Kamis, 31 Desember 2015

Akibat Buruk "Ketidak-bersyukuran" Umat Manusia Terhadap Pengutusan Rasul Akhir Zaman

Bismillaahirrahmaanirrahiim


KITAB SUCI AL-QURAN



 “Kitab Suci Al-Quran adalah kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak menyadarinya

“Setiap saat hatiku merindukan untuk mencium Kitab  Engkau danmelaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.


 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)


Akibat Buruk Ketidak-bersyukuran Umat Manusia Terhadap Pengutusan Rasul Akhir Zaman


Bab 1


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D

alam Blog sebelumnya – PENEMBAHAN CAKRA NINGRAT -- telah dibahas sabda-sabda  Masih Mau’ud a.s. mengenai kecintaan beliau kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah pembawa syariat (Kitab suci) terakhir dan tersempurna.

      Dalam Blog ini akan dikemukakan sabda-sabda  Masih Mau’ud a.s. mengenai kesempurnaan Al-Quran, sekali gus sebagai bantahan atas tuduhan dusta (fitnah) yang disebarkan di NKRI tercinta ini  oleh orang-orang yang menyukai kerusakan dan kerusuhan  merebak di muka bumi,  bahwa Kitab suci Jemaat Ahmadiyah bukan Al-Quran melainkan Tadzkirah, suatu fitnah yang tidak pernah disebarkan  di wilayah Hindustan (India – Pakistan)  setelah  wafatnya  Al-Masih Mau’ud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad a.s.), karena mereka mengetahui bahwa sebelum diperintahkan Allah Swt. mendakwakan diri sebagai Masih Mau’ud a.s. para ulama besar di Hindustan  sepakat bahwa beliau saw. telah membela kesempurnaan Al-Quran (agama Islam) dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. melalui dalil-dalil tak terbantahkan dari Al-Quran, terutama dalam buku Barahin-i-Ahmadiyya, termasuk Mlv. Muhammad Hussein Batalwi dalam  majalah Isya’atus-Sunnah,  walau pun kemudian setelah pendakwaan sebagai  Masih Mau’ud a.s. ia menjadi salah seorang   penentang yang paling aktif melontarkan berbagai fitnah terhadap Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah dengan fatwa-fatwa kejinya yang sangat tidak Islami.

     Fatwa-fatwa keji  mengenai Al-Masih Mau’ud a.s. yang telah disebar-luaskannya di wilayah Hindustan itulah yang  kemudian menjadi rujukan fatwa-fatwa  dan fitnah-fitnah keji lainnya  mengenai Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah dan para pengikutnya, termasuk di NKRI  tercinta ini.



Pengulangan Para Penentang  Nabi Allah di  Zaman Terdahulu & Fitnah Terhadap Nabi Besar Muhammad Saw.



      Sikap-sikap tidak terpuji tersebut pada hakikatnya merupakan pengulangan yang dilakukan oleh para penentang Rasul Allah di  setiap zaman kedatangan Rasul Allah yang dijanjikan di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), termasuk terhadap Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:

وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ مِنۡ رَّسُوۡلٍ وَّ لَا نَبِیٍّ  اِلَّاۤ  اِذَا تَمَنّٰۤی اَلۡقَی الشَّیۡطٰنُ فِیۡۤ اُمۡنِیَّتِہٖ ۚ فَیَنۡسَخُ اللّٰہُ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ ثُمَّ  یُحۡکِمُ  اللّٰہُ  اٰیٰتِہٖ ؕ وَ  اللّٰہُ عَلِیۡمٌ  حَکِیۡمٌ  ﴿ۙ﴾  لِّیَجۡعَلَ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ الۡقَاسِیَۃِ  قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ﴾  وَّ لِیَعۡلَمَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَیُؤۡمِنُوۡا بِہٖ فَتُخۡبِتَ لَہٗ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہَادِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اِلٰی  صِرَاطٍ  مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾

Dan Kami tidak pernah mengirim seorang rasul dan tidak pula seorang nabi melainkan apabila ia menginginkan sesuatu maka syaitan meletakkan hambatan pada keinginannya, tetapi Allah melenyapkan hambatan yang diletakkan oleh syaitan, dan Allah  Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.    Supaya Dia menjadikan rintangan yang diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat.   Dan supaya  diketahui oleh orang-orang yang diberi ilmu  sesungguhnya Al-Quran itu adalah haq dari Rabb (Tuhan) engkau lalu  mereka beriman kepadanya dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya Allah pasti memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus. (Al-Hajj [22]:53-55).

     Ayat 53  dengan sengaja telah disalah-tafsirkan dan artinya sengaja diputar-balikkan oleh para pujangga Kristen yang berprasangka. Mereka berkata bahwa pada suatu hari di Mekkah ketika Nabi Besar Muhammad saw.  membaca ayat ke-20 dan 21 Surah Al-Najm: اَفَرَءَیۡتُمُ  اللّٰتَ وَ الۡعُزّٰی --  “Kini katakanlah kepadaku tentang Lat dan Uzza,  وَ مَنٰوۃَ  الثَّالِثَۃَ  الۡاُخۡرٰی    -- dan Manat, yang ketiga, berhala betina yang lain ” maka syaitan meletakkan dalam mulut beliau saw. kata-kata  “tilkal gharaniq al-’ulā , wa inna syafa’atuhunna laturtaja,” artinya  ini adalah dewi-dewi yang mulia dan syafaat mereka diharap-harapkan.”

     Mereka menyebutnya “Kealpaan Muhammad,” atau “Kompromi beliau dengan kemusyrikan.”  Nabi Besar Muhammad saw.    tidak pernah berkompromi dengan kemusyrikan, begitu pula tidak pernah ada kekhilafan atau kelengahan dari beliau saw.. Tuduhan ini menunjukkan keinginan mereka, bahwa beliau saw. mempunyai buah pikiran ke arah itu.

    Para kritisi Non-Muslim  tersebut  selamanya mencari-cari kesempatan untuk menemukan suatu kelengahan dalam wujud  Nabi Besar Muhammad saw., apabila mereka tidak dapat menemukan sesuatu mereka sendiri mengada-adakan sesuatu dan menuduhkannya kepada beliau saw.. Mereka berkata  bahwa ayat ini menunjuk kepada kejadian tersebut di atas.

     Kami akan membahas seluas-luasnya peristiwa itu, apabila kita sampai kepada ayat yang bersangkutan (QS.53:20-21). Cukuplah dikatakan di sini bahwa seluruh kisah tersebut  didustakan secara kenyataan, bahwa Surah ke-53 (Al-Najm) itu menurut kesepakatan para ahli telah diturunkan pada tahun ke-5 Nabawi di Mekkah, sedang Surah yang sekarang ini (Al-Hajj) diwahyukan di Medinah, atau di Mekkah menjelang keberangkatan  Nabi Besar Muhammad saw.    ke Medinah pada tahun ke-13 Nabawi.

     Jadi mustahil bahwa Allah Swt. harus menunggu-nunggu 8 tahun lamanya untuk menunjuk kepada kejadian dusta yang dibuat-buat tersebut dalam ayat ini. Lebih-lebih lagi kisah semua “ahli tafsir yang  cendekia” tersebut telah ditolak sebagai hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar. Di samping itu, tidak ada sesuatu kata dalam ayat ini membenarkan pengada-adaan dusta yang begitu menyolok mata.



Realisasi Ancaman Iblis Kepada Adam a.s. dan Para Pengikutnya yang Hakiki



      Arti ayat ini amat jelas. Ayat ini bermaksud mengemukakan, bahwa apabila seorang nabi (rasul) Allah  ingin mencapai tujuannya   -- yaitu bila ia menyampaikan amanat kebenaran dan menginginkan supaya ke-Esa-an Ilahi dapat ditegakkan di muka bumi  --  orang-orang yang bersifat syaitan, berusaha menghambat majunya kebenaran, dengan meletakkan segala macam rintangan pada jalannya, sebagaimana yang diancamkan Iblis kepada Nabi Adam a.s. dan para pengikutnya  untuk menghadang mereka dengan  segala cara dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri (QS.7:12-18; QS.17:62-66). Mereka ingin melihat misi suci Rasul Allah mengalami kegagalan.

     Tetapi mereka tidak dapat menghancurkan rencana Ilahi, dan  Allah Swt.  menghilangkan semua hambatan dan membuat tujuan kebenaran itu memperoleh keunggulan dan kemenangan, bagaimana pun hebatnya “makar buruk” yang mereka lancarkan (QS.3:55; QS.8:31;QS.13:43;  QS.14:47-48;QS,27:51-53).

Surah Al-Hajj ayat  53 tersebut  mempunyai pengertian umum, yakni perbuatan buruk tersebut terjadi para semua rasul Allah, karena itu  tidak ada alasan untuk menyatakan  bahwa ayat ini khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.        Tambahan pula tidak mungkin syaitan merusak kemurnian wahyu Al-Quran. Allah Swt.  menyatakan wajib atas diri-Nya Sendiri melindungi Al-Quran terhadap semua campur-tangan dan penyisipan (QS.15:10; QS.7:27-29), bahkan pendapat ilmiah para cendekiawan Kristen pun telah mempertahankan kebenaran pendakwaan Al-Quran tersebut.

   Ayat selanjutnya (54-55) mendukung penafsiran yang telah kami berikan mengenai  ayat yang sebelumnya. Tidak ada alasan untuk membenarkan kisah yang tidak mempunyai dasar yang sengaja dibuat-buat oleh sementara para ahli tafsir yang kurang paham  sehubungan dengan ayat ini.

     Ayat ini bermaksud mengemukakan bahwa orang-orang berwatak syaitan berusaha meletakkan segala macam rintangan guna menggagalkan tersiar-luasnya amanat seorang nabi Allah, supaya kemajuannya dapat dicegah dan “orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit” dapat disesatkan. Tetapi Allah Swt.  menghilangkan segala rintangan semacam itu, dan sesudah mula-mula mengalami kegagalan-kegagalan sementara maka kemudian kebenaran itu terus berderap maju mencapai kemajuan yang merata, firman-Nya:

لِّیَجۡعَلَ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ الۡقَاسِیَۃِ  قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ﴾  وَّ لِیَعۡلَمَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَیُؤۡمِنُوۡا بِہٖ فَتُخۡبِتَ لَہٗ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہَادِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اِلٰی  صِرَاطٍ  مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾

Supaya Dia menjadikan rintangan yang diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat.   Dan supaya  diketahui oleh orang-orang yang diberi ilmu  sesungguhnya Al-Quran itu adalah haq dari Rabb (Tuhan) engkau lalu  mereka beriman kepadanya dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya Allah pasti memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus. (Al-Hajj [22]:54-55).

     Sehubungan dengan  penyebaran fitnah-fitnah seperti itu  terhadap para Rasul Allah   -- termasuk di Akhir Zaman ini  -- Allah Swt. berfirman dalam Surah lainnya:

 وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾

Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka,   orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyak-an mereka  berlaku jahil.   Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan.  (Al-An’ām [6]:112-114).



Azab Ilahi Senantiasa Turun Akibat Pendustaan dan Penentang Terhadap Rasul Allah yang Dijanjikan



Makna ayat 112  mengenai  turunnya para malaikat, bahwa salah satu tugas malaikat-malaikat  adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32-33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf. Orang-orang bertakwa yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi Allah. Itulah makna ayat وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی  -- “Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka,   orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka”.  

 Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia. Bila suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi Allah yang diutus kepada mereka, kelahiran-baru ruhani mereka itu seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaannya  itu (QS.57:17-18).

  Kata-kata  وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا --   “Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan”   menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda alam yang memberi kesaksian terhadap kebenaran pendakwaan seorang nabi Allah dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab lainnya. Dengan demikian alam sendiri nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar sehingga  unsur-unsur alam itu sendiri memerangi mereka, sebagaimana Allah Swt. berfirman    وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  -- “Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul”.          Berikut pernyataan Allah Swt.  tersebut selengkapnya:

مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾  وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾  وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا ﴿﴾

Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya,  dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya, dan  tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain.  وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  -- Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا    -- Dan  apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota,  Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi sempurna  lalu Kami menghancur-leburkannya.  وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ  --  Dan  betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا --  dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau Maha Mengetahui,  Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).

     Sehubungan dengan  ayat وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  -- Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul”  di Akhir Zaman ini, dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya.

      Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini  sudah selayaknya Allah Swt.   membangkitkan seorang pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:

وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی ﴿﴾ وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪

Dan mereka berkata: "Mengapakah ia tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari Rabb-nya (Tuhan-nya)?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu?  وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  --   Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum  kedatangan rasul ini  niscaya mereka akan berkata: "Ya Rabb (Tuhan) kami, me­ngapakah   Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?"  قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا  -- Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun  tunggulah, فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی --  lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak. (Thā Hā[20]:135-137).

      Dengan demikian jelaslah, jika dalam kenyataannya di Akhir Zaman ini berbagai bentuk azab Ilahi   -- termasuk peperangan, baik antara pihak-pihak yang berbeda agama mau pun di antara  penganut agama yang sama --  semuanya itu merupakan  bukti tak terbantahkan bahwa Rasul Akhir Zaman telah datang (QS.61:10), sebab Allah Swt. berfirman: وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  -- Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul.  (Bani Israil [17]:16).



Akibat  Buruk Ketidak-bersyukuran  Umat Manusia di Akhir Zaman Terhadap Rasul Akhir Zaman



     Sesuai dengan firman-Nya tersebut dalam Surah lainnya Allah Swt. menyatakan:

مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾

Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai, Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).

 Syukur dari pihak  Allah  Swt.   terwujud dalam pemberian ampun kepada hamba-hamba-Nya atau memujinya atau memandangnya dengan rasa puas, menghargai atau mengaruniai, dan seterusnya tentu saja membalas atau mengganjar amal-amalnya (Lexicon Lane),   sebagaimana dikemukakan Nabi Musa a.s., firman-Nya: 

وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾

Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur   niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu,  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” (Ibrahim [8]:14).

      Syukr (syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.

    Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya. Itulah syukr dari pihak manusia.

      Syukr dari pihak Allah Swt.  ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya,  berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Kita hanya dapat benar-benar bersyukur kepada  Allah Swt.  jika kita mempergunakan segala pemberian-Nya dengan tepat sesuai kehendak-Nya.



Jihad Besar Menyebarkan Pemahaman dan Ajaran Al-Quran yang Hakiki



     Pendek kata,  karena di Akhir Zaman ini umumnya umat manusia tidak mensyukuri pengutusan Rasul Akhir Zaman  yang kedatangannya sedang  ditungu-tunggu oleh semua umat beragama dengan sebutan (nama) yang berlainan (QS.77:12; QS.62:3-4), guna mengajak umat manusia kepada agama yang hakiki  -- yakni agama Islam   -- sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  sehingga tercipta “kehidupan surgawi” di dunia ini juga, maka akibat ketidak bersyukuran tersebut   umumnya umat manusia terjerumus ke dalam berbagai bentuk “kobaran api jahannam”, termasuk peperangan yang berkepanjangan  yang terjadi saat ini, terutama di kawasan Timur- Tengah. Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. sebelum ini:

مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾

Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai, Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).

Firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾

Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai  (Ash-Shaf [61]:10).

   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian, bukan kemenangan melalui peperangan secara fisik dan kekerasan  sehingga banyak berjatuhan korban jiwa dan harta,  melainkan perang melalui “senjata pena” berdasarkan dalil-dalil Al-Quran yang tak terbantahkan pihak lawan, firman-Nya:

فَلَا  تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ وَ جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا ﴿﴾

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini, jihad yang besar.  (Al-Furqān [25]:53).

     Jihad besar dan jihad yang sesungguhnya menurut ayat ini adalah menablighkan amanat Al-Quran. Oleh karena itu berjuang untuk menyiarkan Islam dan menyebarkan serta menaburkan ajaran-ajarannya adalah jihad, yang orang-orang Islam selalu dianjurkan supaya melaksanakannya dengan semangat pantang mundur.

     Jihad inilah yang diisyaratkan oleh  Nabi Besar Muhammad saw.   ketika kembali dari suatu gerakan militer; menurut riwayat beliau pernah bersabda:  “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar (Radd al-Muhtar), firman-Nya lagi:

وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾

Dan orang-orang yang berjuang  untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat  ihsan (kebajikan).  (Al-Ankabūt [29]:70).

   Jadi, jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami” yakni “berjumpa dengan Allah Swt.” di dalam kehidupan di dunia ini juga, firman-Nya:

یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾

Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.  Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku, وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ   --  Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).

   Ayat-ayat ini mengisyaratkan kepada tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak dan ruhani, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus.

  Ia “manunggal” dengan Allah Swt. (Fanafillah) dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.

     Untuk meraih  kehormatan tersebut hanya  melalui pelaksanaan ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang difahami dan diamalkan serta diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71), sehingga  mereka akan  menjadi “umat terbaik” yang dijadikan untuk kemanfaatan seluruh umat manusia, sebagaimana keadaan umat Islam di  zaman Nabi Besar Muhammad saw.  yang penuh berkah (QS.2:144; QS.2:111).



(Bersambung)



Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo


Pajajaran Anyar, 1  Januari  2016