Bismillaahirrahmaanirrahiim
KITAB SUCI AL-QURAN
“Kitab Suci Al-Quran adalah
kotak besar yang berisi batu ratna mutu manikam, namun manusia tidak
menyadarinya”
“Setiap saat hatiku
merindukan untuk mencium Kitab Engkau
danmelaksanakan thawaf mengelilingi Al-Quran karena Kitab ini merupakan Kabahku”.
(Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)
Akibat Buruk Ketidak-bersyukuran Umat Manusia
Terhadap Pengutusan Rasul Akhir Zaman
Bab 1
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Blog sebelumnya – PENEMBAHAN CAKRA NINGRAT -- telah dibahas sabda-sabda Masih
Mau’ud a.s. mengenai kecintaan
beliau kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah pembawa syariat
(Kitab suci) terakhir dan tersempurna.
Dalam Blog ini akan dikemukakan
sabda-sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai kesempurnaan
Al-Quran, sekali gus sebagai bantahan
atas tuduhan dusta (fitnah) yang
disebarkan di NKRI tercinta ini oleh
orang-orang yang menyukai kerusakan
dan kerusuhan merebak di muka bumi, bahwa Kitab
suci Jemaat Ahmadiyah bukan Al-Quran melainkan Tadzkirah,
suatu fitnah yang tidak pernah disebarkan di wilayah Hindustan (India – Pakistan) setelah
wafatnya Al-Masih Mau’ud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad a.s.), karena mereka
mengetahui bahwa sebelum diperintahkan Allah Swt. mendakwakan diri sebagai Masih
Mau’ud a.s. para ulama besar di
Hindustan sepakat bahwa beliau saw. telah membela
kesempurnaan Al-Quran (agama Islam)
dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. melalui dalil-dalil tak terbantahkan dari Al-Quran, terutama dalam buku Barahin-i-Ahmadiyya,
termasuk Mlv. Muhammad Hussein Batalwi
dalam majalah Isya’atus-Sunnah, walau pun
kemudian setelah pendakwaan
sebagai Masih Mau’ud a.s. ia menjadi salah seorang penentang
yang paling aktif melontarkan berbagai fitnah
terhadap Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah
dengan fatwa-fatwa kejinya yang
sangat tidak Islami.
Fatwa-fatwa keji mengenai Al-Masih
Mau’ud a.s. yang telah disebar-luaskannya di wilayah Hindustan itulah yang kemudian
menjadi rujukan fatwa-fatwa dan fitnah-fitnah
keji lainnya mengenai Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah dan para
pengikutnya, termasuk di NKRI tercinta ini.
Pengulangan
Para Penentang Nabi Allah di Zaman Terdahulu & Fitnah Terhadap Nabi Besar Muhammad Saw.
Sikap-sikap tidak terpuji
tersebut pada hakikatnya merupakan pengulangan
yang dilakukan oleh para penentang Rasul
Allah di setiap zaman kedatangan Rasul Allah yang dijanjikan di kalangan Bani
Adam (QS.7:35-37), termasuk terhadap Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ
مَاۤ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ مِنۡ
رَّسُوۡلٍ وَّ لَا نَبِیٍّ اِلَّاۤ اِذَا تَمَنّٰۤی اَلۡقَی الشَّیۡطٰنُ فِیۡۤ
اُمۡنِیَّتِہٖ ۚ فَیَنۡسَخُ اللّٰہُ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ ثُمَّ یُحۡکِمُ
اللّٰہُ اٰیٰتِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ لِّیَجۡعَلَ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً
لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ الۡقَاسِیَۃِ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ
شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ﴾ وَّ لِیَعۡلَمَ
الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَیُؤۡمِنُوۡا بِہٖ
فَتُخۡبِتَ لَہٗ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہَادِ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِلٰی صِرَاطٍ
مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Dan Kami tidak pernah mengirim seorang rasul
dan tidak pula seorang nabi
melainkan apabila ia menginginkan
sesuatu maka syaitan meletakkan hambatan
pada keinginannya, tetapi Allah melenyapkan hambatan yang diletakkan oleh syaitan, dan
Allah
Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. Supaya Dia menjadikan rintangan yang
diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu benar-benar
dalam permusuhan yang sangat. Dan supaya diketahui
oleh orang-orang yang diberi ilmu
sesungguhnya Al-Quran itu
adalah haq dari Rabb (Tuhan) engkau lalu mereka
beriman kepadanya dan hati mereka
tunduk kepadanya, dan sesungguhnya
Allah pasti memberi petunjuk kepada orang-orang
yang beriman ke jalan yang lurus. (Al-Hajj [22]:53-55).
Ayat 53
dengan sengaja telah disalah-tafsirkan
dan artinya sengaja diputar-balikkan oleh para pujangga Kristen yang berprasangka. Mereka berkata bahwa pada
suatu hari di Mekkah ketika Nabi Besar Muhammad saw. membaca ayat ke-20 dan 21 Surah Al-Najm: اَفَرَءَیۡتُمُ اللّٰتَ وَ الۡعُزّٰی -- “Kini katakanlah kepadaku tentang Lat dan
Uzza, وَ مَنٰوۃَ الثَّالِثَۃَ
الۡاُخۡرٰی -- dan Manat, yang
ketiga, berhala betina yang lain ” maka syaitan meletakkan
dalam mulut beliau saw. kata-kata “tilkal gharaniq al-’ulā , wa inna
syafa’atuhunna laturtaja,” artinya “ini adalah dewi-dewi yang mulia dan syafaat
mereka diharap-harapkan.”
Mereka menyebutnya “Kealpaan
Muhammad,” atau “Kompromi beliau dengan
kemusyrikan.” Nabi Besar Muhammad
saw. tidak pernah berkompromi dengan kemusyrikan,
begitu pula tidak pernah ada kekhilafan
atau kelengahan dari beliau saw.. Tuduhan ini menunjukkan keinginan mereka, bahwa beliau saw. mempunyai
buah pikiran ke arah itu.
Para kritisi Non-Muslim tersebut selamanya mencari-cari
kesempatan untuk menemukan suatu kelengahan
dalam wujud Nabi Besar Muhammad saw.,
apabila mereka tidak dapat menemukan
sesuatu mereka sendiri mengada-adakan
sesuatu dan menuduhkannya kepada
beliau saw.. Mereka berkata bahwa ayat ini
menunjuk kepada kejadian tersebut di
atas.
Kami akan membahas seluas-luasnya
peristiwa itu, apabila kita sampai kepada ayat yang bersangkutan (QS.53:20-21).
Cukuplah dikatakan di sini bahwa seluruh kisah
tersebut didustakan secara kenyataan, bahwa Surah ke-53 (Al-Najm) itu
menurut kesepakatan para ahli telah
diturunkan pada tahun ke-5 Nabawi di Mekkah,
sedang Surah yang sekarang ini (Al-Hajj)
diwahyukan di Medinah, atau di Mekkah
menjelang keberangkatan Nabi Besar
Muhammad saw. ke Medinah pada tahun ke-13 Nabawi.
Jadi mustahil bahwa Allah Swt. harus menunggu-nunggu 8 tahun lamanya untuk menunjuk kepada kejadian dusta yang dibuat-buat tersebut
dalam ayat ini. Lebih-lebih lagi kisah semua “ahli tafsir yang cendekia” tersebut telah ditolak sebagai hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar. Di samping itu, tidak ada sesuatu kata dalam
ayat ini membenarkan pengada-adaan dusta
yang begitu menyolok mata.
Realisasi Ancaman Iblis
Kepada Adam a.s. dan Para Pengikutnya yang Hakiki
Arti ayat ini amat jelas. Ayat ini bermaksud mengemukakan, bahwa apabila
seorang nabi (rasul) Allah ingin mencapai tujuannya -- yaitu bila ia
menyampaikan amanat kebenaran dan
menginginkan supaya ke-Esa-an Ilahi dapat ditegakkan di muka bumi -- orang-orang yang bersifat syaitan, berusaha menghambat
majunya kebenaran, dengan meletakkan segala macam rintangan pada jalannya, sebagaimana yang diancamkan Iblis kepada Nabi Adam a.s. dan para pengikutnya untuk menghadang
mereka dengan segala cara dari depan, dari belakang, dari kanan dan
dari kiri (QS.7:12-18; QS.17:62-66).
Mereka ingin melihat misi suci Rasul
Allah mengalami kegagalan.
Tetapi mereka tidak dapat
menghancurkan rencana Ilahi, dan Allah Swt. menghilangkan
semua hambatan dan membuat tujuan kebenaran
itu memperoleh keunggulan dan kemenangan, bagaimana pun hebatnya “makar buruk” yang mereka lancarkan
(QS.3:55; QS.8:31;QS.13:43; QS.14:47-48;QS,27:51-53).
Surah Al-Hajj ayat 53 tersebut mempunyai pengertian
umum, yakni perbuatan buruk
tersebut terjadi para semua rasul Allah,
karena itu tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa ayat ini khusus ditujukan kepada Nabi
Besar Muhammad saw. Tambahan
pula tidak mungkin syaitan merusak kemurnian wahyu Al-Quran. Allah Swt.
menyatakan wajib atas diri-Nya Sendiri melindungi
Al-Quran terhadap semua campur-tangan dan penyisipan (QS.15:10; QS.7:27-29), bahkan pendapat ilmiah para cendekiawan
Kristen pun telah mempertahankan kebenaran
pendakwaan Al-Quran tersebut.
Ayat selanjutnya (54-55) mendukung
penafsiran yang telah kami berikan
mengenai ayat yang sebelumnya. Tidak ada alasan
untuk membenarkan kisah yang tidak mempunyai dasar yang sengaja
dibuat-buat oleh sementara para ahli
tafsir yang kurang paham sehubungan dengan ayat ini.
Ayat ini bermaksud mengemukakan bahwa orang-orang berwatak syaitan berusaha meletakkan segala macam rintangan guna menggagalkan tersiar-luasnya amanat
seorang nabi Allah, supaya kemajuannya dapat dicegah dan “orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit”
dapat disesatkan. Tetapi Allah Swt. menghilangkan segala rintangan semacam itu, dan sesudah
mula-mula mengalami kegagalan-kegagalan
sementara maka kemudian kebenaran itu terus berderap maju mencapai kemajuan
yang merata, firman-Nya:
لِّیَجۡعَلَ
مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ
الۡقَاسِیَۃِ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ
الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ﴾ وَّ لِیَعۡلَمَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اَنَّہُ
الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَیُؤۡمِنُوۡا بِہٖ فَتُخۡبِتَ لَہٗ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ
اِنَّ اللّٰہَ لَہَادِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا
اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Supaya Dia menjadikan rintangan yang
diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu benar-benar
dalam permusuhan yang sangat. Dan supaya diketahui
oleh orang-orang yang diberi ilmu
sesungguhnya Al-Quran itu
adalah haq dari Rabb (Tuhan) engkau lalu mereka
beriman kepadanya dan hati mereka tunduk
kepadanya, dan sesungguhnya Allah
pasti memberi petunjuk kepada orang-orang
yang beriman ke jalan yang lurus. (Al-Hajj [22]:54-55).
Sehubungan dengan penyebaran
fitnah-fitnah seperti itu terhadap
para Rasul Allah -- termasuk di Akhir Zaman ini -- Allah Swt. berfirman dalam Surah lainnya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ
شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ
یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ
زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ
شَآءَ رَبُّکَ
مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami benar-benar menurunkan
malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang
yang telah mati berbicara
dengan mereka, dan Kami mengumpulkan
segala sesuatu berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman,
kecuali jika Allah menghendaki,
tetapi kebanyak-an mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan
di antara ins (manusia) dan jin,
sebagian mereka membisikkan kepada
sebagian lainnya kata-kata indah untuk
mengelabui, dan jika Rabb (Tuhan)
engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang
mereka ada-adakan, dan supaya hati
orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan
itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka
usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).
Azab Ilahi Senantiasa Turun Akibat Pendustaan dan Penentang Terhadap Rasul
Allah yang Dijanjikan
Makna ayat 112
mengenai turunnya para malaikat, bahwa salah satu tugas
malaikat-malaikat adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak
mereka kepada kebenaran
(QS.41:32-33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf. Orang-orang bertakwa
yang sudah meninggal dunia nampak
kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi Allah. Itulah makna ayat وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی -- “Dan seandainya pun Kami
benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang
yang telah mati berbicara
dengan mereka”.
Ada satu cara
lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap
kepada manusia. Bila suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi Allah yang diutus kepada mereka, kelahiran-baru ruhani mereka itu
seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaannya itu
(QS.57:17-18).
Kata-kata وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا -- “Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan”
menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda
alam yang memberi kesaksian
terhadap kebenaran pendakwaan seorang nabi Allah dalam bentuk gempa,
wabah, kelaparan, peperangan,
dan azab-azab lainnya. Dengan
demikian alam sendiri nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar sehingga unsur-unsur
alam itu sendiri memerangi
mereka, sebagaimana Allah Swt. berfirman
وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا -- “Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami
terlebih dahulu mengirimkan
seorang rasul”. Berikut pernyataan Allah Swt. tersebut selengkapnya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ
وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا
الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat
petunjuk maka
sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah
dirinya, dan barangsiapa sesat maka kesesatan
itu hanya kemudaratan atas
dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang
lain. وَ مَا کُنَّا
مُعَذِّبِیۡنَ
حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا -- Dan
Kami tidak menimpakan azab
hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا -- Dan apabila
Kami hendak membinasakan suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk
menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka
durhaka di dalamnya, maka berkenaan
dengan kota itu firman Kami menjadi sempurna lalu Kami
menghancur-leburkannya. وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنَ
الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ -- Dan betapa
banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا -- dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau Maha Mengetahui, Maha
Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).
Sehubungan dengan ayat وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا -- Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami
terlebih dahulu mengirimkan
seorang rasul” di Akhir Zaman ini, dunia telah menyaksikan
wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi,
serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan
datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan
manusia telah dirasakan pahit
karenanya.
Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana
menimpa bumi ini sudah selayaknya Allah Swt.
membangkitkan seorang pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿﴾ وَ لَوۡ
اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ
قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ
اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا
فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ
نَّذِلَّ وَ نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ
مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ
اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan
mereka berkata: "Mengapakah ia
tidak mendatangkan kepada kami suatu
Tanda dari Rabb-nya (Tuhan-nya)?"
Bukankah telah datang kepada mereka
bukti yang jelas apa yang ada dalam
lembaran-lembaran terdahulu? وَ لَوۡ
اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ
قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ
اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا
فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ
نَّذِلَّ وَ نَخۡزٰی -- Dan
seandainya Kami membinasakan mereka
dengan azab sebelum kedatangan
rasul ini niscaya
mereka akan berkata: "Ya Rabb
(Tuhan) kami, mengapakah Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang
rasul supaya kami mengikuti
Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan
dan dihinakan?" قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا -- Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun tunggulah, فَسَتَعۡلَمُوۡنَ
مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ
اہۡتَدٰی -- lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus
dan siapa yang mengikuti petunjuk dan
siapa yang tidak. (Thā Hā[20]:135-137).
Dengan demikian jelaslah, jika dalam
kenyataannya di Akhir Zaman ini
berbagai bentuk azab Ilahi -- termasuk peperangan, baik antara pihak-pihak yang berbeda agama mau pun di antara
penganut agama yang sama --
semuanya itu merupakan bukti tak terbantahkan bahwa Rasul Akhir Zaman telah datang
(QS.61:10), sebab Allah Swt. berfirman: وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا -- Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami
terlebih dahulu mengirimkan
seorang rasul. (Bani
Israil [17]:16).
Akibat
Buruk Ketidak-bersyukuran Umat Manusia di Akhir Zaman Terhadap Rasul
Akhir Zaman
Sesuai dengan firman-Nya tersebut dalam
Surah lainnya Allah Swt. menyatakan:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ
اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai,
Maha Mengetahui. (An-Nisa
[4]:148).
Syukur dari pihak Allah
Swt. terwujud dalam pemberian ampun kepada hamba-hamba-Nya atau memujinya atau memandangnya dengan rasa puas,
menghargai atau mengaruniai, dan seterusnya tentu saja membalas atau mengganjar
amal-amalnya (Lexicon Lane), sebagaimana dikemukakan Nabi Musa a.s.,
firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکُمۡ
لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ
وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ
عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) kamu
mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya akan Ku-limpahkan
lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu
benar-benar tidak bersyukur
sesungguhnya azab-Ku sungguh
sangat keras.” (Ibrahim [8]:14).
Syukr (syukur) itu tiga macam: (1)
Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati
mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan
memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3)
Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas
kebaikan yang diterima setimpal
dengan jasa itu.
Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a)
kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya
syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan
mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e)
tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah
memberikannya) tidak akan menyukainya. Itulah syukr dari pihak manusia.
Syukr dari pihak Allah Swt. ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya
atau merasa puas terhadapnya, berkemauan baik untuknya atau senang
kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya
(Lexicon Lane). Kita hanya
dapat benar-benar bersyukur
kepada Allah Swt. jika kita mempergunakan
segala pemberian-Nya dengan tepat sesuai kehendak-Nya.
Jihad Besar Menyebarkan Pemahaman
dan Ajaran Al-Quran yang Hakiki
Pendek kata, karena di Akhir Zaman ini umumnya umat manusia tidak mensyukuri pengutusan Rasul
Akhir Zaman yang kedatangannya
sedang ditungu-tunggu oleh semua
umat beragama dengan sebutan
(nama) yang berlainan (QS.77:12; QS.62:3-4), guna mengajak umat manusia kepada agama
yang hakiki -- yakni agama Islam -- sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. sehingga
tercipta “kehidupan surgawi” di dunia
ini juga, maka akibat ketidak bersyukuran
tersebut umumnya umat manusia
terjerumus ke dalam berbagai bentuk “kobaran
api jahannam”, termasuk peperangan
yang berkepanjangan yang terjadi saat ini, terutama di kawasan Timur- Tengah. Dengan demikian benarlah
firman Allah Swt. sebelum ini:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ
اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai,
Maha Mengetahui. (An-Nisa
[4]:148).
Firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai (Ash-Shaf [61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat
ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan
(Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan
Islam di atas semua agama akan
menjadi kepastian, bukan kemenangan
melalui peperangan secara fisik dan kekerasan sehingga banyak berjatuhan
korban jiwa dan harta, melainkan perang melalui “senjata pena” berdasarkan dalil-dalil
Al-Quran yang tak terbantahkan
pihak lawan, firman-Nya:
فَلَا تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ وَ
جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir
dan berjihadlah terhadap mereka dengan
Al-Quran ini, jihad yang besar.
(Al-Furqān [25]:53).
Jihad besar dan jihad yang sesungguhnya
menurut ayat ini adalah menablighkan
amanat Al-Quran. Oleh karena itu berjuang
untuk menyiarkan Islam dan menyebarkan serta menaburkan ajaran-ajarannya adalah jihad, yang orang-orang Islam
selalu dianjurkan supaya melaksanakannya dengan semangat pantang mundur.
Jihad inilah yang diisyaratkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. ketika kembali dari suatu gerakan militer; menurut riwayat beliau
pernah bersabda: “Kita telah kembali
dari jihad kecil menuju jihad besar (Radd al-Muhtar), firman-Nya lagi:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ
اللّٰہَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan (kebajikan). (Al-Ankabūt [29]:70).
Jadi, jihad sebagaimana diperintahkan
oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti
“untuk menjumpai Kami” yakni “berjumpa dengan Allah Swt.” di dalam kehidupan di dunia ini juga, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا
النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau,
engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.
Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,
وَ
ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ -- Dan masuklah
ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).
Ayat-ayat ini
mengisyaratkan kepada tingkat perkembangan
ruhani tertinggi ketika manusia ridha
kepada Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak dan ruhani, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus.
Ia “manunggal” dengan Allah Swt. (Fanafillah) dan tidak dapat hidup
tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan
sesudah mati perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
Untuk meraih kehormatan
tersebut hanya melalui pelaksanaan ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang
difahami dan diamalkan serta diajarkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71), sehingga mereka akan menjadi “umat
terbaik” yang dijadikan untuk kemanfaatan
seluruh umat manusia, sebagaimana
keadaan umat Islam di zaman Nabi Besar Muhammad saw. yang penuh berkah (QS.2:144; QS.2:111).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo