunung (para pemuka agama) dan di dalam bumi (masyarakat awam) pun semakin  mengering yang mengakibatkan terjadikan berbagai kematian dalam bidang akhlak dan ruhani  sebagaimana  firman-Nya:  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ    -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?”  

      Dengan demikian benarlah beberapa firman Allah Swt. berikut ini berkenaan dengan  menghilangnya persediaan air” di muka bumi akibat  musim kemarau yang panjang:

قُلۡ  اَرَءَیۡتُمۡ  اِنۡ  اَصۡبَحَ مَآؤُکُمۡ غَوۡرًا فَمَنۡ یَّاۡتِیۡکُمۡ بِمَآءٍ مَّعِیۡنٍ ﴿٪﴾

Katakanlah: “Beritahukanlah kepadaku, jika air kamu meresap ke dalam tanah maka siapakah yang akan mendatangkan kepada kamu air yang mengalir?” (Al-Mulk  [67]:31).

Firman-Nya lagi:

وَ اَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ فَاَسۡکَنّٰہُ  فِی الۡاَرۡضِ ٭ۖ وَ اِنَّا عَلٰی ذَہَابٍۭ بِہٖ  لَقٰدِرُوۡنَ ﴿ۚ﴾

Dan Kami menurunkan air dari langit menurut  ukuran,  lalu  Kami menempatkannya  dalam bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa untuk untuk melenyapkannya. (Al-Mu’minun [23]:19).

        Ayat ini memberikan lukisan bagaimana Allah Swt. menyediakan akan memenuhi keperluan-keperluan jasmani dan ruhani manusia. Ayat ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan bergantung pada air yang turun dari langit dalam bentuk hujan, salju atau hujan es.



Hilangnya Persediaan Air Ruhani  di Bumi & Penyebab Terjadinya “Banjir Dahsyat” di Zaman Nabi Nuh a.s.



       Demikian pula air ruhani turun dari langit dalam bentuk wahyu Ilahi   kepada para rasul Allah yang tanpa itu  tidak ada kehidupan ruhani dapat berwujud  di kalangan umat manusia mau pun umat beragama.  Dan  kalau pun pada musim kemarau panjang   di permukaan bumi masih terdapat     air yang tergenang maka keadaannya tidak layak untuk  dipakai mandi  atau untuk diminum sebab mengandung  penyakit  yang berbahaya, firman-Nya:

اَفَرَءَیۡتُمُ  الۡمَآءَ  الَّذِیۡ تَشۡرَبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  ءَاَنۡتُمۡ  اَنۡزَلۡتُمُوۡہُ مِنَ الۡمُزۡنِ اَمۡ نَحۡنُ الۡمُنۡزِلُوۡنَ ﴿﴾  لَوۡ نَشَآءُ  جَعَلۡنٰہُ  اُجَاجًا فَلَوۡ لَا تَشۡکُرُوۡنَ ﴿﴾

Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?   Apakah kamu yang menurunkannya dari awan, ataukah Kami yang menurunkan?  Niscaya Kami menjadikannya pahit  maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Wāqi’ah [56]:69-71).

   Segala kehidupan baik jasmani ataupun ruhani  tergantung dari air, yang pertama dari air hujan dan yang kedua dari wahyu Ilahi. Tanpa    keberadaan kedua jenis “air” (jasmani dan  ruhani) tersebut maka kehidupan manusia akan mengalami berbagai kerugian   karena tidak ada  sesuatu  yang bisa tumbuh tanpa keberadaan kedua jenis “air” tersebut (QS.6:100; QS.7:38; QS.13:18; QS.14:33; QS.16:11 & 66;  QS.22:6 & 64).

   Ketika manusia tidak mensyukuri nikmat Allah Swt. – terutama terhadap turunnya hujan ruhani berupa wahyu Ilahi kepada rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-5) – maka Allah Swt. akan membukakan “pintu-pintu langit” berupa curahan air hujan  yang diluar qadar (ukuran) yang   menyebabkan terbukanya “pintu-pintu  di muka bumi” berupa pancaran berbagai sumber mata air, sehingga  pertemuan  air dari langit dan air yang memancar dari bumi tersebut mengakibatkan terjadi bencana banjir dahsyat sebagaimana yang terjadi di zaman Nabi Nuh a.s., firman-Nya: 

کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ  قَوۡمُ نُوۡحٍ  فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ  قَالُوۡا  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾  فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾  وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ ﴿ۚ﴾  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ ﴿ۙ﴾  تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  تَّرَکۡنٰہَاۤ  اٰیَۃً  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾  فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ  وَ  نُذُرِ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾

Sebelum mereka pun kaum Nuh  telah  mendustakan,  lalu mereka mendustakan hamba Kami dan mereka berkata: “Ia  orang gila dan terusir.”   Maka ia (Nuh)  berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya): “Sesungguhnya aku dikalahkan  maka  tolonglah aku.”  Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras, dan Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.  Dan  Kami mengangkut dia  (Nuh) di atas sesuatu yang terbuat dari papan dan paku,  yang berlayar di bawah  pengawasan Kami sebagai ganjaran ba-gi orang yang senantiasa diingkari.   Dan  sungguh  Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai Tanda, maka apakah ada yang mengambil peringatan?  Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ  -- Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).



Berbagai Hikmah yang Tersembunyi Dalam Al-Quran



    Kejadian-kejadian tentang kaum Nabi Nuh a.s., suku-suku bangsa ‘Ad, Tsamud dan kaum Nabi Luth a.s.   telah berulangkali dan dengan agak terinci disebut-sebut dalam Al-Quran, sebab suku-suku bangsa itu hidup di lingkungan wilayah Hijaz, dan kaum Quraisy sangat mengenal sejarah mereka dan juga mempunyai hubungan niaga dengan mereka itu.

   Kaum Nabi Nuh a.s.  hidup di negeri Irak, yang terletak di sebelah timur-laut Arabia, dan suku bangsa Tsamud berkembang subur makmur di sebelah barat-laut Arabia, yang membentang dari Hijaz sampai ke Palestina, dan kaum Nabi Luth a.s.   yang malang itu tinggal di Sodom dan Gomorah di Palestina.

  Makna ayat:    فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ  -- “Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras, وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ  -- dan Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.” Air hujan yang tercurah dengan deras dari angkasa dan air yang menyembur dari dalam tanah, “kedua air itu” menyebabkan banjir raksasa yang menenggelamkan seluruh negeri kaum Nabi Nuh a.s. yang mendustakan dan menentang beliau, dan dengan demikian menjadi genaplah takdir Ilahi menghancurkan kaum Nabi Nuh a.s. yang takabbur dan durhaka.

   Makna ayat selanjutnya: وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ  -- “Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil peringatan?”   Al-Quran telah dipermudah pula dalam artian bahwa Kitab itu meliputi semua ajaran kekal abadi dan tidak termusnahkan yang terdapat di dalam Kitab-kitab wahyu lainnya, dengan banyak ajaran yang perlu sekali sebagai petunjuk bagi manusia hingga Hari Kiamat (QS.98:4).

   Khazanah-khazanah makrifat Ilahi dan rahasia-rahasia gaib yang tersembunyi di dalam Al-Quran, hanya dapat dijangkau oleh sedikit bilangan hamba Allah yang bertakwa yang dilimpahi pengertian ruhani istimewa dan yang telah menaiki jenjang ketinggian perhubungan dengan Dzat Ilahi dan telah disucikan oleh Allah Swt. (QS.56:80; QS.72:27-29).



(Bersambung)



Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo

Pajajaran Anyar,  3 Maret  2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar