Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran
adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya ”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan
Kabahku”
(Al-Masih-al-Mau’ud
a.s.)
Kedalaman Makna dan Hakikat Berbagai
Perumpamaan Dalam Al-Quran & Hakikat “Jodoh” (Pasangan) dan Bidadari Dalam Surga
Bab 46
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab
sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai penggunaan kiasan-kiasan
yang menjadi dasar pokok ayat-ayat mutasyābih dalam Kitab-kitab Suci, hal itu perlu sekali guna menjamin keluasan arti dengan kata-kata
sesingkat-singkatnya, untuk menambah keindahan
dan keagungan gaya bahasanya dan
untuk memberikan kepada manusia suatu
percobaan yang tanpa itu perkembangan dan penyempurnaan ruhaninya tidak
akan mungkin tercapai, firman-Nya:
اِنَّ
اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا
ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ
ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ
اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ
کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya
Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan
yang lebih kecil dari itu,
فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِ -- maka orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan
itu kebenaran dari Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ
اَرَادَ اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا -- sedangkan orang-orang kafir maka mereka
mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ
کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا -- Dengannya Dia menyesatkan banyak orang
dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dan sekali-kali tidak
ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasiq
(durhaka). (Al-Baqarah [2]:27).
Gambaran Perumpamaan Nikmat-nikmat Surgawi di Akhirat
Kata mutasyābihāt
digunakan pula mengenai “buah-buahan
surgawi” yang akan dinikmati para ahli
surga di akhirat, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk
mereka ada kebun-kebun yang di
ba-wahnya mengalir sungai-sungai. کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka
berkata: “Inilah yang telah direzekikan
kepada kami sebelumnya”, بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا -- akan
diberikan kepada mereka yang serupa
dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ -- dan bagi mereka di
dalamnya ada jodoh-jodoh
yang suci, وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- dan mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah
[2]:26).
Ayat
ini memberikan gambaran singkat
mengenai ganjaran yang akan diperoleh
orang-orang beriman dan beramal
shaleh di akhirat, yang disebut “jannah” (kebun/taman) atau surge. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan (gambaran)
itu.
Kecaman-kecaman mereka itu disebabkan
oleh karena mreka sama sekali tidak memahami ajaran Islam (Al-Quran) tentang nikmat-nikmat surgawi. Al-Quran dengan
tegas mengemukakan bahwa ada di luar
kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (QS.32:18).
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada
pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat
mengirakannya” (Bukhari).
Sabda beliau saw. tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ
اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa
mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah [32]:16).
Pernyataan Al-Quran dan Hadits
itu menunjukkan bahwa nikmat-nikmat
kehidupan ukhrawi (akhirat) tidak
akan bersifat kebendaan seperti di dunia ini yang fana (tidak kekal), karena nikmat-nikmat surgawi tersebut akan
merupakan penjelmaan-keruhanian dari perbuatan
dan tingkah-laku baik atau amal shaleh
yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.
Kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipergunakan untuk
menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam
Al-Quran telah dipakai hanya dalam
arti kiasan, bukan dalam makna harfiah sebagaimana banyak yang keliru memaknai hakikat dari gambaran nikmat-nikmat surgawi mau pun gambaran
siksaan dalam neraka.
Ayat itu pun
pun dapat berarti bahwa karunia
dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih
baik dan jauh lebih berlimpah-limpah
dari yang dikhayalkan atau dibayangkan (QS.87:17-20; QS.93:5).
Kenyataan sebenarnya dari nikmat-nikmat surgawi itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia.
Tujuan Mengemukakan Perumpamaan
Dengan sendirinya timbul
pertanyaan: Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di dunia
ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya
semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju
dalam bidang ilmu, karena itu
Al-Quran mempergunakan kata-kata
sederhana yang dapat dipahami
semua orang, walau pun sebenarnya kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipergunakan
tersebut jika dibandingkan dengan “kenyataan” sebenarnya sangat lemah dan sangat tidak memadai, bagaikan lemahnya
seekor nyamuk, sebagaimana
dikemukakan ayat selanjutnya (QS.2:27).
Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah
mempergunakan nama benda yang pada
umumnya dipandang baik di bumi
ini, dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat
hal-hal itu semuanya dalam bentuk
yang lebih baik di alam yang akan
datang. Untuk menjelaskan perbedaan
penting itulah maka dipakai kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia
ukhrawi.
Tambahan pula menurut Islam kehidupan
di akhirat itu tidak ruhaniah
dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan
di akhirat pun ruh manusia akan
mempunyai semacam tubuh tetapi tubuh tersebut tidak bersifat benda seperti tubuh jasmani di dunia ini.
Orang dapat membuat tanggapan
terhadap keadaan itu dari
gejala-gejala mimpi.
Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan
pikiran atau ruhani belaka, sebab
dalam keadaan itu pun ia punya jisim
dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya,
makan buah-buahan, dan minum susu.
Jadi, sukar untuk mengatakan
bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi
tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa minuman
itu susu biasa yang ada di dunia ini dan sering meminumnya.
Nikmat-nikmat ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa
hanya penyuguhan subyektif
dari anugerah Allah Swt. yang
manusia nikmati di dunia ini, bahkan sebaliknya,
apa yang manusia peroleh di sini
hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar dari Allah Swt. yang
akan dijumpai orang di akhirat.
Tambahan pula bahwa “kebun-kebun“ adalah gambaran iman, sedangkan “sungai-sungai”
adalah gambaran amal shaleh. Sebagaimana
kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa keberadaan sungai-sungai,
begitu pula iman tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan
baik, dengan demikiam iman
dan amal shaleh tidak dapat
dipisahkan untuk mencapai najat
(keselamatan).
Di akhirat kebun-kebun surgawi (jannah) itu akan mengingatkan orang beriman
akan keadaan imannya dalam kehidupan
di dunia ini, sedangkan sungai-sungai akan mengingatkan kembali
kepada amal shalehnya maka ia akan mengetahui bahwa iman dan amal shalehnya
tidak sia-sia.
Makna “Buah-buahan Surgawi”
yang Serupa
Jadi, keliru sekali mengambil
kesimpulan dari kata-kata: ہٰذَا
الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- "Inilah
yang telah diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati
mereka di bumi ini, sebab seperti
telah diterangkan di atas keduanya buah-buahan
tersebut tidak sama, kecuali persamaan dalam hal nama bukan dalam hakikatnya
(kenyataannya).
Buah-buahan di akhirat sesungguhnya
akan berupa gambaran mutu keimanannya
sendiri. Ketika mereka hendak memakannya
mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan yang diterimanya tersebut itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat
itu mereka akan berkata: ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- “inilah yang telah diberikan kepada kami
dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”
Kata-kata selanjutnya بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا --
“akan diberikan kepada mereka yang
serupa dengannya,” kata mutasyābihan
tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di bumi ini dan buah atau hasilnya di surga.
Amal ibadah dalam kehidupan
sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman
sebagai hasil atau buah di akhirat. Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surga dan makin baik
pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya.
Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan surgawi yang dikehendakinya terletak
pada kekuatannya sendiri. Ayat ini
berarti pula bahwa makanan ruhani
orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.
Kata-kata وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- “dan
mereka akan kekal di dalamnya,” berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami
sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi karena makanan
surgawi akan benar-benar cocok
untuk setiap orang, dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran
dengan sendirinya akan lenyap.
Pertanyaan Ummu Salamah r.a. Tentang “Suami” di Surga dan Pernikahannya
Nabi Besar Muhammad Saw.
Makna ayat وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ -- “dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh
yang suci” bahwa orang-orang beriman juga akan mempunyai jodoh-jodoh
suci di surga. Istri yang baik
adalah sumber kegembiraan dan kesenangan.
Orang-orang beriman berusaha mendapatkan
istri yang baik di dunia ini dan
mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik
dan suci di akhirat.
Penjelasan Nabi Besar Muhammad
saw. atas pertanyaan istri beliau saw., Umi
Salamah r.a. (Hindun bintu Abi Umayyah Hudzaifah) -- yang sebelumnya adalah istri
Abu Salamah r.a. (Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal) yang meninggal dunia karena sakit akibat
mengalami luka-luka dalam Perang Uhud. Pertanyaannya adalah mengenai
siapakah yang akan menjadi suami
seorang perempuan yang
ketika di dunia ia dua kali menikah?
Jadi, sebenarnya pertanyaan Ummu Salamah r.a. tersebut berhubungan dengan keadaan beliau sendiri. Bahkan
Siti Khadijah r.a. sebelum menjadi istri
yang pertama Nabi Besar Muhammad saw., beliau
sebelumnya telah berkali-kali menjadi janda karena ditinggal mati
para suami beliau sebelumnya.
Menjawab pertanyaan tersebut Nabi Besar Muhammad saw. menjelaskan bahwa
perempuan seperti itu di akhirat
akan menjadi istri dari suaminya yang paling bertakwa dari antara para laki-laki
yang pernah menjadi suaminya ketika
di dunia.
Mengenai hal tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu
Salamah, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ
فَيَقُولُ مَا أَمَرَ اللهُ: إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللهمّ
أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا؛ إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ
لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidak ada seorang muslim yang ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan apa yang diperintahkan
oleh Allah, ‘Sesungguhnya kami milik
Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala disebabkan oleh musibah
yang menimpaku dan berilah pengganti untukku yang lebih baik daripadanya,”
melainkan Allah pasti memberinya
pengganti yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim
no. 918)
Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah
wafat, aku bergumam, ‘Muslim mana yang lebih baik daripada Abu Salamah? Beliau
adalah seorang sahabat Nabi, sedangkan kami adalah keluarga pertama yang hijrah
kepada Rasulullah?’ Aku pun membaca doa di atas, maka Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberiku pengganti yang lebih baik daripada Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, yaitu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Hathib bin Abi
Balta’ah meminangku untuk dinikahi oleh beliau sendiri. Aku pun berkata, ‘Saya
memiliki seorang anak perempuan, dan saya ini sangat pencemburu.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‘Adapun anak perempuan Ummu Salamah, kami berdoa kepada Allah semoga Dia
memberinya kecukupan. Aku juga berdoa semoga Allah menghilangkan rasa
cemburunya’.” (HR. Muslim
no. 918).
Meskipun demikian kesenangan di surga tersebut
tidak bersifat kebendaan, karena itu mengenai bagaimana sebenarnya
keadaan sosok dari “jodoh/pasangan”
(suami/istri) di surga tersebut berada di
luar daya khayal manusia. Untuk
penjelasan lebih lanjut tentang sifat
dan hakikat nikmat-nikmat surga tersebut lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
Berkumpulnya “Keluarga
Surgawi” di Dunia dan di Akhirat
Dengan demikian benarlah firman
Allah Swt. berikut ini bahwa para suami
yang telah berhasil membangun “keluarga surgawi” di dunia ini mereka akan
berkumpul lagi di dalam surga di akhirat dalam keadaan yang jauh lebih baik dalam segala seginya,
berikut firman-Nya kepada Nabi
Besar Muhammad saw.:
اَفَمَنۡ
یَّعۡلَمُ اَنَّمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ الۡحَقُّ کَمَنۡ ہُوَ
اَعۡمٰی ؕ اِنَّمَا یَتَذَکَّرُ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُوۡفُوۡنَ بِعَہۡدِ اللّٰہِ وَ لَا
یَنۡقُضُوۡنَ الۡمِیۡثَاقَ ﴿ۙ﴾ وَ الَّذِیۡنَ یَصِلُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ اَنۡ یُّوۡصَلَ وَ
یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ وَ
یَخَافُوۡنَ سُوۡٓءَ الۡحِسَابِ ﴿ؕ﴾ وَ الَّذِیۡنَ صَبَرُوا ابۡتِغَآءَ وَجۡہِ
رَبِّہِمۡ وَ اَقَامُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اَنۡفَقُوۡا
مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ سِرًّا وَّ
عَلَانِیَۃً وَّ یَدۡرَءُوۡنَ بِالۡحَسَنَۃِ السَّیِّئَۃَ اُولٰٓئِکَ
لَہُمۡ عُقۡبَی الدَّارِ ﴿ۙ﴾ جَنّٰتُ عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ
اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ
عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ ﴿ۚ﴾ سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی
الدَّارِ ﴿ؕ﴾
Apakah orang yang mengetahui bahwa sesungguhnya yang diturunkan kepada engkau
dari Rabb (Tuhan) engkau itu adalah haq sama
seperti orang
buta? Sesungguhnya orang yang
menerima nasihat hanyalah orang-orang
yang berakal, Yaitu orang-orang yang menepati perjanjian
dengan Allah dan tidak
memutuskan perjanjian itu, dan orang-orang
yang menghubungkan apa yang Allah telah memerintahkan supaya menghubungkannya dan takut kepada Rabb (Tuhan) mereka dan takut
akan perhitungan yang buruk, dan orang-orang
yang bersabar mencari keridhaan Rabb-nya(Tuhan-nya), mendirikan
shalat dan membelanjakan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada
mereka, secara sembunyi-sembunyi dan secara
terang-terangan, dan
menolak keburukan dengan kebaikan, اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ
عُقۡبَی الدَّارِ -- mereka
itulah yang akan mendapat ganjaran tempat tinggal yang terbaik, جَنّٰتُ عَدۡنٍ
یَّدۡخُلُوۡنَہَا -- Kebun-kebun yang abadi, mereka akan masuk ke dalamnya, وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ
اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ
کُلِّ بَابٍ -- dan begitupun barangsiapa yang saleh dari antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri
mereka dan keturunan mereka. وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ -- Dan malaikat-malaikat
akan masuk kepada mereka dari setiap
pintu seraya berkata:
سَلٰمٌ
عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی الدَّارِ -- ”Selamat sejahtera atas kamu, sebab kamu telah bersabar; maka lihatlah betapa bagusnya ganjaran tempat tinggal itu!” (Ar-Rā’d [13]:20-25).
Makna
ayat 20-22 menjelaskan bahwa setelah melaksanakan kewajiban mereka kepada Tuhan
(Haququllāh) dengan setia, lalu orang-orang
beriman menyempurnakan kewajibannya
terhadap makhluk-Nya
(haquququl-‘ibād). Melaksanakan kedua
kewajiban tersebut merupakan landasan
yang di atasnya berdiri seluruh jalinan
organisasi agama.
Ayat 23 selanjutnya menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman
menempuh jalan yang paling cocok untuk membasmi keburukan. Mereka memakai hukuman di mana hukuman akan berguna, dan mempergunakan pengampunan, bila dapat diperhitungkan membawa hasil yang diharapkan. Pendek kata, hukuman atau ampunan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntutan situasi
dan kondisi yang tepat tersebut itu akan membasmi
keburukan sampai kepada akar-akarnya
dengan cara apa pun sesuai dengan
keadaannya.
Ayat 24 mengemukakan suatu asas yang tinggi nilainya bahwa tiap-tiap amal shaleh yang dikerjakan orang, hal itu dapat dilakukan berkat adanya bantuan atau kerja sama
dari sanak-saudaranya dan kaum kerabatnya --
terutama keluarganya – baik dengan sengaja atau tidak, maka mereka itu semua
dibuat ikut serta menurut besarnya sumbangan mereka dalam menikmati keuntungan yang ia peroleh: وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ
اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ
کُلِّ بَابٍ -- dan begitupun barangsiapa yang saleh dari antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri
mereka dan keturunan mereka.”
Makna ayat
selanjutnya: وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ -- Dan malaikat-malaikat
akan masuk kepada mereka dari setiap
pintu seraya berkata:
سَلٰمٌ
عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی الدَّارِ -- ”Selamat sejahtera atas kamu, sebab kamu telah bersabar; maka lihatlah betapa bagusnya ganjaran tempat tinggal itu!” Berbagai jenis amal shaleh orang-orang beriman
itu di akhirat akan diperlihatkan
sebagai sekian banyak pintu gerbang
ke surga.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 25 Februari
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar