Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Makna Gejala Meteorik Berupa “Bintang-bintang
Berjatuhan” & Dibukakan-Nya "Pintu-pintu Langit dan Bumi" Penyebab Terjadinya Banjir
Dahsyat di Zaman Nabi Nuh a.s.
Bab 50
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab
sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai makna firman Allah Swt.:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ
بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ
اِنَّہٗ لَقَسَمٌ لَّوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Tidak demikian, Aku benar-benar bersumpah demi
bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung,
seandainya kamu mengetahui,
Sesungguhnya itu benar-benar
Al-Quran yang mulia, dalam suatu
kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan. Wahyu
yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. (Al-Wāqi’ah [56]: [76-81).
Ayat 76 bersumpah
dengan dan berpegang kepada nujum yang berarti juga bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti
untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik kejadian (penciptaan) manusia, demikian pula untuk membuktikan
keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..
Jika kata mawāqi’ diambil dalam arti tempat-tempat dan
waktu bintang-bintang berjatuhan,
maka ayat فَلَاۤ
اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ -- “Tidak demikian,
Aku benar-benar bersumpah demi
bintang-bintang berjatuhan” bermakna
bahwa telah merupakan hukum Ilahi
yang tidak pernah salah, bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul senantiasa
terjadi gejala meteorik
berupa bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya.]
Di zaman Nabi Besar
Muhammad saw. meteor-meteor
jatuh sedemikian banyaknya, sehingga kaum
kafir menyangka bahwa langit dan bumi akan runtuh (Tafsir Ibnu
Katsir). Dari kejadian yang luar biasa inilah Heraclius -- Kaisar kerajaan Romawi -- yang agaknya mempunyai sedikit pengetahuan
tentang ilmu perbintangan menarik kesimpulan, bahwa nabi dan raja bangsa Arab
pasti sudah muncul (Bukhari
bab bad’al-wahy).
Di zaman Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. juga bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah
yang luar biasa besarnya (Majma’ Bihar-ul-Anwar).
Gejala langit ini pernah disaksikan di masa di Akhir Zaman ini dalam tahun 1885, sehubungan dengan pengutusan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam
Mahdi a.s. dan Masih Mau’ud a.s. (1835-1908).
Dengan demikian Al-Quran, hadits
dan sejarah memberikan kesaksian, bahwa berjatuhannya meteor-meteor dalam jumlah
yang luar biasa besarnya adalah satu tanda yang pasti mengenai munculnya
seorang mushlih rabbani (rasul Allah)
yang kedatangannnya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.61: 10; QS.62:3-5).
Makna Lain “Bintang-bintang Berjatuhan”
Salah satu makna “berjatuhannya bintang-bintang” melambangkan kerusakan yang melanda dunia
agama dimana para pemuka agama yang seharusnya menjadi pembimbing umatnya ke jalan yang benar – sebagaimana halnya fungsi posisi bintang-bintang di langit pada malam hari bagi para musafir, baik dalam perjalanan di daratan mau pun di lautan -- telah jatuh berserakan (QS.81:1-4; QS.82:1-3).
Demikian juga halnya
dengan fungsi gunung-gunung di permukaan bumi dalam rangka meredam goncangan-goncangan akibat desakan magma, -- secara kiasan
“gunung-gunung” mengisyaratkan kepada pemimpin-pemimpin
kaum atau bangsa-bangsa besar (Lexicon Lane), karena para pemimpin kaum pun dapat berperan sebagai peredam terjadinya konflik antar suku dan antara bangsa, firman-Nya:
وَ اَلۡقٰی
فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ تَمِیۡدَ
بِکُمۡ وَ اَنۡہٰرًا وَّ سُبُلًا لَّعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ عَلٰمٰتٍ ؕ
وَ بِالنَّجۡمِ ہُمۡ
یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ اَفَمَنۡ یَّخۡلُقُ
کَمَنۡ لَّا یَخۡلُقُ ؕ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Dia
telah meletakkan gunung-gunung di bumi supaya jangan sampai berguncang bersama
kamu, dan menjadikan sungai-sungai
serta jalan-jalan supaya kamu mendapat
petunjuk. Dan Dia
menciptakan tanda-tanda yang
lain, وَ
بِالنَّجۡمِ ہُمۡ یَہۡتَدُوۡنَ -- dan dengan bintang-bintang
itu mereka dapat mengikuti petunjuk arah yang benar. اَفَمَنۡ یَّخۡلُقُ کَمَنۡ لَّا یَخۡلُقُ
ؕ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ -- Apakah Dia Yang menciptakan sama dengan
yang tidak menciptakan? Tidakkah kamu mau meng-ambil pelajaran?
(An-Nahl [16]:16-18).
Kata subul (jalan-jalan) dalam
ayat وَ اَنۡہٰرًا وَّ سُبُلًا لَّعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ -- “dan menjadikan sungai-sungai serta jalan-jalan supaya kamu mendapat petunjuk“ tidak
berarti jalan-jalan buatan yang
dikerjakan oleh tangan manusia, melainkan jalan-jalan
alam yang dibentuk oleh celah-celah gunung, sungai-sungai, dan
lembah-lembah, yang telah dimanfaatkan sebagai jalan raya sepanjang masa.
Ayat وَ بِالنَّجۡمِ
ہُمۡ یَہۡتَدُوۡنَ -- “dan dengan bintang-bintang itu mereka dapat mengikuti petunjuk arah
yang benar” mengandung arti, bahwa
sekiranya bumi ini permukaannya datar seluruhnya dan tidak
ada pendakian dan penurunan, tidak ada lembah-lembah,
gunung-gunung atau sungai-sungai, maka boleh dikata hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mencari jalan dari satu tempat ke tempat lain.
Ciri-ciri khas yang berbeda-beda pada permukaan bumi menolong manusia untuk mengetahui jalan mereka. Zaman sekarang,
sempadan-sempadan (tanda-tanda batas) alami telah terbukti merupakan penolong
besar untuk penerbangan. Bintang-bintang pun menolong kaum musafir kelana menemukan jalan mereka di
daratan dan di lautan.
Berbagai Fungsi “Gunung-gunung”
Salah
satu makna kiasan dari gunung-gunung
adalah
para pemuka kaum, sebab sebagaimana halnya menurut ilmu
tanah (geologi) telah membuktikan bahwa gunung-gunung
sangat besar peranannya dalam menjaga bumi ini dari gangguan gempa bumi (QS.13:4; 15:20; QS.21:32;
QS.31:11; QS.77:28), demikian pula keberadaan dan fungsi para pemuka kaum – termasuk para pemuka agama -- mereka berkewajiban menjadi peredam
agar dalam masyarakat tidak terjadi berbagai kegoncangan akibat terjadinya konflik
di antara mereka, seperti yang terjadi di Akhir
Zaman ini termasuk di kalangan
umumnya umat Islam, terutama
di kawasan Timur Tengah.
Fungsi lainnya gunung-gunung adalah sebagai “reservoir” (tempat penampungan air)
raksasa, sebagaimana firman-Nya:
وَ
الۡاَرۡضَ مَدَدۡنٰہَا وَ اَلۡقَیۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ وَ اَنۡۢبَتۡنَا فِیۡہَا
مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ مَّوۡزُوۡنٍ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنَا لَکُمۡ
فِیۡہَا مَعَایِشَ وَ مَنۡ لَّسۡتُمۡ
لَہٗ بِرٰزِقِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِنۡ مِّنۡ
شَیۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫
وَ مَا
نُنَزِّلُہٗۤ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾ وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا
مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ ۚ وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ لَہٗ
بِخٰزِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan bumi Kami telah membentangkannya, di dalamnya Kami telah menegakkan
gunung-gunung yang kokoh dan juga Kami menumbuhkan di dalamnya segala sesuatu dengan perimbangan yang tepat. Dan Kami telah menjadikan bagi kamu di
dalamnya segala keperluan hidup, dan juga bagi segala makhluk yang
kamu tidak memberikan rezeki kepadanya.
وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ -- Dan tidak ada suatu pun benda
melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya
yang tidak terbatas, وَ مَا نُنَزِّلُہٗۤ
اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ -- dan Kami
sama sekali tidak menurun-kannya melainkan dalam ukuran yang tertentu. وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ
فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ -- Dan Kami
telah mengirimkan angin pembiak, maka Kami menu-runkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum,
وَ مَاۤ
اَنۡتُمۡ لَہٗ بِخٰزِنِیۡنَ -- dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya (Al-Hijr
[15]:20-23).
Kata-kata وَ الۡاَرۡضَ مَدَدۡنٰہَا
berarti “Kami telah membentangkan bumi”, atau “Kami telah memperkayanya”. Kedua-dua arti itu dapat dipakai di
sini. Ayat ini mengandung arti bahwa Allah Swt. telah membuat bumi ini sedemikian luasnya, sehingga kendatipun bentuknya bulat
tetapi manusia tidak merasa tidak enak disebabkan oleh bentuknya yang bulat itu.
Atau ayat ini berarti bahwa Allah
Swt. telah memperkaya bumi ini dengan bahan-bahan penyubur.
Penyelidikan-penyelidikan ilmu
perbintangan telah menyingkapkan kenyataan bahwa bumi
terus-menerus memperoleh tenaga dan unsur penyubur baru dari bintang-bintang yang darinya jatuh ke atas bumi serbuk-serbuk zat dalam bentuk meteor-meteor atau debunya yang berguna sekali untuk meningkatkan kesuburan bumi.
Makna ayat: وَ
اَلۡقَیۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ -- “di dalamnya Kami telah menegakkan gunung-gunung yang
kokoh.” Bumi memerlukan persediaan
air yang banyak untuk menumbuhkan
tanaman yang menghasilkan makanan. Untuk tujuan ini Allah Swt. telah menciptakan gunung-gunung yang gunanya sebagai penampung air, yang disimpannya dalam bentuk salju dan berangsur-angsur mencair lalu disalurkan ke atas bumi melalui sungai-sungai.
Khazanah Tidak Terbatas Ciptaan
Allah Swt. & Hembusan “Angin Pembiak”
Makna ayat: وَ
اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا
عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ -- Dan tidak ada suatu pun benda
melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya
yang tidak terbatas, وَ مَا نُنَزِّلُہٗۤ
اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ -- dan Kami
sama sekali tidak menurun-kannya melainkan dalam ukuran yang tertentu,” Allah Swt. memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak
terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya
yang tidak berhingga Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu
benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.
Seperti halnya alam semesta kebendaan, demikian pula Al-Quran
pun merupakan alam semesta keruhanian,
di mana tersembunyi khazanah-khazanah
ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman (QS.56:78-81;
QS.72:27-29).
Lawāqih
dalam ayat وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ
فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ -- Dan Kami
telah mengirimkan angin pembiak, maka Kami menu-runkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum,”
adalah semacam angin yang
menerbangkan tepung-sari bunga dari pohon-pohon jantan ke pohon-pohon betina, supaya pohon-pohon
itu berbiak.
Kata lawāqih itu pun berarti angin yang mengangkut uap
yang mengepul dari bumi naik ke lapisan-lapisan udara yang tinggi, dan uap itu mengambil bentuk awan-gemawan yang menurunkan air hujan.
Dalam arti kiasan lawāqih mengisyaratkan kepada pengutusan Rasul Allah karena dengan perantaraan ajarannya menyebabkan terjadinya proses “pembiakan ruhani” (pembuahan ruhani) di kalangan umat manusia, terutama di kalangan orang-orang yang beriman kepadanya,
sebab para rasul Allah berpepan
sebagai “suami ruhani”
(pasangan/jodoh) bagi kaumnya (umat
manusia -- QS.66:11-13),
firman-Nya:
وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ
لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ نَجۡعَلِ الۡاَرۡضَ کِفَاتًا ﴿ۙ﴾ اَحۡیَآءً
وَّ اَمۡوَاتًا ﴿ۙ﴾ وَّ جَعَلۡنَا فِیۡہَا رَوَاسِیَ شٰمِخٰتٍ وَّ
اَسۡقَیۡنٰکُمۡ مَّآءً فُرَاتًا ﴿ؕ﴾
Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
Tidakkah Kami
menjadikan bumi cukup menampung
bagi yang hidup dan yang mati?
Dan Kami menjadikan di dalamnya gunung-gunung yang tinggi, وَّ اَسۡقَیۡنٰکُمۡ
مَّآءً فُرَاتًا -- dan Kami
memberi minum kamu dengan air tawar.
(Al-Mursalāt [77]:25-28).
Makna ayat
اَلَمۡ نَجۡعَلِ الۡاَرۡضَ کِفَاتًا -- “Tidakkah
Kami
menjadikan bumi cukup menampung
bagi yang hidup dan yang mati?
” Segala makhluk hidup di
bumi apabila makhluk-makhluk itu mati maka sisa-sisa jasad kasar mereka tetap tinggal di bumi dalam suatu bentuk atau lain.
Ayat ini dapat juga
mengisyaratkan kepada hukum gravitasi
(gaya tarik bumi) atau kepada gerak putar
bumi pada sumbunya atau peredarannya
mengelilingi matahari, sehubungan
dengan hal tersebut keberadaan gunung-gunung
pun memberikan kontribusi bagi
kelancaran perputaran bumi pada porosnya.
Keberadaan Makhluk Hidup Penghuni Langit
Kata kifāt dapat
pula berarti bahwa segala keperluan
jasmani manusia telah terpenuhi
di bumi(QS.41:10-11; QS.55:30-31), sehingga tidak perlu manusia untuk pergi ke langit
karena tidak mustahil di salah
satu bagian kawasan langit pun
terdapat planet-planet yang keadaannya
sama dengan keadaan bumi
termasuk penghuninya, firman-Nya:
وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖ خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا
مِنۡ دَآبَّۃٍ ؕ وَ ہُوَ عَلٰی
جَمۡعِہِمۡ اِذَا یَشَآءُ
قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Dan dari antara Tanda-tanda-Nya adalah penciptaan seluruh langit dan bumi, وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا مِنۡ دَآبَّۃٍ -- dan apa yang telah disebarkan di dalam
keduanya dari binatang-binatang,
وَ ہُوَ عَلٰی
جَمۡعِہِمۡ اِذَا یَشَآءُ
قَدِیۡرٌ -- dan
Dia berkuasa menghimpunkan mereka apabila
Dia menghendaki. (Asy-Syurā [42]:30).
Ayat
ini mengandung suatu kesaksian yang unik mengenai kenyataan bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..
Tidaklah mungkin bagi seorang manusia biar siapa pun — apalagi bagi seorang putra padang pasir yang buta
huruf yakni Nabi Besar Muhammad saw. — mengatakan 1400 tahun yang lalu
ketika ilmu perbintangan masih dalam
taraf permulaan, bahwa selain di bumi
kita ada kehidupan dalam satu atau
lain bentuk di badan-badan langit
lain juga.
Kepada Al-Quran diserahkan upaya menyingkapkan tabir kebenaran ilmiah yang agung dan ajaib itu seperti ditampakkan oleh kata-kata ayat ini خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَثَّ فِیۡہِمَا مِنۡ دَآبَّۃٍ -- “penciptaan seluruh langit dan bumi
dan apa yang telah disebarkan di dalam
keduanya.”
Isyarat
dalam kata-kata وَ ہُوَ عَلٰی جَمۡعِہِمۡ -- “dan
Dia berkuasa menghimpunkan mereka” dapat ditujukan kepada kemungkinan
bahwa makhluk-makhluk yang hidup di bumi dan makhluk-makhluk yang hidup di badan-badan
(bagian-bagian) langit akan menjadi bersatu
kemudian hari. Penyelidikan kepurbakalaan
mutakhir telah mengungkapkan bahwa "Dropas" atau pengunjung-pengunjung dari angkasa luar pernah turun ke bumi 12.000
tahun yang lalu (The Pakistan Times,
tanggal 13-8-1967).
Manusia Tidak Bisa “Menyimpan
Air” dari Langit & Musim
Kemarau Ruhani yang Panjang
Kembali kepada firman Allah Swt. dalam
Surah sebelumnya mengenai salah satu fungsi gunung-gunung
sebagai reservoir (penampung
persediaan air) raksasa: وَ اَرۡسَلۡنَا الرِّیٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً
فَاَسۡقَیۡنٰکُمُوۡہُ -- Dan Kami
telah mengirimkan angin pembiak, maka Kami menurunkan air dari awan, lalu Kami memberikannya kepada kamu untuk minum,
وَ مَاۤ
اَنۡتُمۡ لَہٗ بِخٰزِنِیۡنَ -- dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya (Al-Hijr
[15]:23).
Pernyataan Allah Swt. وَ مَاۤ
اَنۡتُمۡ لَہٗ بِخٰزِنِیۡنَ – “dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya”
sangat menarik untuk dibahas dari segi keruhanian, sebab dalam dunia
keruhanian di kalangan umat beragama
pun terjadi pula musim kemarau ruhani yang lama yang menyebabkan timbulnya berbagai macam keburukan di kalangan umat
beragama, firman-Nya:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ
کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا
الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ -- dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ -- maka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah,
bahwasanya Allāh menghidupkan
bumi sesudah matinya. قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ
-- Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti (Al-Hadīd [57]:17-18).
Sejak masa kejayaan Islam yang pertama selama 3 abad, umat Islam telah
mengalami masa musim kemarau ruhani yang panjang
(lama) selama 1000 tahun
(QS.32:6), sehingga “persediaan air
ruhani” di gunung-gunung (para
pemuka agama) dan di dalam bumi (masyarakat
awam) pun semakin mengering yang mengakibatkan terjadikan berbagai kematian dalam bidang akhlak dan ruhani sebagaimana
firman-Nya: فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ
-- dan kebanyakan dari mereka
menjadi durhaka?”
Dengan demikian benarlah beberapa firman
Allah Swt. berikut ini berkenaan dengan “menghilangnya
persediaan air” di muka bumi
akibat musim kemarau yang panjang:
قُلۡ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ
اَصۡبَحَ مَآؤُکُمۡ غَوۡرًا فَمَنۡ یَّاۡتِیۡکُمۡ بِمَآءٍ مَّعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Katakanlah: “Beritahukanlah kepadaku, jika air kamu meresap ke dalam tanah maka siapakah yang akan mendatangkan kepada kamu air yang mengalir?”
(Al-Mulk [67]:31).
Firman-Nya lagi:
وَ اَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ فَاَسۡکَنّٰہُ فِی الۡاَرۡضِ ٭ۖ وَ اِنَّا عَلٰی ذَہَابٍۭ
بِہٖ لَقٰدِرُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Dan Kami menurunkan air dari langit
menurut ukuran, lalu Kami
menempatkannya dalam bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa
untuk untuk melenyapkannya. (Al-Mu’minun [23]:19).
Ayat ini memberikan lukisan bagaimana Allah
Swt. menyediakan akan memenuhi keperluan-keperluan jasmani dan ruhani manusia. Ayat ini mengatakan
bahwa seluruh kehidupan bergantung
pada air yang turun dari langit dalam bentuk hujan, salju atau
hujan es.
Hilangnya Persediaan Air Ruhani di
Bumi & Penyebab Terjadinya “Banjir
Dahsyat” di Zaman Nabi Nuh a.s.
Demikian pula air ruhani turun
dari langit dalam bentuk wahyu
Ilahi kepada para rasul Allah yang
tanpa itu tidak ada kehidupan ruhani dapat berwujud di kalangan umat manusia mau pun umat beragama. Dan
kalau pun pada musim kemarau
panjang di permukaan bumi masih terdapat air yang tergenang maka keadaannya tidak layak untuk dipakai
mandi atau untuk diminum sebab mengandung penyakit yang berbahaya,
firman-Nya:
اَفَرَءَیۡتُمُ الۡمَآءَ
الَّذِیۡ تَشۡرَبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ءَاَنۡتُمۡ
اَنۡزَلۡتُمُوۡہُ مِنَ الۡمُزۡنِ اَمۡ نَحۡنُ الۡمُنۡزِلُوۡنَ ﴿﴾ لَوۡ نَشَآءُ
جَعَلۡنٰہُ اُجَاجًا فَلَوۡ لَا
تَشۡکُرُوۡنَ ﴿﴾
Apakah kamu
memperhatikan air yang kamu minum? Apakah kamu yang menurunkannya dari awan,
ataukah Kami yang menurunkan? Niscaya Kami
menjadikannya pahit maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Wāqi’ah
[56]:69-71).
Segala kehidupan baik jasmani
ataupun ruhani tergantung dari air, yang pertama dari air
hujan dan yang kedua dari wahyu Ilahi.
Tanpa keberadaan kedua jenis “air”
(jasmani dan ruhani) tersebut maka kehidupan manusia akan mengalami
berbagai kerugian karena tidak ada sesuatu yang bisa tumbuh tanpa keberadaan kedua jenis
“air” tersebut (QS.6:100; QS.7:38;
QS.13:18; QS.14:33; QS.16:11 & 66; QS.22:6 & 64).
Ketika manusia tidak mensyukuri nikmat Allah Swt. – terutama
terhadap turunnya hujan ruhani berupa
wahyu Ilahi kepada rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-5) – maka Allah Swt. akan membukakan
“pintu-pintu langit” berupa curahan air hujan yang diluar qadar (ukuran) yang
menyebabkan terbukanya “pintu-pintu di muka bumi” berupa pancaran berbagai sumber mata
air, sehingga pertemuan air dari langit dan air yang memancar dari bumi tersebut mengakibatkan terjadi bencana banjir dahsyat sebagaimana yang
terjadi di zaman Nabi Nuh a.s.,
firman-Nya:
کَذَّبَتۡ
قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ نُوۡحٍ فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ قَالُوۡا
مَجۡنُوۡنٌ وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾ فَدَعَا رَبَّہٗۤ
اَنِّیۡ مَغۡلُوۡبٌ فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾ فَفَتَحۡنَاۤ
اَبۡوَابَ السَّمَآءِ
بِمَآءٍ مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾ وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی
الۡمَآءُ عَلٰۤی اَمۡرٍ قَدۡ
قُدِرَ ﴿ۚ﴾ وَ حَمَلۡنٰہُ
عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ وَّ دُسُرٍ
﴿ۙ﴾ تَجۡرِیۡ
بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً لِّمَنۡ
کَانَ کُفِرَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ
تَّرَکۡنٰہَاۤ اٰیَۃً فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾ فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ وَ
نُذُرِ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ
یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ لِلذِّکۡرِ فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾
Sebelum
mereka pun kaum Nuh telah mendustakan, lalu mereka
mendustakan hamba Kami dan mereka berkata: “Ia orang
gila dan terusir.” Maka ia (Nuh) berdoa
kepada Rabb-nya (Tuhan-nya):
“Sesungguhnya aku dikalahkan maka tolonglah
aku.” Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras,
dan Kami memancarkan sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan. Dan Kami mengangkut dia (Nuh) di atas sesuatu yang terbuat dari papan
dan paku, yang berlayar di bawah pengawasan
Kami sebagai ganjaran ba-gi orang
yang senantiasa diingkari. Dan
sungguh Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai Tanda, maka apakah ada yang
mengambil peringatan? Maka betapa
dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku!
وَ لَقَدۡ
یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ لِلذِّکۡرِ فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ
-- Dan sungguh Kami benar-benar
telah mempermudah Al-Quran untuk diingat,
maka apakah ada orang yang
mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).
Berbagai Hikmah yang Tersembunyi Dalam Al-Quran
Kejadian-kejadian tentang kaum Nabi Nuh a.s., suku-suku
bangsa ‘Ad, Tsamud dan kaum Nabi Luth a.s. telah berulangkali dan dengan agak
terinci disebut-sebut dalam Al-Quran, sebab suku-suku
bangsa itu hidup di lingkungan wilayah Hijaz,
dan kaum Quraisy sangat mengenal sejarah mereka dan juga mempunyai hubungan niaga dengan mereka itu.
Kaum Nabi Nuh a.s. hidup di negeri Irak, yang terletak di
sebelah timur-laut Arabia, dan suku bangsa Tsamud berkembang subur makmur di
sebelah barat-laut Arabia, yang membentang dari Hijaz sampai ke Palestina, dan
kaum Nabi Luth a.s. yang
malang itu tinggal di Sodom dan Gomorah di Palestina.
Makna ayat:
فَفَتَحۡنَاۤ اَبۡوَابَ
السَّمَآءِ بِمَآءٍ مُّنۡہَمِرٍ -- “Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras,
وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی
الۡمَآءُ عَلٰۤی اَمۡرٍ قَدۡ
قُدِرَ -- dan
Kami memancarkan sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.” Air hujan yang tercurah dengan deras
dari angkasa dan air yang menyembur dari
dalam tanah, “kedua air itu”
menyebabkan banjir raksasa yang menenggelamkan seluruh negeri kaum Nabi Nuh a.s. yang mendustakan dan menentang beliau, dan dengan demikian
menjadi genaplah takdir Ilahi
menghancurkan kaum Nabi Nuh a.s. yang
takabbur dan durhaka.
Makna ayat selanjutnya: وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ
لِلذِّکۡرِ فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ -- “Dan sungguh Kami
benar-benar telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah
ada orang yang mengambil peringatan?”
Al-Quran telah dipermudah pula
dalam artian bahwa Kitab itu meliputi semua ajaran kekal abadi dan tidak termusnahkan yang terdapat di
dalam Kitab-kitab wahyu lainnya,
dengan banyak ajaran yang perlu
sekali sebagai petunjuk bagi manusia
hingga Hari Kiamat (QS.98:4).
Khazanah-khazanah makrifat Ilahi
dan rahasia-rahasia gaib yang
tersembunyi di dalam Al-Quran, hanya
dapat dijangkau oleh sedikit bilangan
hamba Allah yang bertakwa yang dilimpahi pengertian
ruhani istimewa dan yang telah menaiki jenjang ketinggian perhubungan dengan Dzat
Ilahi dan telah disucikan oleh
Allah Swt. (QS.56:80; QS.72:27-29).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 3 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar