Rabu, 02 Maret 2016

Kedalaman Makna dan Hakikat Berbagai Perumpamaan Dalam Al-Quran & Hakikat "Jodoh" dan "Bidadari" Dalam Surga



Bismillaahirrahmaanirrahiim

KITAB SUCI AL-QURAN

Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau dan melaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Kedalaman  Makna dan Hakikat    Berbagai  Perumpamaan  Dalam Al-Quran     & Hakikat “Jodoh” (Pasangan)  dan Bidadari   Dalam Surga

Bab 46


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya telah kemukakan ayat mengenai    penggunaan kiasan-kiasan yang menjadi dasar pokok ayat-ayat mutasyābih dalam Kitab-kitab Suci, hal itu perlu sekali guna menjamin keluasan arti dengan kata-kata sesingkat-singkatnya, untuk menambah keindahan dan keagungan gaya bahasanya dan untuk memberikan kepada manusia suatu percobaan yang tanpa itu perkembangan dan penyempurnaan ruhaninya tidak akan mungkin tercapai, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu, فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِ   --  maka orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu  kebenaran  dari Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا --  sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa  yang dikehendaki Allah dengan  perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا  --  Dengannya   Dia menyesatkan banyak orang  dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ --  dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang  fasiq (durhaka). (Al-Baqarah [2]:27).

Gambaran Perumpamaan Nikmat-nikmat Surgawi di Akhirat

        Kata mutasyābihāt digunakan pula mengenai “buah-buahan surgawi” yang akan dinikmati para ahli surga di akhirat, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di ba-wahnya mengalir sungai-sungai. کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki,  قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”,  بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا  -- akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ --  dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ    -- dan mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah [2]:26). 
       Ayat ini memberikan gambaran singkat mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman  dan beramal shaleh di  akhirat, yang disebut “jannah” (kebun/taman) atau surge. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan (gambaran) itu.
      Kecaman-kecaman mereka  itu disebabkan oleh karena mreka  sama sekali tidak memahami ajaran Islam (Al-Quran) tentang nikmat-nikmat surgawi. Al-Quran dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (QS.32:18).
      Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari).  Sabda beliau saw. tersebut  sesuai dengan   firman Allah Swt.  berikut ini:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah [32]:16).
     Pernyataan Al-Quran dan Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat-nikmat kehidupan ukhrawi (akhirat) tidak akan bersifat kebendaan seperti di dunia ini yang fana (tidak kekal),  karena  nikmat-nikmat surgawi tersebut akan merupakan penjelmaan-keruhanian  dari perbuatan dan tingkah-laku baik   atau amal shaleh   yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.
       Kata-kata  atau ungkapan-ungkapan yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan, bukan dalam makna harfiah sebagaimana banyak yang keliru memaknai hakikat dari gambaran nikmat-nikmat surgawi  mau pun gambaran siksaan dalam  neraka.
     Ayat  itu pun  pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan (QS.87:17-20; QS.93:5). Kenyataan sebenarnya dari  nikmat-nikmat surgawi  itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia. 

Tujuan Mengemukakan Perumpamaan

       Dengan sendirinya timbul pertanyaan:  Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di  dunia  ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang, walau pun sebenarnya kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipergunakan  tersebut jika dibandingkan dengan “kenyataan” sebenarnya sangat lemah dan sangat tidak memadai, bagaikan lemahnya seekor nyamuk, sebagaimana dikemukakan ayat selanjutnya (QS.2:27).
      Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah mempergunakan nama benda yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini,  dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang. Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakai  kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi.
       Tambahan pula menurut Islam  kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan di akhirat pun ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh tetapi tubuh tersebut  tidak bersifat benda seperti tubuh jasmani  di dunia ini.
       Orang dapat membuat tanggapan terhadap keadaan itu dari gejala-gejala mimpi. Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan pikiran atau ruhani belaka, sebab dalam keadaan itu pun  ia punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
      Jadi, sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa  minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan  sering meminumnya.
     Nikmat-nikmat ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa  hanya penyuguhan subyektif dari anugerah Allah Swt.  yang manusia nikmati di dunia ini, bahkan sebaliknya, apa yang manusia  peroleh di sini hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar dari Allah Swt.  yang akan dijumpai orang di akhirat.
     Tambahan pula bahwa “kebun-kebun“ adalah gambaran iman, sedangkan   “sungai-sungai” adalah gambaran amal shaleh. Sebagaimana kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa keberadaan  sungai-sungai, begitu pula iman tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan baik,   dengan demikiam  iman dan amal shaleh tidak dapat dipisahkan untuk mencapai najat (keselamatan).
       Di akhirat kebun-kebun surgawi (jannah) itu akan mengingatkan orang beriman akan keadaan imannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan sungai-sungai akan mengingatkan kembali kepada amal shalehnya maka  ia akan mengetahui bahwa iman dan amal shalehnya tidak sia-sia.

Makna “Buah-buahan Surgawi”  yang Serupa   

     Jadi, keliru sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata: ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ  --  "Inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman  akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati mereka di bumi ini, sebab seperti telah diterangkan di atas keduanya buah-buahan tersebut  tidak sama, kecuali persamaan dalam hal nama bukan dalam hakikatnya (kenyataannya).
    Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan yang diterimanya tersebut  itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata:  ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ --  “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.
      Kata-kata selanjutnya     بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا  -- “akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,” kata mutasyābihan tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di bumi ini dan buah atau hasilnya di surga.
   Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman  sebagai hasil atau buah di akhirat. Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surga dan  makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya.
      Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan  surgawi yang dikehendakinya terletak pada kekuatannya sendiri. Ayat ini berarti pula bahwa makanan ruhani orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.
     Kata-kata وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ --  “dan mereka akan kekal di dalamnya,” berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi  karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang, dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap.

Pertanyaan Ummu Salamah r.a. Tentang “Suami” di Surga dan Pernikahannya  Nabi Besar Muhammad Saw.

      Makna ayat    وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ --  “dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci”  bahwa orang-orang beriman juga akan  mempunyai jodoh-jodoh suci di surga. Istri yang baik adalah  sumber kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang beriman  berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat.
     Penjelasan Nabi Besar Muhammad saw. atas pertanyaan istri beliau saw., Umi Salamah r.a. (Hindun bintu Abi Umayyah Hudzaifah) -- yang sebelumnya  adalah istri Abu Salamah r.a. (Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal)  yang meninggal dunia karena sakit akibat mengalami luka-luka dalam Perang Uhud. Pertanyaannya adalah   mengenai siapakah  yang akan menjadi  suami seorang perempuan   yang ketika di dunia ia  dua kali  menikah?
      Jadi, sebenarnya pertanyaan Ummu Salamah r.a. tersebut  berhubungan dengan keadaan beliau sendiri. Bahkan Siti Khadijah r.a. sebelum menjadi istri  yang pertama Nabi Besar Muhammad saw.,   beliau  sebelumnya telah berkali-kali menjadi janda  karena ditinggal mati  para suami beliau sebelumnya.
       Menjawab pertanyaan tersebut Nabi Besar Muhammad saw. menjelaskan bahwa perempuan seperti itu   di akhirat akan menjadi istri dari suaminya yang paling bertakwa dari antara para    laki-laki yang pernah menjadi suaminya ketika di dunia.
   Mengenai hal tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَ اللهُ: إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللهمّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا؛ إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidak ada seorang muslim yang ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala disebabkan oleh musibah yang menimpaku dan berilah pengganti untukku yang lebih baik daripadanya,” melainkan Allah pasti memberinya pengganti yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim no. 918)
      Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah wafat, aku bergumam, ‘Muslim mana yang lebih baik daripada Abu Salamah? Beliau adalah seorang sahabat Nabi, sedangkan kami adalah keluarga pertama yang hijrah kepada Rasulullah?’ Aku pun membaca doa di atas, maka Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberiku pengganti yang lebih baik daripada Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
      Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Hathib bin Abi Balta’ah meminangku untuk dinikahi oleh beliau sendiri. Aku pun berkata, ‘Saya memiliki seorang anak perempuan, dan saya ini sangat pencemburu.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Adapun anak perempuan Ummu Salamah, kami berdoa kepada Allah semoga Dia memberinya kecukupan. Aku juga berdoa semoga Allah menghilangkan rasa cemburunya’.” (HR. Muslim no. 918).
       Meskipun demikian kesenangan di surga tersebut tidak bersifat kebendaan,  karena itu mengenai bagaimana sebenarnya keadaan sosok dari  “jodoh/pasangan” (suami/istri) di  surga tersebut  berada di luar daya khayal manusia. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat surga tersebut  lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.

Berkumpulnya “Keluarga Surgawi” di Dunia dan di Akhirat

     Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini bahwa para suami yang telah berhasil membangun  “keluarga surgawi” di dunia ini  mereka akan  berkumpul  lagi di dalam surga di akhirat  dalam keadaan yang jauh lebih baik dalam segala seginya,  berikut  firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اَفَمَنۡ یَّعۡلَمُ اَنَّمَاۤ  اُنۡزِلَ  اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ الۡحَقُّ کَمَنۡ ہُوَ اَعۡمٰی ؕ اِنَّمَا یَتَذَکَّرُ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یُوۡفُوۡنَ بِعَہۡدِ اللّٰہِ وَ لَا یَنۡقُضُوۡنَ  الۡمِیۡثَاقَ ﴿ۙ﴾  وَ الَّذِیۡنَ یَصِلُوۡنَ مَاۤ  اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ  اَنۡ یُّوۡصَلَ  وَ  یَخۡشَوۡنَ  رَبَّہُمۡ وَ یَخَافُوۡنَ سُوۡٓءَ  الۡحِسَابِ ﴿ؕ﴾  وَ الَّذِیۡنَ صَبَرُوا ابۡتِغَآءَ  وَجۡہِ  رَبِّہِمۡ  وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ  وَ  اَنۡفَقُوۡا  مِمَّا  رَزَقۡنٰہُمۡ سِرًّا وَّ عَلَانِیَۃً وَّ یَدۡرَءُوۡنَ بِالۡحَسَنَۃِ السَّیِّئَۃَ  اُولٰٓئِکَ  لَہُمۡ  عُقۡبَی الدَّارِ ﴿ۙ﴾  جَنّٰتُ عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ ﴿ۚ﴾  سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی الدَّارِ ﴿ؕ﴾
Apakah orang yang mengetahui bahwa sesungguhnya yang diturunkan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau itu  adalah haq   sama   seperti  orang buta? Sesungguhnya orang yang menerima nasihat hanyalah orang-orang yang berakal,  Yaitu orang-orang yang menepati perjanjian dengan  Allah  dan tidak memutuskan  perjanjian itu,  dan orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah telah memerintahkan supaya menghubungkannya dan takut kepada Rabb (Tuhan) mereka  dan takut akan perhitungan yang buruk,    dan orang-orang yang bersabar mencari keridhaan Rabb-nya(Tuhan-nya),  mendirikan shalat dan membelanjakan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan,  dan menolak keburukan dengan kebaikan, اُولٰٓئِکَ  لَہُمۡ  عُقۡبَی الدَّارِ  --  mereka itulah yang akan mendapat ganjaran tempat tinggal yang terbaik,  جَنّٰتُ عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا  --  Kebun-kebun yang abadi, mereka akan masuk ke dalamnya, وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ --  dan begitupun barangsiapa yang saleh dari antara bapak-bapak mereka, dan  istri-istri mereka dan keturunan mereka. وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ  --   Dan malaikat-malaikat akan masuk kepada mereka dari setiap pintu  seraya berkata:  سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی الدَّارِ --   Selamat sejahtera atas kamu, sebab kamu telah bersabar; maka lihatlah betapa bagusnya ganjaran tempat tinggal itu!” (Ar-Rā’d [13]:20-25).
  Makna ayat 20-22 menjelaskan bahwa setelah melaksanakan kewajiban mereka kepada Tuhan (Haququllāh)  dengan setia, lalu orang-orang beriman menyempurnakan kewajibannya terhadap makhluk-Nya (haquququl-‘ibād). Melaksanakan kedua kewajiban tersebut merupakan landasan yang di atasnya berdiri seluruh jalinan organisasi agama.
       Ayat 23 selanjutnya menjelaskan  bahwa orang-orang  yang beriman menempuh jalan yang paling cocok untuk membasmi keburukan. Mereka memakai hukuman di mana hukuman akan berguna, dan mempergunakan pengampunan, bila dapat diperhitungkan membawa hasil yang diharapkan. Pendek kata, hukuman atau ampunan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi yang tepat tersebut itu akan membasmi keburukan sampai kepada akar-akarnya dengan cara apa pun sesuai dengan keadaannya.
     Ayat 24  mengemukakan suatu asas yang tinggi nilainya bahwa tiap-tiap amal shaleh yang dikerjakan orang, hal itu dapat   dilakukan berkat adanya bantuan atau kerja sama dari sanak-saudaranya dan kaum kerabatnya  --  terutama  keluarganya – baik dengan sengaja atau tidak, maka mereka itu semua dibuat ikut serta menurut besarnya sumbangan mereka dalam menikmati keuntungan yang ia peroleh:  وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ --  dan begitupun barangsiapa yang saleh dari antara bapak-bapak mereka, dan  istri-istri mereka dan keturunan mereka.”
       Makna ayat selanjutnya:  وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یَدۡخُلُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ کُلِّ بَابٍ  --   Dan malaikat-malaikat akan masuk kepada mereka dari setiap pintu  seraya berkata:  سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ بِمَا صَبَرۡتُمۡ فَنِعۡمَ عُقۡبَی الدَّارِ --   Selamat sejahtera atas kamu, sebab kamu telah bersabar; maka lihatlah betapa bagusnya ganjaran tempat tinggal itu!”  Berbagai jenis amal shaleh orang-orang beriman itu di akhirat akan diperlihatkan sebagai sekian banyak pintu gerbang ke surga.

(Bersambung)

 Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran Anyar,   25 Februari 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar